Share

kamar bayi

Author: Mustika Ainel
last update Last Updated: 2022-06-23 11:49:49

Dengan langkah gontai Rara berlari kecil untuk sampai di kamar tersebut.

"Bunda! Tunggu!" teriak Ridwan mencegah Rara.

Namun Rara tetap melanjutkan langkahnya.

Rista dan Vina pun ikut panik melihat aksi Rara.

Rara meraih gagang pintu kamar dan membukanya dengan sekuat tenaga. Mata Rara membulat sempurna melihat pemandangan di dalam.

Semakin menambah rasa sakit yang baru di torehkan suaminya.

Kamar yang dulu sering ditempati oleh Rara saat menginap di sini sekarang sudah disulap menjadi kamar bayi. Bukan, Kamar ini sudah di renov menjadi Kamar bayi namun tetap berdampingan dengan tempat tidur Ridwan dan Rara. Maksudnya Ridwan dan istri barunya.

Rara mematung di daun pintu melihat setiap sudut ruangan yang ada di kamar itu semuanya, mata Rara tertuju tempat tidur bayi yang sudah disediakan di kamar itu dengan nuansa biru. Dinding Kamar diberikan stiker-stiker khas anak laki-laki. Tempat tidur yang dulu punya kenangan bersama Ridwan saat ini sudah di rubah menjadi tempat tidur Ridwan dan istri barunya. Hati Rara benar-benar sakit melihat semua itu.

"Ternyata kamu sudah menyiapkan sedemikian rupa untuk menyambut buah hati bersama selingkuhanmu?" Gumam Rara.

Meskipun pun hatinya nyeri, tapi dia tahan. Dia tidak ingin dilihat terpukul dengan keadaan ini.

Rara masuk kedalam menyelisik setiap ruangan itu lebih detail.

Langkah Rara terhenti di meja rias, mengambil salah satu skincare yang tertata rapi di sana, skincare yang sama persis yang Rara pakai, tentu harganya tidaklah murah. Semua peralatan make up itu sama persis apa yang Rara gunakan sehari-sehari termasuk parfumnya persis yang Rara kenakan.

"Jika apa yang dipakai perempuan ini sama persis dengan yang aku pakai juga, itu berarti perempuan ini tau aku, atau?"

"Mas! Kamu jelaskan kenapa semua skincarenya sama persis dengan yang aku pakai? Apa istri barumu yang minta? Apa maksudmu Mas? Siapa perempuan itu? Apa dia kenal aku?" tanya Rara beruntun.

Ridwan hanya tertunduk lesu di pintu kamar melihat aksi Rara mengacak-ngacak kamar itu. "Mas! Jawab!" hardik Rara.

"Bun, dengarkan Papa dulu, kenapa semuanya sama? Itu karena Papa sayang sama bunda, Papa ingin dia juga sama seperti bunda, agar Papa nggak lupain bunda saat Papa bersamanya."

Rara hanya tersenyum kecut menanggapi jawaban suaminya, rasa sakit itu kian bertambah mendengar penuturan Ridwan barusan, benar-benar tidak percaya bahwa alasannya seperti itu.

Rara menaruh kembali skincare itu ke tempat semula, kembali Rara melihat dan mencari tahu siapa perempuan yang sudah membuat Ridwan mencuranginya, namun naas, tidak ada foto wanita itu di kamar. Mata Rara tertuju pada ranjang tidur. Ranjang yang dulu mempunyai kenangannya yang selalu berbeda-beda di setiap moment kala sedang menginap di sini, sekarang Rara membayangkan bagaimana suaminya bercumbu di sana bersama wanita selingkuhannya.

Sungguh ini sangat menyakitkan. Rara duduk di sisi ranjang itu, meraba tempat tidur itu dengan sesak yang kian berat.

Reflek Rara melemparkan bantal itu ke arah muka Ridwan.

"Kamu jahat! Kamu jahat!" teriak Rara.

