Share

Bab 3 Melepas Rindu

Author: Nur Avillah
last update Huling Na-update: 2025-05-23 16:06:03

Dengan napas terengah-engah, dr. Andika, dokter bedah utama, bergegas menghampiri keluarga Meira yang masih diliputi amarah.

"Ada kabar baik!" serunya sambil mengusap keringat yang membasahi dahinya.

Rendy langsung berdiri dari duduknya, sorot matanya masih berkilat tajam. "Apa itu? Katakan cepat! Perempuan itu sudah ditemukan?"

"Belum, Pak. Tapi kami baru saja menerima donor organ dari pasien yang kecelakaan," jelas dr. Andika dengan cepat. "Perempuan muda, usia 25 tahun. Dia sudah... sudah tidak tertolong."

Ibu Dewi segera menyela dengan nada tak sabar. "Lalu? Ginjalnya cocok untuk Meira, kan?"

"Kami belum bisa memastikan," jelas sang dokter. "Tapi kami akan segera lakukan tes kecocokan."

Rangga mengangguk, wajahnya penuh harap. "Lakukan apa pun yang terbaik untuk putriku, Dok," tegas Rangga.

"Tentu, Pak," ucap dr. Andika sambil mengangguk.

Rendy memandang dr. Andika dengan tatapan penuh arti. "Pastikan ini berhasil, Dok. Uang bukan masalah, tolong selamatkan kekasihku."

Dr. Andika mengangguk dengan cepat. "Kami akan segera lakukan tes crossmatch. Kalau hasilnya cocok, operasi bisa dilakukan dalam dua jam ke depan."

"Baik, Dok," sahut Rendy singkat.

Setelah mengangguk hormat, dr. Andika segera berlalu, meninggalkan mereka sambil menghembuskan napas lega. Namun, jantungnya masih berdebar kencang. Di balik wajah profesionalnya, ada rasa was-was yang menggerogoti hatinya. Dia khawatir kalau hasilnya tidak sesuai harapan. Dia khawatir kalau dia tidak bisa menyelamatkan pasiennya. Dr. Andika juga masih mengalami shock karena kejadian aneh malam ini, tapi dia berusaha untuk tetap tenang.

Sementara itu, Rendy menarik napas panjang. Tangannya berkacak pinggang sambil menatap langit-langit rumah sakit.

Dewi menggerutu, matanya menyipit penuh kebencian. "Brengsek si Nayla, hampir saja dia mau bunuh putriku."

Rendy menoleh ke arah mertuanya, dia berkata dengan nada pelan dan menyesal. "Maaf, Ibu."

"Ngapain kamu minta maaf? Ini kesalahan anak haram itu. Nggak heran kalau dia di buang ke panti asuhan. Kamu harus kasih pelajaran sama perempuan itu," ujar Dewi dengan amarah yang tidak terbendung.

Tangan Rendy mengepal erat dan tatapannya menajam. "Baik, Bu. Aku akan kasih pelajaran buat dia, aku yakin sekarang dia ada di rumah."

Dewi melirik ke arah suaminya sekilas. Lalu mereka berdua saling melemparkan senyum smirk.

***

Di tempat yang berbeda, Nayla perlahan membuka matanya, pandangannya masih kabur. Cahaya lembut dari lampu kristal menyilaukan matanya yang baru saja terbangun. Perlahan, ia menyadari kalau dirinya tidak lagi berada di jalanan atau di dalam bus.

"Aku... dimana? Apa ini mimpi?" gumamnya, dia mencubit kulitnya sendiri.

Nayla meringis kesakitan, akhirnya dia sadar kalau ini bukan mimpi.

Dia mencoba menggerakkan tubuhnya, tapi masih terasa lemas. Kasur empuk di bawahnya terasa asing, begitu juga ruangan yang terlihat megah itu. Dinding berlapis wallpaper mewah, lukisan antik, dan tirai sutra yang menjuntai hingga ke lantai.

"Ini bukan rumah sakit... juga bukan di rumahku..."

Tiba-tiba, pintu kamar terbuka perlahan. Seorang wanita paruh baya dengan gaun panjang berwarna krem berjalan masuk. Rambutnya di sanggul rapi, wajahnya sangat halus meski terlihat lelah, dan matanya menatap Nayla dengan tatapan sayu.

