Odelia menguap berkali-kali lantaran datang ke kampus pukul 6 pagi di saat belum ada siapa-siapa di kampus selain satpam kampus juga cleaning servis.
Saat ini, gadis itu tengah berada di parkiran khusus dosen. Kalau ditanya untuk apa, sudah pasti jawabannya untuk menunggu Angga dan membalaskan dendamnya. Jual mahal sekali dosen itu, menolaknya mentah-mentah, bahkan sama sekali tak tertarik dengan senyum menawannya. Hei, ini tak bisa dibiarkan, harga dirinya diinjak-injak oleh dosen killer itu.Waktu telah menunjukkan pukul 7 lewat 15 menit, satu per satu dosen datang silih berganti, tetapi Odelia sama sekali belum melihat kedatangan dosen killer yang satu itu. Kenapa lama sekali? Odelia benar-benar bosan menunggu, bahkan dia mengantuk menunggu kedatangan Angga."Tuh dosen jangan-jangan hari ini gak ada kelas, makanya gak datang-datang," gumam Odelia.Odelia berdecak kesal, sepertinya sia-sia saja dia duduk di sini sejak pukul 6 pagi, tapi orang yang dia tunggu-tunggu malah tak datang. Lebih baik dia pergi saja, buang-buang waktunya, tapi ketika akan meninggalkan parkir, kedatangan seorang dosen dengan motor matic membuat Odelia mengurungkan niatnya. Dalam hati, gadis itu terus berdoa, "Semoga saja itu pak Angga."Dia benar-benar berharap kalau dosen yang baru saja tiba itu adalah pak Angga.Doanya dikabulkan secepat itu, ketika dia melihat dosen itu melepas helmnya. Odelia tersenyum lebar sembari menghampiri Angga yang masih merapikan penampilannya. Angga memang tampan, tapi Odelia tak akan tertarik pada dosen muda nan killer seperti Angga."Morning, Pak Angga," sapa Odelia dengan memamerkan senyum terbaik yang dia punya. Baiklah, kita lihat, sampai di mana dosennya ini bertahan.Sapaan Odelia tak dibalas oleh dosen yang tengah sibuk merapikan penampilannya itu, membuat Odelia dongkol melihatnya."Pagi, Pak Angga."Lagi, Angga tak memedulikan sapaannya. Sialan, egonya tersentil. Dosen di depannya ini sama sekali tidak peduli. Bukan hanya itu, dia bahkan tak dianggap keberadaannya."Shobakhul khoir, Angga Sensei."Kesal karena tak dibalas sapaannya oleh dosen itu bahkan menoleh sedikitpun tidak, Odelia menyapa dosen itu dengan bahasa Arab dan bahasa Jepang yang digabungkan menjadi satu. Ini kalau sering-sering seperti ini, yang ada Odelia malah masuk rumah sakit jiwa.Sedangkan Angga, dia langsung melangkah meninggalkan Odelia. Hal itu membuat Odelia melebarkan matanya tak percaya, dia semakin dongkol dengan dosen killer itu. Odelia bersumpah, dia tidak akan pernah jatuh cinta dengan dosen menyebalkan seperti pak Angga, yang ada nanti setiap pagi malah makan hati. Yah, walaupun Angga adalah dosen muda yang tampan dengan banyak penggemar di kampus, kata Ify. Odelia tidak akan pernah jatuh cinta pada Angga."Pak, saya nyapa Bapak, lho," kata Odelia seraya mengikuti Angga dari belakang."Saya gak minta disapa sama kamu," balas Angga masih melangkah menjauh dari parkiran."Jarang-jarang, lho, Pak, saya nyapa dosen," ujar Odelia. Memang, ini pertama kalinya bagi Odelia menyapa dosen, jangankan menyapa, nama dosen yang sudah pernah mengajarnya saja dia tak tahu. Odelia tahunya masuk kelas, belajar, mengerjakan tugas, kemudian pulang."Saya gak peduli." Angga mempercepat langkahnya, membuat Odelia yang mengikutinya merasa lelah mengimbangi langkah pria itu, hingga mereka sampai di depan ruangan Angga, Odelia mengatur napasnya."Kalau kamu godain saya karena mau dapat nilai kelas kemarin, jangan harap saya tergoda. Nama kamu sudah masuk dalam daftar hitam dengan saya," tutur Angga membuat Odelia melongo tak percaya.What the hell!? Namanya di-blacklist. Apa-apaan ini? Odelia tidak menyangka kalau kejadian kemarin, membuat namanya masuk ke daftar hitam dosen killer itu."Sekarang, kembali ke kelasmu," pungkas Angga kemudian masuk ke ruangannya, meninggalkan Odelia yang kini tengah dongkol."Ih, brengsek, dia pikir dia siapa?"Odelia menghentakkan kakinya berkali-kali, melampiaskan semua kekesalannya lewat hentakkan kaki. Hari ini gagal lagi.