Ridwan tidak menipis dan tidak melarang Rara untuk terus memukulnya, Ridwan tau apa yang dirasakan istrinya saat ini.

Ridawa mencoba meraih tangan Rara untuk menahan dan menghentikan nya.

"Bunda, ayok kita bicara baik-baik dulu. Biarkan Papa menjelaskan semuanya dulu, plisss beri Papa kesempatan untuk menjelaskannya." Mohon Ridwan pada Rara.

Rara menepis kuat tangan itu hingga Ridwan terhuyung akibat dorongan Rara.

"Jangan sentuh aku, Mas, aku jijik!"

sungut Rara penuh emosi.

Ridwan menatap Rara memelas memohon pengertian Rara.

Vina dan Rista di luar kamar hanya menyimak dengan perasaan yang penuh kekhawatiran. Khawatir jika Rara akan meminta cerai Ridwan atas apa yang sudah Ridwan lakukan.

Rista juga tidak bisa banyak ikut campur dengan urusan rumah tangga anaknya. Tapi Rista merasa bersalah karena merestui pernikahan kedua anak laki-laki tertuanya ini.

"Tolong jawab jujur! Siapa wanita itu?! Dimana dia sekarang?" pinta Rara.

Ridwan sangat berat mengatakan sebenarnya wanita itu siapa, entah kenapa Ridwan merasa belum waktu yang tepat untuk Rara tau kebenarannya.

Beruntung Sekali tadi Ridwan meminta Vina untuk menyimpan foto-fotonya dan istri keduanya.

Sehingga Rara saat ini tidak mengetahui siapa wanita itu.

"Kita bicara di rumah, Sayang, ya. kita pulang dulu ya! Nanti kita bicarakan ini dirumah," Ridwan memohon.

Rara menatap Ridwan tak percaya, Laki-laki yang sudah lima belas tahun membersamainya, menjalani lika-liku kehidupan asam manis selama ini, ternyata tega mendua disaat sebentar lagi usia pernikahan mereka anniversary yang ke enam belas.

"Jika Mas tidak ingin memberitahu aku, maka aku yang akan cari tau sendiri." Ucap Rara.

Ridwan menarik nafasnya berat, lalu membuangnya dengan kasar.

"Nak, boleh Mama bicara sama kamu?" Rista datang dari luar.

Rara menoleh Mama mertuanya dengan tatapan dingin.

Selama ini Rara sudah menjadi menantu yang saat baik kepada Mama mertuanya. Tapi kenapa justru Rista juga ikut andil dalam kebohongan ini. Tidak pernah memberitahukan padanya bahwa anaknya sudah bermain curang di belakangnya.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan, Ma. Semua sudah terlambat. Aku tidak ingin mendengar apapun alasan yang akan Mama berikan padaku, aku kecewa pada kalian semua!"

Rara berucap dengan suara bergetar menahan emosi yang memuncak di dalam dada.

Menatap satu persatu wajah mereka.

Rista terdiam, benar adanya semua sudah sangat terlambat. Jika waktu itu dia tidak mendengar ucapan Ridwan, mungkin ini tidak akan terjadi.

Rara tidak menemukan jawaban atas rasa curiganya, wanita selingkuhan suaminya tak ia temukan di kamar itu.

"Kamu jangan pulang ke rumah! aku gak sudi laki-laki tukang selingkuh memasuki rumahku." Tegas Rara pada Ridwan.

Rara mencoba berpura-pura tegar di hadapan keluarga suaminya.

Rara tidak ingin dianggap lemah dan bucin seperti kebanyakan orang-orang di luar sana.

"Bunda, jangan seperti itu, Itu juga rumah Papa, mana mungkin Papa tidak dibolehkan pulang." Kata Ridwan.

Rara tak menggubris ucapan Ridwan, Rara kembali membuka laci yang ada di meja Rias

Kembali mata Rara membulat sempurna melihat apa yang ada si dalam. Satu set perhiasan mewah sama persis yang Rara punya ada di laci tersebut.