Wanita itu berhenti di samping tempat tidur, tangannya gemetar saat menggapai tangan Nayla.

"Akhirnya... kamu bangun juga," ujarnya dengan suara bergetar.

Nayla spontan menarik tangannya. Ia mundur sedikit, menatap wanita itu penuh kebingungan.

"Siapa... siapa anda? Dimana aku?" tanyanya dengan nada cemas.

Wanita itu menarik napas dalam, seolah sedang mengumpulkan keberanian untuk mengucapkan sesuatu yang berat.

"Aku... aku ibumu, Nak," katanya lirih. Matanya mulai berkaca-kaca.

Deg!

Nayla membeku. Kata-kata itu seperti pukulan keras di kepalanya. Ia menatap wanita itu dengan tatapan kosong.

"Ibu...?" suaranya nyaris tak terdengar. "Tapi ibuku sudah mati."

Deg!

Wanita itu terdiam sejenak, hatinya sakit seperti dicabik-cabik mendengar ucapan Nayla. Setetes air mata lolos dari netranya yang jernih.

"Nak... maafkan ibumu ini. Maaf, ibu lalai menjagamu," ucapnya penuh sesal.

"Maksudnya?" tanya Nayla yang masih belum mengerti.

Wanita itu duduk di tepi ranjang, matanya menatap Nayla dengan penuh kasih dan penyesalan.

"Dua puluh tahun yang lalu..." suaranya bergetar. "Kita sedang berlibur ke pantai. Kau waktu itu baru berusia dua tahun, kamu sangat senang bermain pasir."

Ia menarik napas panjang. Matanya menerawang, mengingat kenangan pahit itu.

"Aku hanya berpaling sesaat... benar-benar hanya sesaat, untuk membelikanmu es krim. Tapi saat aku kembali... kau sudah tidak ada."

Air mata mengalir deras di pipinya yang halus.

"Ayahmu dan aku mencari ke mana-mana. Melaporkan ke polisi, menyebar poster, bahkan menyewa detektif swasta. Tapi... kamu menghilang tanpa jejak."

Nayla terdiam, hatinya berdesir mendengar cerita itu.

"Terus, kenapa sekarang aku ada di sini? Kenapa kalian mengenaliku?" tanya Nayla pelan.

Tiba-tiba, pintu kamarnya kembali terbuka sebelum wanita itu sempat menjawab. Seorang pria gagah dan tampan berjalan masuk, bibirnya tersenyum tipis saat menatap Nayla.

"Dia kakakmu," ujar wanita itu sambil tersenyum melihat putranya.

Pria itu mengangguk pelan, lalu dia menyodorkan tangannya ke arah Nayla.

“Leonardo Putra Mahardika. Tapi kamu bisa panggil aku Leon,” katanya ramah. “Semalam aku mengikuti kamu, karena merasa ada yang aneh. Waktu kamu pingsan di trotoar, aku buru-buru menolong. Gaunmu sempat tersingkap... dan aku melihat bekas luka di bahumu.”

Ia tersenyum kecil, mencoba mencairkan suasana.

Nayla terdiam sejenak menatap tangan kekar Leon, lalu perlahan dia menyambutnya.

"Nayla... Nayla Ardiani," jawabnya.

"Sebenarnya namamu bukan Nayla Ardiani, tapi Carissa Putri Mahardika. Bekas luka itu saat kamu tertusuk ranting kayu waktu kecil," ujar wanita itu, lalu tersenyum kecil. "Tapi kalau kamu sudah nyaman dengan nama Nayla, not problem."

Nayla masih tidak percaya dengan semua kenyataan ini. Dia menatap wajah wanita itu yang mengaku sebagai ibunya.

"Kenapa sekarang? Kenapa setelah semua yang terjadi kepadaku? Aku menderita selama bertahun-tahun," lirihnya, Nayla mulai menangis terisak-isak.

