Bab 60: 3M
Ibunda Karin kembali ke ruang tamu untuk menemui Olive. Beberapa saat mereka terlibat pembicaraan dengan suara yang sengaja dipelankan.
Akhirnya, Olive pun mengangguk untuk memenuhi permintaan ibu dari seniornya di Polda itu. Segera ia bangkit dari kursi tamu dan berjalan melewati ruang tengah, lalu berbelok ke kiri, keluar menuju teras samping di mana Karin berada.
“Mbak?” Sapa Olive dengan raut yang tampak segan.
Karin menoleh, dan mengulas sebuah senyum tipis nan hambar.
“Aku boleh duduk di situ?” Olive menunjuk sebuah kursi di samping Karin.
Karin hanya mengangguk sekali. Ekspresi wajahnya sendiri seakan sedang tidak ingin ditemui oleh siapa pun.
Olive melangkah mendekati Karin. Sebelum mengambil duduk ia menyempatkan diri untuk memeluk Karin yang masih saja termangu di kursinya. Dari situ Olive pun paham, betapa tertekannya batin sang Srikand
Bab 61:Ekstra Bakso It is work! Yeah, ternyata ini manjur!Setiap hari, pagi dan sore, Karin melakukan latihan karate, dengan fokus sasaran pada samsak yang ada tempelan kertas bertulisan ‘mantan’ itu.Secara perlahan bayang-bayang menyakitkan di dalam hati Karin pun mulai menipis. Ia semakin giat saja memukuli samsak dengan tangannya yang terbungkus sarung tinju.Di beberapa hari berikutnya setelah kedatangan Olive itu, Karin masih asyik memukuli samsak dengan aneka variasi serangan tinju. Jab, straight, counter strike, hook, uppercut, dan..,“Ciaatt..! Ciaaatt..!!”Bug! Bug! Bug!Bag, bug! Bag, bugg..!Lestari, alias Tari, keponakan Karin yang baru pulang kuliah, menghampiri dirinya yang terus berciat-ciat dan ber-gedebag-gedebug.“Tante. Aku lagi senang nih,” kata Tari sesampainya di samping Karin.“Kenapa?” S
Bab 62:Cie Cie “Wuiih..! Aku baru tahu ini,” kata Aje dalam hati.Warung bakso yang bernama Cie Cie ini ternyata bukan warung jajanan biasa. Tampak mukanya saja sudah kelihatan istimewa.Bentuk fisiknya sendiri berupa bangunan tunggal dengan ‘facing’ yang tepat menghadap ke arah jalan.Dinding-dinding dan tiang-tiangnya terbuat dari kayu yang divernis dan berkilat, sehingga menampilkan kesan klasik yang elegan, ‘ngademin’, dan membikin betah siapa pun yang duduk di dalamnya.Atapnya terbuat dari daun rumbia yang dianyam, berwarna coklat tua dan mengingatkan orang pada suasana desa yang damai dan bersahaja.Meja-meja dan kursi di dalamnya terbuat dari bambu, dan tersusun rapih sedemikian rupa dengan begitu apiknya.Tempat parkirnya sendiri cukup luas, dipenuhi dengan aneka macam kendaraan, baik itu sepeda motor mau pun mobil berbagai jenis dan wa
Bab 63:Sarung Tinju Karin pun menghentikan aktifitasnya memukuli samsak. Kedua tangannya yang terbungkus sarung tinju menahan samsak supaya berhenti bergoyang-goyang.Kepalanya ia miringkan sedikit, dan telinganya ia pasang untuk menangkap suara yang samar-samar ia dengar dari arah depan rumahnya itu.“Ayo-Food..!”“Ayo-Food..!”Sepertinya, itu adalah pesanan yang dibuat Tari keponakannya tadi. Setelah benar-benar yakin bahwa panggilan itu berasal dari depan rumahnya sendiri, Karin pun meninggalkan samsak dan memasuki rumah lewat pintu samping.Ia menoleh-noleh, mencari Tari sang keponakan. Suasana rumahnya sepi. Kedua orang tua Karin kebetulan juga sedang tidak berada di rumah.“Tari!” Panggil Karin sembari melangkah menuju ke kamar Tari.“Lestari..! Tarii..!”Tetapi, tidak ada sahutan dari keponakannya itu.&ld
