Share

bab 7

Sesampainya di mobil, Rara menyala mesin mobilnya dan berlalu pergi tanpa pamit dengan satupun. Sudah hilang rasa hormat Rara atas pengkhianatan suaminya. 

Vina dan Rista hanya bisa melihat dari balik jendela tanpa berani mengantarkan keluar. 

Sementara Ridwan hanya tertunduk lemah di kamar. 

"Arrggghhh! Kacau! Semuanya kacau!" rutuk Ridwan. Ridwan mengepal tanganya menghantam dinding kamar itu. Dia kesal, entah apa yang Ridwan kesalkan, padahal dia yang berbuat curang tetapi justru Ridwan sendiri yang seperti kebakaran jenggotnya. 

Ridwan benar-benar kalut dan kacau.

"Vina!" teriak Ridwan memanggil adik bungsunya. 

Vina yang tengah kebingungan di luar terperanjat mendengar teriakan Ridwan. 

"Ma, Mas kenapa? Aku takut, Ma," Ujar Vina pada Rista. 

"Sudah sana! Kamu temui, Masmu itu!" titah Rista. 

Dengan rasa takut yang teramat Vina melangkahkan kakinya menuju kamar Ridwan. 

Pintu kamar yang masih terbuka seperti sebelum Rara pergi, pembuat Vina bisa langsung menangkap sosok kakak tertuanya. 

Ridwan duduk di sisi ranjang dengan menyilang tangannya di dada. Ridwan menatap Vina tajam. 

Membuat nyali Vina menciut. Vina hanya menunduk sambil memainkan ujung baju dengan ibu jarinya. 

"Masuk!" hardik Ridwan. 

Terpatah-patah langkah Vina masuk ke dalam. 

Semua persendian Vina bergetar menahan rasa takut. 

Vina tau betul kakak tertuanya ini tidak pernah marah, tapi sekalinya marah Ridwan bisa kalap. 

"Tau apa kesalahan kamu?!" tanya Ridwan meninggi. 

"Maaf, Mas, ma–maksudnya apa? Aku nggak 

ngerti." 

"Nggak usah pura-pura bodoh, kamu!" 

Lagi, Vina hanya menunduk ketakutan. 

"Ma–maaf, Mas, aku nggak sengaja." Sanggah Vina. 

Plak! 

Sebuah tamparan mendadak tiba-tiba di muka mulus Vina. 

Vina kaget benar-benar kaget! 

"Mas! Mas Ridwan jahat! Tega Mas tampar aku! Makanya mas kalau gak ahli selingkuh jangan selingkuh! Kenapa harus menyalahkan aku?! Mas aja yang gak pandai mengelabui Mbak Rara." Jerit Vina dengan tangis yang pecah menahan sakit akibat tamparan kakak tertuanya. 

"Nggak usah banyak omong kamu! Kalau bukan kamu yang jadi biang keroknya nggak mungkin Rara sampai curiga! Dasar adik nggak guna!" umpat Ridwan. 

"Aku kan sudah minta maaf sama Mas kemarin, sekarang giliran Mbak Rara tau aja masih nyalahin aku!" sungut Vina gak kalah tingginya. 

Ridwan hendak melayangkan kembali tamparan itu di muka Vina, namun terhenti sebab Rista datang. 

"Ridwan! Kamu apa-apaan, Le! Kok main pukul adikmu? Nggak baik begitu, Nak, Mama nggak pernah ngajari kamu seperti itu, adikmu nggak salah, kamu yang salah!" Rista emosi melihat aksi anak laki-laki yang hendak menampar Vina. 

Ridwan mengepal tangannya dan berteriak histeris. 

Argh! 

"Mulai besok kamu kerja! Nggak usah minta lagi uang sama, Mas! Mas nggak mau lagi biayain kamu. Kamu selesaikan sendiri kuliahmu itu!"

 Umpat Ridwan sambil berlalu keluar. 

"Istighfar, Nak, istighfar. Nggak boleh begitu sama saudara sendiri, Vina adik perempuanmu satu-satunya, Le. Masa kamu tega sama adik sendiri?" langkah Ridwan terhenti mendengar penuturan Rista. 

"Maaf, Ma, dia itu sudah bikin ulah ini makanya aku sampai kacau begini. Dia jadi adik nggak becus. Biar dia tau rasa cari uang sendiri tu gimana! nggak taunya cuma minta aja!"

sindir Ridwan sembari menatap tajam Vina. 

Ridwan saat ini benar-benar sedang emosi. 

Pikirannya benar-benar sedang kalut, Vina lah tempat dia melampiaskan semuanya. 

"Kamu itu saat ini sedang emosi, Le, nggak boleh mengucapkan sesuatu hal yang gak baik saat sedang emosi. Nanti kamu nyesel.

Kamu tenangkan dulu dirimu ya, nanti kamu selesaikan baik-baik masalahmu sama Rara, ya."

