Share

Dua

Odelia menguap berkali-kali lantaran datang ke kampus pukul 6 pagi di saat belum ada siapa-siapa di kampus selain satpam kampus juga cleaning servis.

Saat ini, gadis itu tengah berada di parkiran khusus dosen. Kalau ditanya untuk apa, sudah pasti jawabannya untuk menunggu Angga dan membalaskan dendamnya. Jual mahal sekali dosen itu, menolaknya mentah-mentah, bahkan sama sekali tak tertarik dengan senyum menawannya. Hei, ini tak bisa dibiarkan, harga dirinya diinjak-injak oleh dosen killer itu.

Waktu telah menunjukkan pukul 7 lewat 15 menit, satu per satu dosen datang silih berganti, tetapi Odelia sama sekali belum melihat kedatangan dosen killer yang satu itu. Kenapa lama sekali? Odelia benar-benar bosan menunggu, bahkan dia mengantuk menunggu kedatangan Angga.

"Tuh dosen jangan-jangan hari ini gak ada kelas, makanya gak datang-datang," gumam Odelia.

Odelia berdecak kesal, sepertinya sia-sia saja dia duduk di sini sejak pukul 6 pagi, tapi orang yang dia tunggu-tunggu malah tak datang. Lebih baik dia pergi saja, buang-buang waktunya, tapi ketika akan meninggalkan parkir, kedatangan seorang dosen dengan motor matic membuat Odelia mengurungkan niatnya. Dalam hati, gadis itu terus berdoa, "Semoga saja itu pak Angga."

Dia benar-benar berharap kalau dosen yang baru saja tiba itu adalah pak Angga.

Doanya dikabulkan secepat itu, ketika dia melihat dosen itu melepas helmnya. Odelia tersenyum lebar sembari menghampiri Angga yang masih merapikan penampilannya. Angga memang tampan, tapi Odelia tak akan tertarik pada dosen muda nan killer seperti Angga.

"Morning, Pak Angga," sapa Odelia dengan memamerkan senyum terbaik yang dia punya. Baiklah, kita lihat, sampai di mana dosennya ini bertahan.

Sapaan Odelia tak dibalas oleh dosen yang tengah sibuk merapikan penampilannya itu, membuat Odelia dongkol melihatnya.

"Pagi, Pak Angga."

Lagi, Angga tak memedulikan sapaannya. Sialan, egonya tersentil. Dosen di depannya ini sama sekali tidak peduli. Bukan hanya itu, dia bahkan tak dianggap keberadaannya.

"Shobakhul khoir, Angga Sensei."

Kesal karena tak dibalas sapaannya oleh dosen itu bahkan menoleh sedikitpun tidak, Odelia menyapa dosen itu dengan bahasa Arab dan bahasa Jepang yang digabungkan menjadi satu. Ini kalau sering-sering seperti ini, yang ada Odelia malah masuk rumah sakit jiwa.

Sedangkan Angga, dia langsung melangkah meninggalkan Odelia. Hal itu membuat Odelia melebarkan matanya tak percaya, dia semakin dongkol dengan dosen killer itu. Odelia bersumpah, dia tidak akan pernah jatuh cinta dengan dosen menyebalkan seperti pak Angga, yang ada nanti setiap pagi malah makan hati. Yah, walaupun Angga adalah dosen muda yang tampan dengan banyak penggemar di kampus, kata Ify. Odelia tidak akan pernah jatuh cinta pada Angga.

"Pak, saya nyapa Bapak, lho," kata Odelia seraya mengikuti Angga dari belakang.

"Saya gak minta disapa sama kamu," balas Angga masih melangkah menjauh dari parkiran.

"Jarang-jarang, lho, Pak, saya nyapa dosen," ujar Odelia. Memang, ini pertama kalinya bagi Odelia menyapa dosen, jangankan menyapa, nama dosen yang sudah pernah mengajarnya saja dia tak tahu. Odelia tahunya masuk kelas, belajar, mengerjakan tugas, kemudian pulang.

"Saya gak peduli." Angga mempercepat langkahnya, membuat Odelia yang mengikutinya merasa lelah mengimbangi langkah pria itu, hingga mereka sampai di depan ruangan Angga, Odelia mengatur napasnya.

"Kalau kamu godain saya karena mau dapat nilai kelas kemarin, jangan harap saya tergoda. Nama kamu sudah masuk dalam daftar hitam dengan saya," tutur Angga membuat Odelia melongo tak percaya.

