Share

bab 5

Penulis: Mustika Ainel
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-20 02:51:21

Rara,Vina, Rista Mama mertua sudah berkumpul di ruang keluarga. 

Sementara Hanum minta untuk ke kamar Vina terlebih dahulu yang berada di depan ruang tamu. 

Meskipun bingung Hanum tetap mengikuti perintah Bundanya. Hanum tau ada hal yang belum boleh didengar tentang obrolan di luar sana. Meskipun hanun merasa Bundanya menutupi sesuatu, tetapi Hanum mencoba menepis semuanya jika itu baik-baik saja. Tidak ada yang  harus Hanum khawatirkan. 

Hanum sudah tumbuh remaja, Hanum sedang berada di fase puber pertamanya saat ini. 

Hanum sering menceritakan pada Bundanya bahwa dia sudah mulai punya ketertarikan dengan lawan jenisnya. 

Sebagai orang tua yang welcome untuk anak semata wayang, bagaimana Rara memberitahu untuk mengontrol pergaulan anaknya agar tidak salah berteman dan bergaul. Ada batasan-batasan yang harus dijaga sebagian perempuan. Apalagi di masa puber pertama. 

Rara dan Ridwan selalu membuka diri menjadi tempat ternyaman anaknya untuk bercerita. Apapun yang sedang dialami dan dirasakan oleh putri semata wayang mereka. 

Itu adalah bentuk bukti cinta mereka menjaga Hanum. 

"Ma, aku datang kesini selain ingin menjenguk Mama, ada hal yang ingin aku tanyakan, mungkin mama sudah tau itu apa."

 Ucap Rara. 

Rista hanya tertunduk, tidak tahu harus memulai darimana untuk memberitahukan ini. 

Sementara Vina hanya diam. 

"Siapa yang hamil di keluarga kita, Ma? Kenapa acaranya di rumah Mama?" tanya Rara langsung pada intinya. 

Rista menarik nafasnya dalam dengan wajah yang sulit diartikan menatap Rara. 

"Itu Mbak Dwi yang bikin acara disini Mbak, kan aku dah bilang kemarin," seloroh Vina. Rara menatap Vina pekat. Vina pun salah tingkah, Vina memutar-mutar ibu jarinya yang saling bertautan. 

"Tapi Dwi nggak nggak hamil, Vin. Dwi yang mana yang kamu maksud?" tanya Rara. 

"Hm, anu…  Mbak Dwi istri Mas Dito, Mbak." 

Rara hanya tersenyum kecut mendengar pernyataan Vina. 

"Nak, dengarkan  Mama … Mama tahu ini salah, tapi Mama juga tidak bisa ikut jauh dengan kebohongan ini, Nak. Maafin Mama ya, jika Mama tidak bisa mencegah semuanya." Ujar Rista dengan dengan sangat tenang. 

Wajah Vina seketika memerah menatap Mamanya akan mengatakan yang sebenarnya. 

"Katakan, Ma. Aku akan lebih sakit jika tahu dari orang lain." 

"Bukan Dwi yang melaksanakan tujuh bulanan kemarin, tapi…." 

"Assalamu'alaikum, Ma," sapa Ridwan dari luar memotong pembicaraan Rista. 

"Wassalamu'alaikum," Semua menjawab bersamaan. 

"Eh ada Bunda. Kok Bunda kesini kesini nggak ngabarin Papa, Bun?" Ridwan mencoba tenang meskipun hatinya kalut. Rara berdiri menyambut suaminya, lalu mencium tangannya takzim. 

"Iya, Bunda sengaja mau kasih Papa kejutan." Jawab Rara dengan senyuman khasnya. 

Ridwan pun merasa lega, karena tidak melihat ada hal yang ditakuti terjadi di sini. Setidaknya Ridwan merasa aman untuk saat ini. 

"Mari duduk dulu, Nak! Ada hal penting yang ingin Mama sampaikan," titah Rista. 

 Semua kembali duduk, begitupun dengan Ridwan. Ridwan kembali risau, apa yang akan disampaikan oleh Mamanya. 

"Nak, Rara datang ke sini untuk menanyakan siapa yang kemarin membuat acara tujuh bulan di rumah Mama.

Kita semua sudah berbohong hal yang sangat besar pada Rara. Mama tidak bisa melanjutkan menutupi ini lagi, Nak. Maafkan Mama,"ucap Rista lirih. 

" Apa?! Bunda sudah tau semuanya?" tanya Ridwan dengan wajah panik. 

"Belum, Mama belum selesai memberi tahu barusan. Mungkin sekarang Mama ingin melanjutkan perkataan Mama tadi yang terjeda karena kedatangan Mas, Ridwan?" Rara menatap Rista dengan serius. 

Rista menatap Ridwan dengan tatapan yang sulit diartikan. 