Wanita paruh baya itu, Nadya Elvira Mahardika, merasakan matanya memanas saat melihat Nayla menangis. Dengan cepat, dia menarik Nayla ke dalam pelukannya. Kata 'maaf' terus terucap dari bibirnya, walaupun itu tidak sebanding dengan kehidupan yang dijalani Nayla selama ini.

Sementara itu, Leon menengadahkan kepalanya menatap langit-langit kamar, berusaha untuk menghalau air matanya.

Dia tidak bisa membayangkan penderitaan adiknya di luar sana. Sementara mereka tinggal di rumah mewah, makan makanan enak, dan dilayani dengan baik. Tapi, Nayla? Dia bisa melihat jejak penderitaan di wajah adiknya yang pucat pasi.

Tanpa dia sadari, setetes air mata jatuh membasahi pipinya, sekuat apa pun ia menahannya.

"Maafkan kakakmu juga, dek... Seandainya aku menemukanmu lebih cepat."

Leon naik ke atas ranjang, lalu ikut memeluk erat tubuh Nayla yang masih bergetar karena tangis.

Beberapa saat kemudian, pintu kamarnya kembali terbuka. Seorang pria paruh baya yang memakai jas hitam, rambutnya setengah memutih, berjalan masuk dengan tergesa-gesa. Dia melihat mereka masih berpelukan, mata pria itu berkaca-kaca saat melihat putrinya yang sudah lama menghilang.

"Putriku..." lirihnya dengan suara serak.

Pelukan itu mengendur, mereka sama-sama menoleh ke arah suara tersebut. Nadya menyeka air matanya, lalu memberikan ruang untuk suaminya, Alexander Mahardika.

Nayla menatap pria paruh baya itu, bibirnya bergetar. "Ayah...?"

Alexander langsung mendekap putrinya dengan erat, melepaskan semua kerinduan yang bertahun-tahun dia tanggung.

"Maafkan Ayahmu yang tidak becus ini," gumam Alexander. Air mata mulai mengalir membasahi pipinya.

Nayla hanya mengangguk pelan. Nadya dan Leon saling tatap, lalu mereka berdua tersenyum bahagia. Akhirnya, keluarga mereka kembali utuh.

***

Di sisi lain, Rendy tertidur di kursi di samping ranjang Meira. Sinar matahari pagi yang menembus tirai jendela, membuatnya perlahan membuka mata.

Semalam, hatinya dipenuhi rasa lega dan bahagia. Operasi ginjal Meira berjalan lancar, semuanya sesuai harapan. Karena itu, ia memutuskan untuk tetap tinggal dan menemani Meira sepanjang malam, terlebih setelah kekasihnya itu dipindahkan ke dalam ruang perawatan VIP.

Rendy menatap wajah Meira dengan penuh kasih, jemarinya yang kokoh membelai wajah kekasihnya itu yang masih tertidur lelap.

Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka perlahan. Rendy menoleh dan melihat Ibu Dewi masuk ke dalam ruangan. Ia segera berdiri dan menghampiri mertuanya.

"Ibu..." sapanya pelan.

"Bagaimana keadaan Meira?" tanya Dewi dengan nada lembut.

"Semuanya baik-baik saja, Bu," jawab Rendy.

Dewi mengangguk dan tersenyum tipis, lalu menepuk bahu Rendy pelan. "Pulanglah dulu. Kamu juga harus ke kantor. Biar Ibu yang jagain Meira di sini."

"Tapi, Bu..."

"Kamu tenang saja," sela Dewi cepat.

Rendy akhirnya mengangguk, meski hatinya terasa berat untuk meninggalkan Meira. Ia menoleh sejenak, menatap wajah damai kekasihnya. Setelah itu, dia berpamitan untuk pulang.

Rendy berjalan menyusuri koridor rumah sakit, pikirannya dipenuhi dengan hukuman yang pantas untuk Nayla. Rahangnya seketika mengeras, menahan amarah.

"Awas saja kamu, Nayla...." gumamnya dengan tatapan tajam.

Begitu tiba di lobi, ia segera masuk ke dalam mobil yang sudah menunggunya. Sang sopir segera menyalakan mesin dan melaju pelan.