Rara mengamati dengan seksama, adakah perbedaan dengan apa yang dia punya, ternyata semua sama tidak ada perbedaan. Rara menatap Ridwan tajam.

"Ini apa? Kamu belikan wanita selingkuhanmu perhiasan mahal ini?" tanya Rara dengan nafas naik turun.

"Apa? Papa selingkuh?" Hanum tiba-tiba di daun pintu kamar.

Semua mata tertuju pada Hanum.

Ridwan sangat panik mendapati putri semata wayangnya mendapati apa yang sedang disembunyikan selama ini.

"Kakak? Sejak kapan kamu di situ, Nak?" tanya Ridwan dengan lembut.

"Tidak penting sejak kapan, Pa? Papa jahat! Papa sudah nggak sayang Bunda dan Kakak!" Anak itu menangis mendapati kenyataan lelaki cinta permatanya berkhianat.

Hanum benar-benar merasa kecewa mendengar semuanya. Bahkan sakitnya Hanum mengalahkan sakitnya Rara.

"Itu nggak benar Sayang, kamu salah dengar, Nak. Papa sayang kalian berdua, Percayalah."

Jelas Ridwan.

Hanum berlari keluar rumah. Hanum ingin pulang, Hanum benar-benar sangat kecewa pada Ridwan.

Rara dan Ridwan panik melihat Hanum yang pergi tanpa pamit.

Rara pun berlari mengejar Hanum begitu juga, dengan ridwan.

"Kakak! Tunggu Bunda, Nak!" teriak Rara.

Rara panik, takut Hanum melakukan sesuatu yang akan membahayakan dirinya.

Sesampai di luar rumah, Hanum masuk ke dalam mobil dan menutup pintu dengan sangat kuat.

Rara dan Ridwan lega melihat Hanum masuk ke mobil.

"Huff, syukurlah dia tidak melakukan hal yang membahayakan." Gumam Rara.

"Kita pulang ya, Nak. Tunggu bunda sebentar, kamu jangan kemana-kemana dulu, ya." Pinta Rara saat menghampiri Hanum di dalam.

Ridwan hanya menatap hanum dari teras. Ridwan tidak punya keberanian untuk menemui Hanum saat ini. Biarlah nanti bundanya yang menenangkan. Pikirnya.

Rara kembali masuk kerumah dan menuju ke kamar tadi. Tanpa mengucapkan satu katapun Rara melewati Ridwan.

"Bunda," lirihnya memelas. Ridwan mengikuti langkah Rara dari belakang.

Sesampai di kamar Rara mengambil semua perhiasan yang ada di laci itu. Bukan hanya, satu set, tapi ada tiga set perhiasan mahal yang semuanya sama persis seperti yang Rara punya. Dan memasukan ke dalam tasnya.

"Bunda! mau Bunda apakan itu perhiasan?" tanya Ridwan panik.

"Kamu beli ini pasti pakai uangku bukan? Maka ini adalah hakku."

Ucap Rara lantang.

"Kamu bebas membelikan apa saja untuk orang lain, asalkan itu uangmu sendiri. Bukan uangku." Sindri Rara lagi.

Rara pergi berlalu keluar menuju mobilnya untuk pulang. Mencari tahu kebenaran siapa selingkuhan suaminya.

Sampai di depan pintu kamar Rara kembali menoleh ke belakang dan berkata.

"Aku pastikan kurang dari 24 jam aku akan mengetahui siapa wanita itu, Mas! Kamu catat! Itu!" Gertak Rara.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Acara tujuh bulanan di rumah mertua di wa story ipar   Akhir kisah