 "Mama ingin memberitahu apa pada Rara?" tanya Ridwan. 

"Jujur saja, Nak. Tidak baik menyimpan ini semua dari istrimu. Mama tidak ingin larut dalam kebohongan ini terus menerus, Mama sudah tua, mama ingin kalian baik-baik saja." Ujar Rista dengan serius. 

Rara mengerutkan keningnya mendengar suaminya dan mama mertuanya. Sementara Vina masih diam dengan kepanikan yang sangat jelas terlihat di wajahnya. 

"Ma…." Ridwan tak percaya atas permintaan Mamanya. 

Rista memberi anggukkan kecil Meminta Ridwan untuk jujur. 

Berat sekali Ridwan untuk mengatakan yang sebenarnya, ini bukan waktu yang tepat menurut Ridwan. 

Ridwan menarik nafasnya dalam, membuang kembali dengan cukup kasar. Berharap  kekhawatiran ini sedikit reda, tapi dadanya semakin berpacu tak beraturan. 

"Ya Tuhan… bagaimana ini?" gumam Ridwan.

"Katakan, Mas, apa ada yang kamu sembunyikan dariku? Jangan biarkan aku menerka-nerka yang bukan-bukan, Mas." Pinta Rara. 

"Bun," lirih Ridwan. 

Ridwan tertunduk lesu tak sanggup untuk melanjutkan perkataannya.

Rara menatap suaminya lekat. Namun ridwan tak bisa membalas tatapan itu. 

"Katakan, Mas! Apa aku harus menanyakan pada tetangga sekitar sini untuk mencari tahu kebenaran apa yang sedang kalian tutupi dariku?" ujar Rara

Rara merasa sangat haus dengan keadaan ini, meraih gelas minuman yang dihidangkan Vina di meja, meneguk sedikit minum itu, berharap bisa melegakan tenggorokan yang terasa sangat kering. 

"Bun, maaf… Papa… menikah lagi." Ucap Ridwan terbata-bata. 

Duaaarrr! 

Seperti disambar petir di siang bolong. 

Tulang persendian Rara  seperti tak berfungsi. Semua terasa seperti mimpi buruk yang tiba-tiba hadir di tidur nyenyak Rara. 

Gelas yang tadi di genggam terjatuh dengan sendirinya. 

Mata Rara memanas, pikiran-pikiran buruk yang berputar-putar dari kemarin terjawab sudah.

Lidah Rara kelu, tidak bisa untuk berkata lagi. Rara rapuh, benar-benar rapuh. Tidak pernah dia menduga mendapati pahit kenyataan seperti ini. 

"Nak, maafin Mama, seharusnya Mama memberitahumu terlebih dahulu, ini salah Mama. Seharusnya Mama bisa mencegah ini tidak sampai terjadi, Nak." Rista berkata. Melihat kondisi menantunya sangat syok membuat rasa bersalah Rista kian besar. 

"Kenapa kalian membohongiku?! Kenapa kalian tega mencurangi aku? Apa salahku, Mas? Apa dosaku yang membuatmu menduakan aku dan Hanum? Apa baktiku kurang padamu? Apa aku tidak melayanimu dengan baik sebagai istrimu, Mas? Apa karena aku bukan lagi wanita sempurna di matamu hingga kamu mendua?" Dengan tenaga yang tersisa Rara menanyakan itu secara beruntun. 

Air mata Rara yang tadi hanya  menganak  sungai luruh seketika tanpa diminta. Saki? Iya! Sangat sakit! Itulah yang dirasakan Rara. 

Kapalnya tak lagi utuh, laut tempat mereka berlayar ombaknya tak lagi damai dan tenang.

Badai datang dalam keadaan Rara tidak menyiapkan apa-apa. Entah bagaimana cara agar Rara bisa menjaga keseimbangan agar tidak karam ditengah lautan. Semua terjadi secara tiba-tiba. Di saat Rara sedang menikmati indahnya pantai, ombak menghantam secara tiba-tiba. 

Rista dan Vina hanya tertunduk diam tanpa kata melihat pertengkaran Rara dan Ridwan. 

Rara terisak. 

"Jawab, Mas! Jawab! Apa salahku sampai kamu tega mencurangi aku?"

"Bunda, dengarkan Papa dulu. Papa bisa jelasin semuanya, ini tak seperti yang Bunda pikirkan, Papa…."

"Siapa wanita itu? Siapa wanita yang sudah mengalihkan hatimu yang dulu penuh cinta untukku dan Hanum?! Dimana dia? Apa dia ada di sini?!" lagi Rara menanyakan itu penuh selidik dan emosi yang memuncak. Sakit, emosi, semua jadi satu saat itu. 