Bab 64:Di Naikin Di teras samping, begitu lahapnya Tari menyantap mie ayam. Sementara Karin yang masih terkenang momen beberapa saat yang lalu di depan rumah, menyantap mie ayamnya dengan pandangan yang kosong.Selera makan sang janda Polwan ini perlahan hilang. Satu dua sendok yang berhasil ia suapkan tadi pun tidak berhasil ia nikmati dengan lidahnya. Terasa hambar saja.“Tante, baksonya tidak dimakan?” Bertanya Tari sang keponakan dengan heran, sambil menunjuk bakso di mangkok Karin dengan ujung garpunya.“Hemm,” sahut Karin, tanpa memaksudkan apa-apa.“Aku boleh minta baksonya, Tante?”“Ambillah.” Karin tetap termangu, dipilin oleh memorinya sendiri.Tari yang sudah mengkhatamkan seporsi mie ayamnya pun menggerakkan garpunya, bermaksud untuk menusuk sebuah bakso di mangkok bibinya itu. Cus!Tari mengambil bakso telor dan m
Bab 65:Masih Tentang Naikin Olive sampai di rumahnya sudah hampir pukul tujuh malam. Ia memarkirkan mobilnya persis di samping mobil ayahnya.Setelah itu ia pun memasuki rumah. Langkah kakinya terasa berat sekarang ini. Demikian juga hatinya yang digelayuti rasa kesal dan juga rindu.Rindu?“Kurang asem kamu, Kal!” Olive merutuk-rutuk dalam hati.“Dasar penjahat! Tega-teganya kamu menyiksa anak gadis orang!”“Tega-teganya kamu membikin aku rindu!”“Apa pula ini?? Haahh?? Apa pula ini?? Kenapa jari tengah dan jari telunjukku berkait lagi?!”Di ruang depan, Olive bertemu dengan ibunya, juga ayah tirinya yang tengah duduk bersantai menonton televisi.“Tumben, lambat pulang,” menyapa sang ibu.Olive menyalami ibunya, menyusul ayah tirinya juga.“Banyak tugas?” Tanya sang ibu lagi.
Bab 66:Sekali Lagi Tentang Naikin Apakah Polwan kita yang satu ini akan putus asa untuk ‘mengkadali’ Hekal Pratama? Tentu saja tidak.Setelah berpikir mencari-cari ide, akhirnya ia pun mendapatkannya. Untuk itulah, ia kemudian mengambil ponselnya dan langsung saja melakukan panggilan terhadap Hekal.Sudah berapa lama Olive tidak mendengar suara Hekal? Satu minggu? Dua minggu? Satu bulan? Sekitar itu.Namun rasanya, lamaaaa.. sekali, pakai banget! Pakai kuadrat lagi!Hati Olive mendadak saja berdebar-debar. Ritme jantungnya semakin tinggi ketika ia memencet tombol ‘panggil’ di menu kontak. Ia pun menempelkan ponsel ke telinganya sendiri.Tak ada suara NSP atau nada sambung pribadi yang biasanya berupa lagu. Yang ada hanya suara..,Tuuuut..! Tuuuutt..!“Angkat teleponku, dong, Kal! Jangan kentut saja kamu!”Setelah mengulang beberapa
Bab 67:Sembilu Maka begitulah, telepon-teleponan dan kadal-kadalan yang terjadi antara Olive dengan Hekal. Olive begitu bahagia sebab tak lama lagi ia akan bertemu dengan lelaki yang mulai dicintainya.Sementara Hekal cukup gembira sebab ia akan mendapat uang dengan jumlah yang dua kali lipat dari penghasilan maksimalnya ngojek di hari libur.Sementara itu…,Pukul sepuluh malam. Di dalam kamarnya, Aje berbaring miring sembari mengelus-elus rambut Tiara yang telah tertidur di dalam pelukannya.Matanya terpaku pada satu bidang di dinding kamar, dan terus memandang ke arah itu dengan tatapan yang kosong.Bayangan-bayangan yang menakutkan terus saja menghantui sang duda ini. Pemicunya, tentu saja momen mengejutkan yang ia alami tadi sore di jalan Asoka 2.Pasalnya, tentu saja orderan Ayo-Food yang ternyata dilakukan oleh seorang Polwan yang pernah menghajarnya dulu di depan min
Bab 68:Jangan Lari Dariku “Ayim, kalau aku pergi, kamu mau menikah lagi?”“Hush! Jangan bilang begitu, Na. Kamu akan segera pulih, Sayang. Kamu akan sembuh. Kita akan hidup bersama sampai tua. Kita akan mengasuh anak kita sampai dia besar, menyekolahkan dia, mengantarkan dia ke karnaval, dan menyaksikan dia ketika nanti diwisuda.”“Tapi, Ayim..,”“Sudah, jangan ngomong yang tidak-tidak. Aku minta kamu jangan melupakan satu hal yang ini, yaitu aku cinta kamu, Diana. Mulai sekarang, aku akan bekerja keras untuk mengumpulkan biaya operasi lahiran anak kita, juga operasi pengangkatan rahim kamu.”“Ayim… aku boleh minta sesuatu ke kamu?”“Iya, apa itu?”“Kamu janji akan memenuhi permintaanku ini?”“Iya.”“Janji?”“Iya, aku janji.”&l