Ridwan menarik nafasnya berat, membuangnya dengan kasar. Sedikit tersadar Ridwan karena ucapan Rista, ada benarnya apa yang diucapkan Mamanya. 

Ridwan tertunduk, membayangkan wajah cantik Rara dan Hanum yang mungkin saat ini sedang meratapi dan menangis karena ulahnya. 

"Aku pamit pulang, Ma, doain masalah aku cepat selesai." Ridwan mencium tangan Rista meminta doa. 

"Doa Mama selalu untukmu, Le. Kamu harus bisa selesaikan ini, pesan Mama cuma satu. Kamu jangan sampai cerai sama Rara, itu saja." Ujar Rista dengan senyuman yang tersirat penuh makna. 

Ridwan hanya mengangguk kecil dan berlalu keluar menuju mobilnya untuk pulang ke rumahnya. 

Hari sudah beranjak petang yang ingin segera berganti dengan malam hari. Cuaca terang sudah mulai redup karena matahari sudah hendak bersembunyi dari tempatnya menyinari bumi. 

Jalan raya ramai oleh pengemudi yang hilir mudik. 

**********

Sesampainya dirumah Hanum turun dan menutup pintu mobil itu dengan keras. 

Rara kaget melihat apa yang dilakukan anak semata wayangnya. Rara paham betul saat ini Hanum kecewa "mungkin rasa kamu lebih dari yang bunda rasakan, Nak. Maafin bunda," Gumam Rara. 

"Kak, tunggu bunda, Nak." Teriak Rara saat keluar dari mobil. 

Beberapa karwan Rara tak sengaja melihat pemandangan tersebut, sehingga mereka tahu jika majikan mereka sedang dalam masalah. 

"Itu Bunda sama Hanum kenapa ya? Kok kayaknya Hanum marah-marah itu." Tanya Neti karyawan Rara bagian packing. 

"Nggak tahu, mungkin ada yang membuat bunda sama Hanum marah mungkin." kata Iwan. Karyawan bagian antar paket. 

"Maksud kamu apa, Wan?" tanya Neti Lagi. 

"Ya, mm… nggak ada maksud apa-apa. Kan barangkali begitu," imbuh Iwan lagi. Dan kembali melanjutkan untuk bersiap mengartikan paket lagi. 

"Dah lah, kita nggak udah banyak ikut campur urusan Bunda. Kita kerja aja yang jelas." Ujar Iwan lagi. 

Neti menatap Iwan penuh selidik, sepertinya Iwan menyimpan sesuatu yang tidak diketahui. 

Tetapi Neti menipis itu, mungkin benar kata Iwan tidak boleh ikut campur urusan bosnya. 

*******

"Kakak… bukain pintunya, Kak! Bunda mau masuk." Rara terus mengetuk pintu kamar anak gadisnya, namun Hanum tak menggubris panggilan bundanya. 

"Nak, kamu nggak papa, Kan? Jangan bikin bunda khawatir, Nak. Bicaralah satu atau dua kata saja Nak, biar Bunda tenang." Mohon Rara dari luar. 

Hanum yang hanya berada di balik pintu kamar membuat dia khawatir bundanya 

Kepikiran. 

"Aku nggak Papa, Bun. Aku lagi mau sendiri dulu, Bunda istirahat lah!" 

Sahut Hanum dari balik pintu. 

Rara merasa sedikit lega atas jawaban anak gadisnya. 

"Semua baik-baik aja, Nak. Bunda janji! kamu  tenangkan dirimu dulu ya, Nak. Temui bunda jika Kakak sudah siap, ya!" pinta Rara.

"Iya, Bun," sahut Hanum lagi. 

Rara meninggalkan kamar Hanum dan pergi menuju kamarnya. 

Rara merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Rasa sesak kembali Rara rasakan. Rara yang teramat mencintai Ridwan selama ini tidak pernah menyangka bahwa kecurangan yang pernah Rara lihat di TV dan di berita-berita itu menjadi takdir pernikahannya saat ini. 

Rara pikir Rara sudah memiliki keluarga yang bahagia dan tak akan ada yang akan saling menyakiti. Namun kenyataanya tidak dengan Ridwan. 

"Ya Allah sakit sekali rasanya," keluh Rara memegang dadanya. Seperti ada luka yang banyak menancap di ulu hatinya. 

Rara mengingat kembali perhiasan yang tadi dia ambil di kamar Ridwan. Rara bangkit dan marih tas yang tadi ia bawakan, 

Rara merogoh perhiasan itu dan menatap dengan hati yang berkedut nyeri. 

Rara mengambil perhiasannya yang ada di brankas mencoba kembali mencocokan apakah ada perbedaan, ternyata semua sama persis. 

"Jika semua yang dimiliki wanita ini sama persis apa yang aku punya, bisa jadi dia adalah orang terdekatku. Jika bukan begitu mana mungkin dia bisa minta dibelikan perhiasan seperti ini dan skincare yang aku pakai tak ada perbedaan satupun. 