***"Serius, Del?" Pertanyaan Ify yang seakan meragukan cerita Odelia membuat Odelia mendelik tajam. Setelah dari ruangan pak Angga tadi, Odelia langsung menemui Ify yang ternyata sudah tiba di kampus.Saat ini, keduanya berada di kantin, karena kelas mereka mulai pukul 10 nanti."Dia sendiri yang cerita," ujar Odelia."Gak sopan lo sama dosen sendiri, ngomongnya kayak pak Angga gak punya nama aja," tegur Ify.Baru saja, Odelia bercerita dengan Ify tentang namanya yang di-blacklist pak Angga di kantin kampus sembari menunggu masuk. Gadis itu saking kesalnya sama Angga, dia sama sekali tak ingin menyebut nama Angga."Lagian, tuh dosen, sok jual mahal banget," ujar Odelia lagi. Gadis itu sampai memukul-mukul meja berkali-kali untuk melampiaskan kekesalannya."Amit-amit gue punya cowok modelan kayak tuh dosen," imbuhnya.Ify kembali tertawa, kemudian membalas perkataan Odelia barusan, "Kayak pak Angga mau sama lo aja.""Bagus kalo gitu."Saking kesalnya dengan Angga, Odelia sampai tak memakan mi kuah yang telah dia pesan dengan ibu kantin. Ini semua karena Angga, kalau saja kemarin dia tak diusir dari kelas dan dosen itu terpana melihat senyumnya, Odelia tak akan jadi seperti ini. Egonya tersentil lantaran dosen itu yang tak tertarik padanya. Angga adalah satu-satunya dosen dan pria yang tidak terpanah dengan senyumnya.***Memasuki rumah dengan mengendap-endap membuat Odelia was-was, takut mamanya bangun lantaran anaknya baru pulang pukul 12 malam sejak ke kampus tadi. Kalau papanya yang bangun paling cuma disuruh untuk ke kamar cepat-cepat sebelum mamanya bangun, tapi kalau mamanya yang bangun, yang ada dia dijewer habis-habisan."Duh, yang takut ketahuan."Tubuh gadis itu menegang mendengar suara orang yang dia hindari. Mamanya adalah orang yang tengah dia hindari, saat ini tengah duduk di sofa ruang tamu sembari memainkan ponselnya dengan santai. Tanpa menoleh pada anaknya sama sekali."Mau uang jajan dipotong atau bersih-bersih rumah selama seminggu?" tawar mamanya.Selalu seperti ini kalau dia pulang telat, jam pulang gadis itu sudah diatur mamanya, sebelum pukul 8 malam, dia sudah ada di rumah. Ini semua karena Angga, Odelia bahkan masih kesal dengan dosen itu, karena kesal dia mencari kesenangan dengan jalan-jalan ke mall dan bermain Timezone sepuasnya sampai lupa waktu. Belum lagi taksi online yang dia pesan selalu di-cancel.Wajah Odelia langsung cemberut mendengar tawaran mamanya. Keduanya benar-benar tawaran yang buruk."Mama kok jahat banget sama anak sendiri?"Oke, waktunya merengek pada mamanya, meminta untuk tidak dihukum."Anakmu ini capek, lho," rengek Odelia."Bersih-bersih, terus tidur. Mulai besok udah mulai bersih-bersih rumah."Odelia menghentakkan kakinya berkali-kali, lantaran mulai besok akan bangun pagi-pagi sekali untuk bersih-bersih rumah sebelum ke kampus.Odelia meninggalkan mamanya, menuju kamar. Tapi bukannya mendengar perkataan mamanya untuk bersih-bersih badan, Odelia langsung membaringkan tubuhnya di kasur dan terlelap.***"Nyapu yang benar," tegur Sena membuat Odelia menggeram kesal.Waktu telah menunjukkan pukul 6 pagi, tapi pekerjaannya masih belum selesai. Seandainya kemarin dia tak pulang tengah malam, dia tak akan mendapatkan hukuman membersihkan rumah seminggu.Baru pagi ini dia menjalankan hukuman, tapi Odelia sudah merasakan lelah."Mama, cepak," keluh Odelia. Dia sudah menyapu lantai dua, yang terdapat ruang keluarga, perpustakaan pribadi, juga mushala. Kamarnya pun sudah dia bersihkan, kecuali kamar kedua orang tuanya.Gadis itu bahkan bangun pukul 5, lebih awal dari biasanya. Selepas menunaikan ibadah sholat subuh, dia langsung menjalankan hukumannya, membersihkan rumah. Dan sampai pukul 6 pagi pun, pekerjaannya belum selesai. Sisa lantai satu, dia akan membersihkan dua kamar tamu, ruang tamu, ruang kerja papanya, ruang tengah, juga dapur. Oh, astaga, dia juga akan membersihkan dua kamar mandi yang berada di dekat dapur. Gadis itu bahkan baru selesai membersihkan ruang tamu dan ruang tengah.
