Share

Empat

Odelia tersenyum lebar merasa bangga karena telah mendapatkan nomor ponsel Angga. Layar ponsel sejak tadi menyala, yang kini tengah terbuka room chat. Gadis itu ingin mengirimkan pesan pada Angga, tapi bingung ingin mengirimkan pesan seperti apa pada Angga. Dia tak bisa langsung ke intinya, yang ada Angga tak akan mau meladeni pesannya.

Bertanya perihal materi besok? Yang ada nanti dosen killer itu tak akan membalas pesannya, itu yang sempat Ify katakan padanya jika ingin mengirim pesan pada Angga.

Odelia :

Pak Angga

Pak Angga

Pak Angga

Pak Angga

Pak Angga

Sementara di seberang sana, Angga yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya memeriksa tugas mahasiswa, mengernyit mendengar notifikasi di ponselnya yang bertubi-tubi. Siapa yang mengirimkan dia pesan malam-malam seperti ini? Kalau itu mahasiswinya, Angga akan memarahinya.

Kening pria itu masih mengernyit saat melihat pesan masuk dengan nomor yang sama sebanyak lima kali dan isinya sama semua.

Angga pun penasaran, mulai membuka profil nomor baru itu, dan langsung tersenyum kecil saat tahu pemilik nomor baru itu dari foto profilnya. Kenapa sebenarnya mahasiswinya ini? Kenapa begitu agresif?

Sudah lebih dua menit pria itu tak membalas, kini pesan masuk lagi dari Odelia.

Odelia :

PAK ANGGA

SIBUK BANGET YAH?

Angga menggeleng pelan dan mulai mengetik dan membalas pesan Odelia.

Angga:

Berisik!

Odelia :

Kok berisik sih, Pak? Bagus itu ada yang nge-chat Bapak. Bapak tuh dosen pertama yang saya chat.

Angga :

Sayangnya saya gak peduli. Jadi, bisa berhenti chat saya?

Odelia yang tengah bertukar pesan dengan Angga, tertawa kala membaca balasan Angga. Dosennya ini benar-benar jual mahal. Odelia yakin, dosen ini sebenarnya tertarik bahkan terpanah melihat senyumnya, hanya saja jual mahal.

Odelia :

Masa berhenti, sih, Pak. Nanti Bapak kangen sama saya.

Angga :

Gak akan pernah saya kangen sama kamu.

Odelia :

Hati-hati, Pak, omongannya jadi boomerang.

Angga sudah tak membalas pesan Odelia. Tenaganya terkuras banyak karena meladeni mahasiswi seperti Odelia.

Sedangkan Odelia, di seberang sana, menggerutu karena pesannya hanya dibaca saja tanpa dibalas.

"Sialan, gue bela-belain gak istirahat demi ngechat dia, eh dia-nya malah gak balas," gerutu Odelia.

***

"Papa, anakmu sakit," pekik Sena.

Wanita kepala 4 itu benar-benar khawatir lantaran anaknya tiba-tiba demam padahal kemarin baik-baik saja. Sena kembali meletakkan punggung tangannya ke kening Odelia, kemudian turun memegang pipi dan beralih memegang leher anaknya. Demamnya benar-benar tinggi, membuat Sena benar-benar khawatir, bahkan mata wanita itu berkaca-kaca melihat anaknya yang sakit.

Odelia jarang sakit, kalau pun anaknya sakit, biasanya sebelum dia benar-benar tumbang, maka akan memperlihatkan tanda-tanda seperti sakit kepala atau mata yang memerah.

Gilang—Papa Odelia masuk di kamar anaknya. Dia mengerti bagaimana khawatirnya Sena ketika Odelia sakit, mengingat Odelia adalah anak mereka satu-satunya.

"Mana yang sakit?" Tanya Gilang saat dia sudah duduk di sisi kiri ranjang anaknya. Gilang bahkan memijat pelan kepala Odelia.

"Lia gak pa-pa."

Suara serak Odelia berbanding terbalik dengan keadaannya. Anak mereka itu sakit, mana mungkin baik-baik saja.

"Kita ke rumah sakit."

Dengan lemah, Odelia menggeleng, dia tak ingin masuk rumah sakit. Ini hanya demam biasa, kenapa harus ke rumah sakit? Minum obat penurun panas pasti demamnya reda, atau bisa juga dikompres dengan air hangat.

"Papa kerja aja, Lia gak pa-pa."

Sena mendengus kesal. Walau khawatir pada anaknya, dia juga kesal lantaran Odelia mengatakan 'dia baik-baik saja'.