What the hell!? Namanya di-blacklist. Apa-apaan ini? Odelia tidak menyangka kalau kejadian kemarin, membuat namanya masuk ke daftar hitam dosen killer itu.

"Sekarang, kembali ke kelasmu," pungkas Angga kemudian masuk ke ruangannya, meninggalkan Odelia yang kini tengah dongkol.

"Ih, brengsek, dia pikir dia siapa?"

Odelia menghentakkan kakinya berkali-kali, melampiaskan semua kekesalannya lewat hentakkan kaki. Hari ini gagal lagi.

***

"Serius, Del?" Pertanyaan Ify yang seakan meragukan cerita Odelia membuat Odelia mendelik tajam. Setelah dari ruangan pak Angga tadi, Odelia langsung menemui Ify yang ternyata sudah tiba di kampus.

Saat ini, keduanya berada di kantin, karena kelas mereka mulai pukul 10 nanti.

"Dia sendiri yang cerita," ujar Odelia.

"Gak sopan lo sama dosen sendiri, ngomongnya kayak pak Angga gak punya nama aja," tegur Ify.

Baru saja, Odelia bercerita dengan Ify tentang namanya yang di-blacklist pak Angga di kantin kampus sembari menunggu masuk. Gadis itu saking kesalnya sama Angga, dia sama sekali tak ingin menyebut nama Angga.

"Lagian, tuh dosen, sok jual mahal banget," ujar Odelia lagi. Gadis itu sampai memukul-mukul meja berkali-kali untuk melampiaskan kekesalannya.

"Amit-amit gue punya cowok modelan kayak tuh dosen," imbuhnya.

Ify kembali tertawa, kemudian membalas perkataan Odelia barusan, "Kayak pak Angga mau sama lo aja."

"Bagus kalo gitu."

Saking kesalnya dengan Angga, Odelia sampai tak memakan mi kuah yang telah dia pesan dengan ibu kantin. Ini semua karena Angga, kalau saja kemarin dia tak diusir dari kelas dan dosen itu terpana melihat senyumnya, Odelia tak akan jadi seperti ini. Egonya tersentil lantaran dosen itu yang tak tertarik padanya. Angga adalah satu-satunya dosen dan pria yang tidak terpanah dengan senyumnya.

***

Memasuki rumah dengan mengendap-endap membuat Odelia was-was, takut mamanya bangun lantaran anaknya baru pulang pukul 12 malam sejak ke kampus tadi. Kalau papanya yang bangun paling cuma disuruh untuk ke kamar cepat-cepat sebelum mamanya bangun, tapi kalau mamanya yang bangun, yang ada dia dijewer habis-habisan.

"Duh, yang takut ketahuan."

Tubuh gadis itu menegang mendengar suara orang yang dia hindari. Mamanya adalah orang yang tengah dia hindari, saat ini tengah duduk di sofa ruang tamu sembari memainkan ponselnya dengan santai. Tanpa menoleh pada anaknya sama sekali.

"Mau uang jajan dipotong atau bersih-bersih rumah selama seminggu?" tawar mamanya.

Selalu seperti ini kalau dia pulang telat, jam pulang gadis itu sudah diatur mamanya, sebelum pukul 8 malam, dia sudah ada di rumah. Ini semua karena Angga, Odelia bahkan masih kesal dengan dosen itu, karena kesal dia mencari kesenangan dengan jalan-jalan ke mall dan bermain Timezone sepuasnya sampai lupa waktu. Belum lagi taksi online yang dia pesan selalu di-cancel.

Wajah Odelia langsung cemberut mendengar tawaran mamanya. Keduanya benar-benar tawaran yang buruk.

"Mama kok jahat banget sama anak sendiri?"

Oke, waktunya merengek pada mamanya, meminta untuk tidak dihukum.

"Anakmu ini capek, lho," rengek Odelia.

"Bersih-bersih, terus tidur. Mulai besok udah mulai bersih-bersih rumah."

Odelia menghentakkan kakinya berkali-kali, lantaran mulai besok akan bangun pagi-pagi sekali untuk bersih-bersih rumah sebelum ke kampus.

Odelia meninggalkan mamanya, menuju kamar. Tapi bukannya mendengar perkataan mamanya untuk bersih-bersih badan, Odelia langsung membaringkan tubuhnya di kasur dan terlelap.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status