Odelia tersenyum lebar merasa bangga karena telah mendapatkan nomor ponsel Angga. Layar ponsel sejak tadi menyala, yang kini tengah terbuka room chat. Gadis itu ingin mengirimkan pesan pada Angga, tapi bingung ingin mengirimkan pesan seperti apa pada Angga. Dia tak bisa langsung ke intinya, yang ada Angga tak akan mau meladeni pesannya.Bertanya perihal materi besok? Yang ada nanti dosen killer itu tak akan membalas pesannya, itu yang sempat Ify katakan padanya jika ingin mengirim pesan pada Angga.Odelia :Pak AnggaPak AnggaPak AnggaPak AnggaPak AnggaSementara di seberang sana, Angga yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya memeriksa tugas mahasiswa, mengernyit mendengar notifikasi di ponselnya yang bertubi-tubi. Siapa yang mengirimkan dia pesan malam-malam seperti ini? Kalau itu mahasiswinya, Angga akan memarahinya.Kening pria itu masih mengernyit saat melihat pesan masuk dengan nomor yang sama sebanyak lima kali dan isinya sama semua.Angga pun penasaran, mulai membuka profi
Ketika ruangannya diketuk, Angga segera menegakkan badannya. Dosen itu tahu siapa yang kini mengetuk pintu ruangannya, karena dia baru saja memanggil orang itu. Sebelum Angga menyuruh orang di luar itu masuk, dia merapikan penampilan yang cukup berantakan, juga merapikan mejanya yang penuh dengan kertas-kertas resume mahasiswa-mahasiswinya yang sama sekali belum dia periksa sejak empat hari yang lalu.Pria itu tak bisa melakukan apapun jika tak mengetahui di mana keberadaan Odelia. Ya, sudah empat hari dia tak melihat Odelia, bertanya dengan teman-teman sekelas Odelia pun dia gengsi dan satu-satunya orang yang bisa dia tanyakan adalah Ify—sahabat Odelia—dan Ify saat ini sedang berada di luar. Angga tahu mereka bersahabat dari cerita dosen-dosen di kampus.Angga berdeham lalu menyuruh Ify untuk masuk."Masuk.""Permisi, Pak."Sedangkan Ify, dia benar-benar tak tahu kenapa bisa dia dipanggil oleh pak Angga. Kalau dia Odelia, dapat dipastikan anak itu akan senang karena Angga memanggilny
Odelia mengerling jail, menggoda Angga. Senyum jail gadis itu sama sekali tak luntur sejak Angga masuk hingga Angga duduk di ruang rawatnya. Sedangkan Angga, dia tak berkutik apalagi mengeluarkan suara lantaran di ruangan ini juga ada kedua orang tua Odelia."Pak, kangen banget yah sama saya sampai-sampai gak nanya saya ada di mana? Ditelpon juga gak diangkat-angkat."Angga tak menjawab pertanyaan menggoda dari Odelia, itu semua karena orang tua Odelia. Dia tadi sudah berkenalan dengan orang tua Odelia, dan ternyata ayah gadis itu mengenalnya karena bekerja di perusahaan ayahnya."Lia, jangan digodain pak Angga-nya," tegur Sena.Sontak gelak tawa Odelia pun terdengar dan kali ini benar-benar menyebalkan, Angga rasanya ingin meraup wajah Odelia dengan kedua telapak tangannya yang besar."Maafin Odelia, yah, Pak. Dia emang kayak gitu, pintar godain orang," ucap Sena merasa bersalah.Angga tersenyum kikuk. Tadi saat dia sampai di rumah Odelia, yang dia dapatkan rumah itu kosong, lampu ru