Beberapa menit kemudian, mobil itu berhenti di halaman rumah yang luas. Tanpa menunggu dibukakan pintu, Rendy mendorong pintu mobil dengan kasar dan melangkah cepat ke dalam rumah.

"NAYLAA!!! KELUAR KAU BRENGSEKK!!! DASAR PEREMPUAN TAK TAHU DIRI!!!"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Ada Apa Dengan Istriku?   Bab 6 Ada Apa Dengan Nayla?

    Rendy mengepalkan tangan erat. Sorot matanya menyala-nyala penuh amarah, seolah siap untuk membunuh Nayla sekarang juga. Dalam hati, ia sudah membayangkan Nayla terkapar di lantai tak berdaya. Sementara itu, diam-diam Meira tersenyum miring penuh kepuasan melihat raut marah Rendy."Tontonan menarik. Hari ini dia pasti babak belur lagi," batinnya licik. "Selamat datang di nerakamu, Nayla. Waktumu muncul nggak tepat, jalang!" gumamnya dalam hati yang merasa puas.Rendy melepaskan tangan Meira yang melingkar di lengannya, lalu melangkah dengan cepat menghampiri Nayla. Gadis itu masih duduk santai, seraya menyesap jusnya tanpa terlihat terganggu sedikit pun. Saat melihat Rendy mendekat dengan penuh amarah, Nayla segera berdiri. Ia melipat tangannya di dada, menatap lurus lelaki itu. Rendy sedikit terkejut saat melihat Nayla yang berani menatap matanya, tatapan itu terasa asing baginya. Namun, Rendy tidak peduli, amarah telah menguasai dirinya.PLAAKK! PLAAKK!Sebuah tamparan keras men

  • Ada Apa Dengan Istriku?   Bab 5 Proyek Titan

    Sementara itu, Rendy berjalan menuruni tangga dengan langkah mantap lalu membuka pintu utama. Tanpa berkata sepatah kata pun, Ia masuk ke dalam mobil dan memberi isyarat kepada sopirnya untuk segera berangkat ke kantor. Sepanjang perjalanan, pandangan Rendy tak lepas dari layar ponselnya. Jari-jemarinya menggeser foto demi foto bersama Meira, sesekali bibirnya menyunggingkan senyum tipis saat melihat wajah imut wanitanya. "Semoga kamu cepat sembuh," gumamnya.Namun, senyum itu perlahan menghilang. Sorot matanya berubah dingin saat bayangan Nayla melintas di benaknya, wanita yang dengan berani kabur dari rumah sakit dan hampir membahayakan nyawa kekasihnya."Berani-beraninya kau kabur... Awas saja kalau kau kembali. Aku bakalan menghukummu habis-habisan. Dasar wanita jalang," bisiknya penuh amarah. Beberapa menit kemudian, mobilnya sudah meluncur masuk ke area lobi perusahaan. Sang sopir buru-buru turun, lalu berlari membukakan pintu mobil untuknya. Rendy melangkah keluar dengan per

  • Ada Apa Dengan Istriku?   Bab 4 Maharani Larasati

    Rendy membuka sebagian kancing kemejanya yang terasa pengap, sorot matanya menajam seperti predator yang sedang memburu mangsanya. "NAYLAA!!!" teriaknya sekali lagi, tapi hanya kesunyian yang menjawab. Tidak ada tanda-tanda Nayla akan berlari menemuinya seperti biasa. "Ke mana perempuan sialan itu?" gumamnya dingin. Dia berjalan cepat menaiki tangga. Dengan kasar, ia menggedor pintu kamar Nayla. "Nayla! Keluar kau sekarang! Aku tahu, kau ada di dalam!" suara Rendy semakin meninggi. Kini, kesabarannya semakin menipis saat melihat tidak ada tanda-tanda pintu akan di buka. Rendy menghantam pintu kamar Nayla dengan brutal. "NAYLAA! KELUAR SEKARANG!" Pintu terbuka dengan kasar, tapi dia melihat kamar itu kosong. Ranjang yang rapi, udara yang pengap. Semua menunjukkan bahwa Nayla belum pulang sejak semalam. "Sial!" makinya, Rendy menendang lemari kecil Nayla dengan keras hingga roboh. Dari balik pintu, seorang ART yang bernama Marni mengintip dengan wajah pucat. "P-Pak