"Dengarkan Papa dulu, Bun… beri papa kesempatan untuk menjelaskan semuanya, ini gak seperti yang Bunda pikirkan. Papa nggak ada maksud untuk menyakiti Bunda, Papa khilaf Bun."

"Omong kosong! Tidak ada khilaf yang sampai membuahkan hasil, Mas. Kamu sudah hampir menjadi ayah dari istri barumu, dan, sekarang kamu mengatakan kamu khilaf!"

Dada Rara naik turun menahan emosi yang benar-benar membuncah. 

Rara lalu berdiri menuju kamar Ridwan yang juga sekaligus kamar Rara yang dulu sering ditempati Rara jika menginap di rumah mertuanya. 

Dengan langkah gontai Rara berlari kecil untuk sampai di kamar tersebut. 

"Bunda! Tunggu!" teriak Ridwan mencegah Rara. 

Namun Rara tetap melanjutkan langkahnya. 

Rista dan Vina pun ikut panik melihat aksi Rara. 

Rara meraih gagang pintu itu setelah sampai dan membukanya dengan sekuat tenaga. Mata Rara membulat sempurna melihat pemandangan di dalam. 

 

Semakin menambah rasa sakit yang baru di torehkan suaminya. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Lara Selvia
kurang maksimal
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Acara tujuh bulanan di rumah mertua di wa story ipar   Akhir kisah

    Ke esokan harinya, Rara dan Hanum pergi ketempat Ridwan berada. "Kak, Kakak mau nyekar ke makam, Oma Dulu apa ke rumah Papa, Dulu?""Kita nyekar dulu, Bun. habis itu baru ke rumah, Papa.""Baik, Kak." Rara melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang agar segera sampai di sana. "Eh, tapi, Bun. nggak usah nyekar dulu, Bun. kita kerumah, Papa dulu. Baru nanti habis itu kita nyekar ke makam, Oma." Rara menuruti semua apa maunya Hamum saja. yang terpenting bagi Rara saat ini Hamum jauh lebih bahagia dan sudah bisa legowo dengan keadaan apapun. Mobil yang membawa mereka sudah masuk ke gang rumah kontrakan Ridwan. Dari jauh tanpak orang-orang ramai di depan kontrakan itu. tak berselang lama dengan arah berlawan Muncul lah mobil Dimana tunangam Vina. di susul juga dengan kedatangan mobil Anton. "Itu kenapa rame-rame begitu, Kak ya? itu ada mobil Om anton sama Mobil Om Dimas juga." "Ada acara kali, Bun.""Kak. tapi itu ada bendera kuning juga di depan kontrakan, Kak,""Ayok kita turun,

  • Acara tujuh bulanan di rumah mertua di wa story ipar   Ingatan di masa lalu

    Kalau memang masih ada rasa, kenapa tidak kembali lagi, Bun? biar kita menjadi keluarga yang utuh kembali." cicit Hamum lagi. deg! dada Rara berdebar hebat, hatiny mulai tidak karuan."Kak, tidak semudah itu untuk sebuah kata kembali, Kak.""Tapi seandainya, Papa meminta apa, Bunda akan menolak?""Kak, Kakak kenapa? kenapa dari tadi menanyakan masalah pernikahan melulu.""Jujur saja dari, Kakak, Bun. Kakak ingin Bunda bersatu kembali sama, Papa. kita jadi satu keluarga utuh lagi. Kakak sayang bangat sama kalian berdua, Bun.""Kakak ngaco kalo ngomong. Sudah lah, Kak. Bunda mau mandi dulu.""Tapi bunda masih ada rasakan sama, Papa." Rara hanya menoleh sesaat lalu kembali masuk ke dalam. sambil mandi Rara terus kepikiran dengan ucapa Hanum anaknya. Rara sendiri menanyakan itu pada pantulan bayangannya di kaca kamar mandi. "Apa benar aku masih mencintai, Mas Ridwan? apa benar selama ini aku seperti mati rassa pada lawan jenisku? tapi kenapa? kenapa disaat dekat dengannya seperti

  • Acara tujuh bulanan di rumah mertua di wa story ipar   masih adakah untuk Papa, Bun?