Tapi siapa dia? Yang hamil saat ini hanya satu karyawanku, yaitu Eca, apa mungkin Eca? Astaghfirullah… kan Eca ada suaminya mana mungkin dia pelakunya." Rara berbincang sendiri merutuki ke souzonannya. 

Rara meraih hpnya untuk menghubungi Dwi. 

"Assalamu'alaikum, Wi," sapa Rara saat telpon itu diangkat. 

"Waalaikumsalam, Mbak. Ada apa Mbak? Ada model baru lagi ya keluar?" tanya Dwi dari seberang sana. 

Ya, Rara memang selalu menghubungi Dwi via telepon jika ada produk baru Hanum collection. 

"Bukan, Wi. Mbak mau nanya sama kamu, langsung saja ya Wi. Mbak minta kamu jujur sama, Mbak!" tegas Rara. 

Dwi mengerutkan dahinya mendengar permintaan Rara. Perasaan  Dwi mulai gak enak. 

"Iya, Mbak. Ada pertanyaan apa, mbak? Kalo aku tau aku jawab, Mbak, insya Allah."

Ujar Dwi. 

"Wi, kamu tau nggak kalo Mas Ridwan punya istri lagi?" Rara langsung menembak pada intinya. 

"Hmm… Mbak sudah tau?" tanya Dwi. 

"kenapa kamu nggak bilang sama Mbak, Wi? Kenapa kamu diam aja lihat Mas Ridwan mencurangi Mbak?" tanya Rara beruntun. 

"Maaf, Mbak. Aku nggak ada maksud untuk seperti itu. Aku hanya merasa itu bukan ranahku, Mbak, aku takut Mas Ridwan nanti marah." 

Dwi memang baik, bisa dibilang dia ipar yang baik. Semua keluarga suaminya selama ini memang baik-baik. Termasuk adik kandung Ridwan Anton dan istrinya Meta. Mereka juga baik. Entah lah, selama ini memang begitu yang dilihat Rara. 

Makanya Rara tak pernah menyangka jika semuanya menyembunyikan ini darinya. 

"Kamu tau siapa wanita itu, Wi? Mbak mohon sama kamu, kamu kasih tau, Mbak." Pinta Rara. 

Dwi menarik nafasnya berat. 

"Mbak, aku nggak bisa sebut siapa namanya, tetapi yang jelas wanita itu dekat dengan Mbak, dia ada bersama Mbak, dia orang terdekat Mbak. Aku cuma bisa ngasih tau itu, Mbak. Semoga mbak ngerti juga ya, aku minta maaf jika selama ini menutupi juga, aku gak ada maksud nyakitin Mbak. Aku hanya merasa bukan urusanku Mbak. Lagian Mas Dito Marah jika aku ikut campur urusan orang lain. Mbak yang kuat ya! Semoga masalah Mbak cepat selesainya" Panjang lebar Dwi menjelaskan. 

Rara paham, dia tidak mungkin memaksa orang lain ikut campur dengan urusannya. Tetapi yang jelas pasti semua keluarga suaminya tau. 

"Ok Wi, Mbak ngerti. Makasih ya Wi, biar mbak cari tau sendiri jawabannya. Ini sudah membuka jalan dari jawaban yang mbak cari kok. Sekali lagi terima kasih ya!"

telepon terputus. 

Ide Rara muncul, Rara memiliki grup W* karyawannya. Rara memposting foto perhiasan itu

Guna untuk memancing siapa dari mereka yang menjadi simpanan suaminya. 

Karena Rara merasa wanita itu adalah salah satu dari karyawannya jika mendengar penjelasan Dwi. 

Ok kita lihat. 

"Hy gais, apa kabar kalian hari ini? 

o ya, Bunda mau mengadakan give away untuk kalian semuanya, siapa yang beruntung akan mendapati satu set perhiasan ini! Ini mahal lho. Ini bunda kebetulan punya banyak, daripada gak kepake biar bunda bagi-bagi aja. Syaratnya gampang! Siapa dari kalian yang tau kalo Mas Ridwan punya selingkuhan? 

Dan punya buktinya. Jika bukti kalian valid maka kalian akan mendapatkan satu set ini."

Terkirim! 

Grup itu  adminnya tidak lain adalah Ridwan dan Rara. Semua penghuninya adalah seluruh karyawan team Hanum collection yang berjumlah tiga puluh lima orang. 

Hari yang sudah malam membuat grup itu seketika ramai. 

Setelah memposting Rara menaruh kembali hpnya. Rara ingin tahu siapakah wanita itu?

Mata Iwan membulat sempurna membaca pesan grup W* itu.

"Wah rejeki nomplok!"  ucapnya girang saat selesai mengantar paket terakhir konsumen malam ini. 

Bersambung… ☺

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status