    Ke esokan harinya, Rara dan Hanum pergi ketempat Ridwan berada. "Kak, Kakak mau nyekar ke makam, Oma Dulu apa ke rumah Papa, Dulu?""Kita nyekar dulu, Bun. habis itu baru ke rumah, Papa.""Baik, Kak." Rara melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang agar segera sampai di sana. "Eh, tapi, Bun. nggak usah nyekar dulu, Bun. kita kerumah, Papa dulu. Baru nanti habis itu kita nyekar ke makam, Oma." Rara menuruti semua apa maunya Hamum saja. yang terpenting bagi Rara saat ini Hamum jauh lebih bahagia dan sudah bisa legowo dengan keadaan apapun. Mobil yang membawa mereka sudah masuk ke gang rumah kontrakan Ridwan. Dari jauh tanpak orang-orang ramai di depan kontrakan itu. tak berselang lama dengan arah berlawan Muncul lah mobil Dimana tunangam Vina. di susul juga dengan kedatangan mobil Anton. "Itu kenapa rame-rame begitu, Kak ya? itu ada mobil Om anton sama Mobil Om Dimas juga." "Ada acara kali, Bun.""Kak. tapi itu ada bendera kuning juga di depan kontrakan, Kak,""Ayok kita turun,

  • Acara tujuh bulanan di rumah mertua di wa story ipar   Ingatan di masa lalu

    Kalau memang masih ada rasa, kenapa tidak kembali lagi, Bun? biar kita menjadi keluarga yang utuh kembali." cicit Hamum lagi. deg! dada Rara berdebar hebat, hatiny mulai tidak karuan."Kak, tidak semudah itu untuk sebuah kata kembali, Kak.""Tapi seandainya, Papa meminta apa, Bunda akan menolak?""Kak, Kakak kenapa? kenapa dari tadi menanyakan masalah pernikahan melulu.""Jujur saja dari, Kakak, Bun. Kakak ingin Bunda bersatu kembali sama, Papa. kita jadi satu keluarga utuh lagi. Kakak sayang bangat sama kalian berdua, Bun.""Kakak ngaco kalo ngomong. Sudah lah, Kak. Bunda mau mandi dulu.""Tapi bunda masih ada rasakan sama, Papa." Rara hanya menoleh sesaat lalu kembali masuk ke dalam. sambil mandi Rara terus kepikiran dengan ucapa Hanum anaknya. Rara sendiri menanyakan itu pada pantulan bayangannya di kaca kamar mandi. "Apa benar aku masih mencintai, Mas Ridwan? apa benar selama ini aku seperti mati rassa pada lawan jenisku? tapi kenapa? kenapa disaat dekat dengannya seperti

  • Acara tujuh bulanan di rumah mertua di wa story ipar   masih adakah untuk Papa, Bun?

    Hamum memeluk Rara penuh dengan kegirangan dan kebahagiaan. pasalnya, hari ini dia sudah pakai toga tanda kelulusan. "Bunda, Kakak senang banget, Bun. Alhamdulillah, Kakak sudah lulus.""Iya, Kak. Bunda turut senang, selamat ya untuk anak, Bunda. Alhamdulillah, Bunda bangga sekali sama, Kakak karena Kakak sudah lulus melewati ujian ini." Tutur Rara seraya kembali memeluk hamum.Wajah Hanum yang tadinya bahagia, Sesaat kemudia berubah sendu. Hamum melihat ke kiri dan ke kanan, dan mengedar pandangan kesemua arah. Hanum beraharap akan ada kejutan di hari yang spesial ini. tapi nyatanya tidak. Rara juga tengah menunggu orang yang sama yang dicari Hanum. "Mas, kamu bilang mau datang, mana? Andai kamu melihat, Hanum tenngah menunggumu di sini." Rara membatin.melihat orang-orang berfoto bersama dengan ayah, membuat hati Hanum berkedut nyeri. "Pa, andai Papa datang? andai Papa ada di sini. "meskipun, Hamum belum secara langsung menghubungi Ridwan, tetap hati Hamum sudah memaafkan, Ridwan

  • Acara tujuh bulanan di rumah mertua di wa story ipar   Apa kamu sakit, Mas?