"Ah, maksud saya, izinkan saya menjaga Odelia malam ini di rumah sakit. Bapak dan Ibu pulang istirahat," ralat Angga membuat bibir Odelia mengerucut sebal.Odelia sudah melayang tadi mendengar perkataan Angga yang akan menjaganya, tapi ternyata dosennya itu meralat perkataannya. Oh, atau lebih tepat memperbaiki perkataannya.Sedangkan Angga, sejak tadi jantungnya tak berhenti berdetak kencang, apalagi mengingat perkataannya tadi. Makanya secepat mungkin dia meralat. Angga pun tak tahu kenapa dia berkata-kata seperti itu, bahkan secara tiba-tiba tanpa berpikir lebih dulu."Boleh kok, Pak. Pak Angga mau jagain saya, 'kan? Jagain seumur hidup juga boleh," kata Odelia.Sekalipun Angga meralat perkataannya, Odelia tak ingin kehilangan kesempatan ini. Kapan lagi coba, dosen killer sekaligus dosen yang sama sekali tak terpanah melihat senyumnya bisa menjaganya di sini, mereka akan berada di satu ruangan yang sama semalam."Mau macam-macam, 'kan, kamu sama pak Angga?" tuduh Sena membuat Odeli
"Morning, Pak Angga," sapa Odelia.Sementara Angga, bukannya membalas sapaannya tapi malah mengernyit kala melihat keberadaan Odelia. Bukankah gadis itu baru saja pulang kemarin sore dari rumah sakit? Tapi dia sudah masuk kuliah bahkan dengan cerianya menyapa Angga."Kamu kok udah masuk?"Odelia menggaruk kepalanya, berusaha mencari alasan yang tepat. Dia tak mungkin mengatakan pada Angga alasannya masuk kampus karena ingin cepat-cepat membuat dosennya ini terpesona padanya padahal dia masih masa pemulihan."Balas dulu sapaan saya, Pak." Alhasil, gadis itu meminta Angga membalas sapaannya, daripadanya harus menjawab pertanyaan Angga."Hmm, pagi.""Duh, manis banget sih, Pak, bikin saya meleyot," ungkap Odelia. "Awali pagi dengan yang manis-manis, contohnya lihat senyum saya, Pak. Makanya kalau ketemu saya jangan judes-judes, Pak.""Kamu kalau ketemu saya bisanya cuma gombal mulu," ujar Angga menggeleng pelan."Kenapa, Pak? Udah mulai suka sama saya?" Tanya Odelia dengan mata berbinar.
Caffe Americano dengan tulisan Starbucks ada di genggaman Odelia, gadis itu melangkah dengan riang menuju ruangan Angga. Siang pukul 1 seperti ini, biasanya orang-orang akan merasakan mengantuk, maka dari itu Odelia berinisiatif membelikan Angga kopi.Oh, bukan tanpa alasan, tentu saja dia ingin membuat Angga bisa terpanah melihat senyumnya. Gadis itu bukan hanya pintar menggoda, tapi juga sangat licik. Tapi tak terlalu licik, hahaha.Odelia mengetuk pintu ruangan Angga, dari sela-sela gorden jendela ruangan Angga, dia padat melihat Angga di tengah sibuk dengan laptopnya. Sudah pasti Angga sibuk, apalagi Angga yang baru saja menjabat sebagai sekretaris jurusan, pastinya Angga memiliki banyak kesibukan. Mulai dari merapikan arsip KRS mahasiswa, membuatkan undangan seminar proposal untuk mahasiswa semester akhir, membuat surat rekomendasi penelitian, dan masih banyak lagi."Masuk."Suara Angga yang menginterupsi masuk, membuat Odelia tersenyum lebar. Gadis itu berdeham pelan, merapikan
"Dia kenapa nangis, sih?" tanya Rayyan pada Ify ketika pria itu telah menyusul Odelia di kampus."Tuh, habis dimarahin dosen," jawab Ify membuat Odelia langsung memukulnya.Dia bukannya tidak ingin Rayyan tahu alasan dia menangis, tapi dia hanya tak mau nanti alasannya dimarahi dosen ketahuan. Bukankah itu memalukan? Di keluarga besarnya, semua orang tahu, bahwa tak ada satu pun laki-laki yang bisa menolak pesona Odelia dengan senyum ajaib miliknya.Kalau saja Rayyan tahu, bisa-bisa dia akan membongkarnya di grup WhatsApp keluarga dan berujung dia yang dibully.Ify mengelus tangannya yang tadi dipukul Odelia, perih hingga sekarang, bahkan memerah. Kalau saja di sini tak ada Rayyan—si sepupu Odelia yang super protektif—sudah Ify balas. Ya kali, Ify hanya diam saja."Lagian, ngapain sih lo? Kok bisa dimarahin dosen? Ngadi-ngadi," omel Rayyan. Bukannya mencoba menghibur Odelia, Rayyan malah mengomeli Odelia. Sekalipun Rayyan begitu over protektif pada Odelia, dia juga tak akan membela Od