    Hamum memeluk Rara penuh dengan kegirangan dan kebahagiaan. pasalnya, hari ini dia sudah pakai toga tanda kelulusan. "Bunda, Kakak senang banget, Bun. Alhamdulillah, Kakak sudah lulus.""Iya, Kak. Bunda turut senang, selamat ya untuk anak, Bunda. Alhamdulillah, Bunda bangga sekali sama, Kakak karena Kakak sudah lulus melewati ujian ini." Tutur Rara seraya kembali memeluk hamum.Wajah Hanum yang tadinya bahagia, Sesaat kemudia berubah sendu. Hamum melihat ke kiri dan ke kanan, dan mengedar pandangan kesemua arah. Hanum beraharap akan ada kejutan di hari yang spesial ini. tapi nyatanya tidak. Rara juga tengah menunggu orang yang sama yang dicari Hanum. "Mas, kamu bilang mau datang, mana? Andai kamu melihat, Hanum tenngah menunggumu di sini." Rara membatin.melihat orang-orang berfoto bersama dengan ayah, membuat hati Hanum berkedut nyeri. "Pa, andai Papa datang? andai Papa ada di sini. "meskipun, Hamum belum secara langsung menghubungi Ridwan, tetap hati Hamum sudah memaafkan, Ridwan

  • Acara tujuh bulanan di rumah mertua di wa story ipar   Apa kamu sakit, Mas?

    Ridwan dan Rara sama-sama menoleh dan netra mereka bertemu. "Mas,""Ra," mereka kompak saling menyapa. Rara tersenyum begitu juga dengan Ridwan."Ini kejutan bagi, Mas, Ra. Mas nggak nyangka kamu akan datang.""Vina anak baik, Mas. dia datang ke rumah bersama calonnya mengundang secara langsung. Rasanya tidak pantas jika aku tidak datang. itu artinya aku masih dianggap keluarga oleh,Vina." Tutur Rara pelan. karena jarak mereka berdekatan. "Iya, Ra, kita masih keluarga, dan kamu hari ini cantik sekali… kamu sangat cantik." tentu itu hanya Ridwan ucapkan dalam hatinya. "Dua minggu lagi, Kakak wisuda, Mas.""Iya, Mas tau. Insya Allah, Mas akan usahakan datang." "ugh!" Ridwan meringis kesakitan. Perutnya tiba-tiba perih. Ridwan mencoba untuk tetap menahannya agar tidak ada yang tau kalau Dia tengah merasakan sakit yang luar biasa. "Mas, kamu kenapa?" Rara yang mendapati ridwan meringis menahan sakit. "Hm… nggak apa-apa, Ra.""Kamu pucat, Mas. Apa kamu sakit?""Nggak, Ra. Mas baik-ba

  • Acara tujuh bulanan di rumah mertua di wa story ipar   tunangan

    "Siapa yang datang kemari? apa ada uang mau bikin baju, lagi?"Dimas dan Vina keluar dari dalam mobil, Rara terkejut. "Vina?" ucap Rara tidak percaya. Rara segera keluar dari ruang meetingnya untuk menyambut kedatangan Vina. terlebih dahulu Rara menunda meeting itu setelah nanti Vina pulang. Rara rasanya bahagia sekali melihat perubahan Vina. Vina benar-benar membuktikan apa yang dia janjikan. "Assalamualaikum," Sapa Vina. "Waalaikumsalam." Rara menjawab salam Vina seraya keluar dari ruang meeting nya. "Mbak, apa kabar?" Vina bersalaman dengan Rara dan cipika cipiki. Entahlah semua seperti kebetulan atau memang sudah diatur oleh yang diatas. hari ini Rara memakai jilbab hadiah dari Vina. Wajah Vina sumringah bahagia mendapati pemberiannya dipakai oleh Rara. "Ada angin apa ini sampai datang kemari? ini siapa?" tanya Rara sambil menaruh minuman kemasan di atas meja. Vina menatap Dimas seraya tersenyum. "Aku kesini ingin silaturahmi aja, Mbak. sekalian aku mau ngasih, Mbak ini."

  • Acara tujuh bulanan di rumah mertua di wa story ipar   Sebuah kejujuran

    "Dim, Maaf kita belum saling mengenal, Dim. kamu belum tahu aku, pun sebaliknya aku juga belum tau kamu. Aku belum bisa jika kamu minta aku menjawab sekarang. Tapi jika kami ingin kita dekat, aku siap untuk kita saling mengenal terlebih dahulu.""Baik, Vin. Aku tau ini terlalu mendadak. Aku paham kok. Aku siap nunggu kamu kapanpun kamu bersedia." Tutur Dimas lembut. "Terima kasih, Dim.""Aku yang berterima kasih, Vin. karena kamu sudah mau memberi kesempatan untuk kita saling mengenal terlebih dahulu."Vina benar-benar takut dengan keseriusan Dimas. Hal yang ditakuti vina selama ini akhirnya terjadi juga. bagaimana nanti jika Dia tau bahwa Vina sudah tidak lagi suci. Apa Dimas masih bisa menerima, Vina dalam keadaan kotor. namun untuk jujur pun Vina tak berani. malu? iya jelas Vina sangat malu. "Apa sebaiknya aku beranikan diri untuk jujur? jika Dimas benar mencintaiku, pasti dia akan tetap menerima aku." Vina berbicara dengan diri sendiri. ******"Kamu mau pesan apa?" tanya Dim

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status