"Gimana baik-baik saja kalau kamu kayak gini? Kamu itu demam, pasti demamnya tinggi. Ke rumah sakit deh, hari ini papa kamu gak banyak kerjaan di kantor," omel Sena.

"Nanti papa dipecat, gimana?"

Tak ingin berdebat dengan Odelia berujung dia dan istrinya yang tetap kalah, Gilang pun menuruti perkataan anaknya, memilih ke perusahaan tempatnya bekerja. Gilang pun mengecup lama kening anaknya yang begitu panas, kemudian beralih mengecup singkat kening istrinya.

"Aku ke kantor, gak lama, siang nanti aku pulang," bisik Gilang pada Sena membuat Sena mengangguk paham.

"Jaga anak kita. Assalamualaikum."

***

"Odelia Anastasya Gavrila?"

Semua penghuni kelas diam karena tak tahu keberadaan gadis pemilik senyum ajaib itu. Ify pun tak tahu, sejak tadi gadis

itu sudah ketar-ketir menunggu Odelia.

"Griffynilla Salsabila."

Namanya yang disebut membuat Ify menelan ludahnya, gugup. Bagaimana kalau dosen itu bertanya soal Odelia yang tak hadir? Minggu kemarin Odelia telat di kelas pak Angga dan minggu ini Odelia malah tak hadir. Astaga, bisa-bisa anak itu tak lulus di mata kuliah sosiologi hukum.

Odelia, sialan! Habis lo besok. Ify mengumpat dalam hati, mengutuk Odelia yang tak hadir sama sekali. Segala macam nama hewan sudah keluar dari mulut Ify.

"Saya sering lihat kamu sama Odelia, kemana dia?"

Ify menggaruk tengkuknya, Odelia saja tak memberitahu kemana, jadinya dia bingung ingin menjawab apa pada Angga.

"Gak tahu, Pak, dia juga gak ngasih kabar." Alhasil, hanya itu yang dikeluarkan Ify. Oh, jangan bilang sahabatnya itu sedang tertidur pulas dan melupakan kelas dosen killer ini.

Angga menghembuskan napasnya kasar.

"Ya sudah, kalau begitu, kita akan mengulang materi minggu kemarin. Resume ya yang sudah saya periksa dikeluarkan, kita akan bagi kelompok."

Proses pembelajaran pun berlangsung dengan lancar tanpa ada hambatan, walau sesekali dosen itu memarahi mahasiswa jika mereka tak ada yang bertanya.

***

Karena demam Odelia yang semakin tinggi, alhasil gadis itu dibawa ke rumah sakit dan penyebabnya karena sang anak kelelahan. Sena sejak tadi tak berhenti menangis kala mengingat penyebab anaknya kelelahan. Sejak kecil Odelia memang mudah kelelahan dan jika sudah benar-benar lelah, maka anaknya itu akan sakit.

"Lia cuma demam, Ma, gak mati," kata Odelia menenangkan mamanya. Tapi bukannya tenang, mamanya malah emosi dan memukul lengan anaknya yang dipasang infus.

"Mama ih," protes Odelia.

"Mulutnya gak pernah difilter. Makanya besok-besok kalau lama pulang tuh ngabarin orang tua, udah tahu di rumah orang tua khawati,r kamu malah asik-asik di luar. Jadinya kayak gini kan? Mama hukum, ujung-ujungnya kamu juga yang kenapa-kenapa," omel Sena.

Sementara Gilang yang sejak tadi hanya diam melihat anak dan istrinya pun bangkit dari duduknya, menghampiri keduanya. Ketika sudah sampai dia berkata, "Lia mau makan apa? Nanti Papa beliin, katanya dari tadi siang gak makan."

Papanya memang beda dengan mamanya. Kalau papanya yang selalu memanjakannya, maka mamanya yang selalu marah-marah padanya.

"Jangan makan sembarangan dulu, Lia masih sakit, Pa," peringat Sena apalagi mengingat bagaimana suaminya jika sudah membelikan Odelia makanan. Tak tanggung-tanggung pasti makanannya tak bisa dihabisi Odelia sendiri.

"Mau makan ayam kecap buatan Mama," kata Odelia.

Sena langsung tersenyum mendengarnya, senyum yang sama seperti Odelia, senyum pemikat. Anaknya ingin ayam kecap. Apa yang tidak untuk Odelia? Sekalipun Odelia meminta nyawanya, Sena akan memberikan. Itulah salah satu bentuk kasih sayang Sena pada anaknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status