    Ridwan dan Rara sama-sama menoleh dan netra mereka bertemu. "Mas,""Ra," mereka kompak saling menyapa. Rara tersenyum begitu juga dengan Ridwan."Ini kejutan bagi, Mas, Ra. Mas nggak nyangka kamu akan datang.""Vina anak baik, Mas. dia datang ke rumah bersama calonnya mengundang secara langsung. Rasanya tidak pantas jika aku tidak datang. itu artinya aku masih dianggap keluarga oleh,Vina." Tutur Rara pelan. karena jarak mereka berdekatan. "Iya, Ra, kita masih keluarga, dan kamu hari ini cantik sekali… kamu sangat cantik." tentu itu hanya Ridwan ucapkan dalam hatinya. "Dua minggu lagi, Kakak wisuda, Mas.""Iya, Mas tau. Insya Allah, Mas akan usahakan datang." "ugh!" Ridwan meringis kesakitan. Perutnya tiba-tiba perih. Ridwan mencoba untuk tetap menahannya agar tidak ada yang tau kalau Dia tengah merasakan sakit yang luar biasa. "Mas, kamu kenapa?" Rara yang mendapati ridwan meringis menahan sakit. "Hm… nggak apa-apa, Ra.""Kamu pucat, Mas. Apa kamu sakit?""Nggak, Ra. Mas baik-ba

  • Acara tujuh bulanan di rumah mertua di wa story ipar   tunangan

    "Siapa yang datang kemari? apa ada uang mau bikin baju, lagi?"Dimas dan Vina keluar dari dalam mobil, Rara terkejut. "Vina?" ucap Rara tidak percaya. Rara segera keluar dari ruang meetingnya untuk menyambut kedatangan Vina. terlebih dahulu Rara menunda meeting itu setelah nanti Vina pulang. Rara rasanya bahagia sekali melihat perubahan Vina. Vina benar-benar membuktikan apa yang dia janjikan. "Assalamualaikum," Sapa Vina. "Waalaikumsalam." Rara menjawab salam Vina seraya keluar dari ruang meeting nya. "Mbak, apa kabar?" Vina bersalaman dengan Rara dan cipika cipiki. Entahlah semua seperti kebetulan atau memang sudah diatur oleh yang diatas. hari ini Rara memakai jilbab hadiah dari Vina. Wajah Vina sumringah bahagia mendapati pemberiannya dipakai oleh Rara. "Ada angin apa ini sampai datang kemari? ini siapa?" tanya Rara sambil menaruh minuman kemasan di atas meja. Vina menatap Dimas seraya tersenyum. "Aku kesini ingin silaturahmi aja, Mbak. sekalian aku mau ngasih, Mbak ini."

  • Acara tujuh bulanan di rumah mertua di wa story ipar   Sebuah kejujuran

    "Dim, Maaf kita belum saling mengenal, Dim. kamu belum tahu aku, pun sebaliknya aku juga belum tau kamu. Aku belum bisa jika kamu minta aku menjawab sekarang. Tapi jika kami ingin kita dekat, aku siap untuk kita saling mengenal terlebih dahulu.""Baik, Vin. Aku tau ini terlalu mendadak. Aku paham kok. Aku siap nunggu kamu kapanpun kamu bersedia." Tutur Dimas lembut. "Terima kasih, Dim.""Aku yang berterima kasih, Vin. karena kamu sudah mau memberi kesempatan untuk kita saling mengenal terlebih dahulu."Vina benar-benar takut dengan keseriusan Dimas. Hal yang ditakuti vina selama ini akhirnya terjadi juga. bagaimana nanti jika Dia tau bahwa Vina sudah tidak lagi suci. Apa Dimas masih bisa menerima, Vina dalam keadaan kotor. namun untuk jujur pun Vina tak berani. malu? iya jelas Vina sangat malu. "Apa sebaiknya aku beranikan diri untuk jujur? jika Dimas benar mencintaiku, pasti dia akan tetap menerima aku." Vina berbicara dengan diri sendiri. ******"Kamu mau pesan apa?" tanya Dim

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status