  • Ada Apa Dengan Istriku?   Bab 3 Melepas Rindu

    Dengan napas terengah-engah, dr. Andika, dokter bedah utama, bergegas menghampiri keluarga Meira yang masih diliputi amarah. "Ada kabar baik!" serunya sambil mengusap keringat yang membasahi dahinya. Rendy langsung berdiri dari duduknya, sorot matanya masih berkilat tajam. "Apa itu? Katakan cepat! Perempuan itu sudah ditemukan?" "Belum, Pak. Tapi kami baru saja menerima donor organ dari pasien yang kecelakaan," jelas dr. Andika dengan cepat. "Perempuan muda, usia 25 tahun. Dia sudah... sudah tidak tertolong." Ibu Dewi segera menyela dengan nada tak sabar. "Lalu? Ginjalnya cocok untuk Meira, kan?" "Kami belum bisa memastikan," jelas sang dokter. "Tapi kami akan segera lakukan tes kecocokan." Rangga mengangguk, wajahnya penuh harap. "Lakukan apa pun yang terbaik untuk putriku, Dok," tegas Rangga. "Tentu, Pak," ucap dr. Andika sambil mengangguk. Rendy memandang dr. Andika dengan tatapan penuh arti. "Pastikan ini berhasil, Dok. Uang bukan masalah, tolong selamatkan kekasihku."

  • Ada Apa Dengan Istriku?   Bab 2 Kehebohan Di Rumah Sakit

    Nayla perlahan membuka matanya. Pandangannya masih sedikit kabur, tapi ia bisa melihat sekeliling ruang operasi yang terang benderang. Tubuhnya terasa ringan, seolah anestesi itu tidak bekerja sama sekali. "Aneh... aku harusnya nggak bisa bergerak? Apa mungkin karena perempuan itu?" pikirnya. Dia menggerakkan jari-jemarinya dengan hati-hati. Ya, dia masih bisa merasakan semuanya. Perlahan, Nayla mengangkat sedikit kepalanya dan melihat ke sekeliling ruangan. Ruangan itu sepi. Hanya ada satu orang dokter yang berdiri membelakanginya, dokter itu sibuk menyiapkan alat-alat bedah di atas nampan logam. Suara dentingan alat-alat itu menggema di ruangan yang sunyi. Nayla menelan salivanya susah payah. "Sekarang, aku harus pergi dari sini." Dengan hati-hati, dia melepaskan selang infus dari tangannya. Darah mengalir sedikit dari bekas infus itu, tapi Nayla tidak peduli. Perlahan, dia menggeser tubuhnya ke pinggir meja operasi. "Gimana caranya aku keluar dari sini?" gumamnya lirih, menc

  • Ada Apa Dengan Istriku?   Bab 1 Menjelajahi Waktu

    Plak! Sebuah tamparan mendarat telak di pipi Nayla. Ia merasakan pipinya kebas usai di tampar oleh suaminya sendiri. Air mata menetes tanpa bisa ia tahan, membasahi pipinya yang tirus dan pucat pasi. "Aku ini suamimu! Harusnya kamu nurut sama aku!" hardik Rendy Baskara dengan mata membelalak. Perlahan, Nayla mengangkat wajahnya. Kantung matanya yang hitam terlihat jelas, menandakan betapa tersiksa hidupnya selama ini. Bibirnya bergetar saat melihat tidak ada jejak belas kasih di mata suaminya. "Ta—tapi, Mas... Aku ini istrimu. Kenapa kamu lebih belain selingkuhanmu itu?!" Nayla meninggikan sedikit suaranya, walaupun terdengar bergetar. Rendy melonggarkan dasinya dengan kasar. Tatapannya tajam ke arah Nayla, seperti tak lagi mengenal perempuan yang dulu ia nikahi. "Jaga mulutmu! Jangan pernah kau hina dia lagi! Dia tetap kakakmu!" desisnya geram, air liurnya menyembur ke wajah Nayla. "Tapi..." Nayla mencoba bicara, namun lagi-lagi dipotong. "Aku nggak mau tahu!" tukas

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status