Share

Bab 2 Kegugupan Alisha

“Bagaimana kondisi kantor, Angga?” tanya bunda saat sarapan.

“Sudah ditangani, bunda," jawabku lanjut menjelaskan padanya

Tim investigasi sudah dibentuk. Hendra bergerak cepat. Semalam rapat dadakan dilakukan di lobi kantor setelah pemadam berhasil menjinakkan api. Tiga puluh persen lokasi yang terbakar diberi garis polisi, relokasi dilakukan untuk mempermudah penyelidikan dari pihak kepolisian dan asuransi.

Aku meminta Tyo langsung membuat desain relokasi agar semua cepat ditangani. Melihat beberapa ruang yang dapat digunakan serta melakukan perhitungan kebutuhannya. Kekhawatiran di wajah bunda sirna dengan penjelasanku. Alisha hanya ikut mendengarkan.

“Sha, jika nanti sudah siap ikut ke kantor ya. Mulai belajar sedikit-sedikit. Nanti juga bisa ke kantor Tyo kalau mau belajar desain,” ucapku memerintah.

Alisha hanya mengangguk setuju. Bagaimanapun Alisha harus membantuku. Kemarin Tyo memberitahu jika Alisha sudah bisa ikut terjun langsung. Hanya menunggu kesempatan dan kontrak yang sesuai maka dia bisa berkembang.

Selesai sarapan aku langsung berangkat ke kantor. Aku ingin memastikan jika kejadian semalam tidak mempengaruhi mobilitas pekerjaan yang sedang digarap beberapa divisi kantornya.

Setelah sampai di ruangan aku langsung memanggil Hendra dan memintanya membawa laporan terbaru. Hendra datang membawa beberapa berkas dan diberikannya padaku. Aku membacanya sambil mendengarkan laporan Hendra.

“Semua barang yang masih bisa digunakan siang nanti baru bisa dipindahkan. Sementara karyawan pada lokasi yang terbakar kini menempati sebagian lobi dan ruang rapat utama,” ucap Hendra saat aku memanggilnya ke ruangan.

Laporan Hendra mengenai kondisi karyawannya melegakanku. Bagaimanapun aku adalah CEO yang memiliki tanggung jawab penuh pada karyawannya. Mereka menggantungkan kehidupan keluarganya pada perusahaan.

“Adakah berkas penting yang terbakar?” tanyaku kemudian.

“Masih didata, Pak. Proyek baru dengan Persada Agung Grup baru tahap persiapan. Sebagian besar berkas kemungkinan di sana Pak.”

“Persada Agung Grup? Pusat perbelanjaan di Bandung yang akan diakuisisi oleh Pak Fariz?” tanyaku beruntun.

“Benar Pak.”

Mereka mengajukan kerja sama untuk penanaman modal mengakuisisi sebuah pusat perbelanjaan yang mulai sepi. Lokasinya strategis, namun pengelolaan yang kurang tepat menyebabkan pemilik gedung akan menjualnya.

“Hubungi Pak Fariz minta kirimkan kontrak kerja sama terbaru, sampaikan maaf atas kejadian ini," perintahku pada Hendra yang dijawab dengan anggukan kepalanya.

Setelah Hendra kembali ke mejanya menyelesaikan pekerjaan yang kuminta. Apa yang diucapkan paman kembali datang menghampiri pikirannku. Sepetinya aku harus mencari rahu sendiri kisah yang sebenarnya.

Ucapan Paman Hasan kembali terngiang. Sepertinya aku harus menyelidik kebakaran ini. Apakah ada hubungannya dengan rahasia yang disampaikan paman?

Sambil menunggu penyelidikan apakah aku harus melakukan cek DNA untuk membuktikan kebenarannya. Walaupun tanpa tes pun sudah kupastikan jika Alisha memang bukan adik kandungku. Paman sudah sangat meyakinkanku jika Alisha memang bukan adik kandungku, namun adik angkatku?

***

-Sha, ini jadwal sidang. Pekan depan dimulai dan kita bareng-

Pesan dari Dania, sahabatnya membuat Alisha terpaku. Pekan depan. Apakah sulit? Batinnya.

“Sha, selesaikan dahulu sarapannya.”

Bunda menegur saat Alisha membaca pesan dari Dania. Diletakkan kembali ponselnya di samping piring, melanjutkan sarapan, namun pikirannya sudah tak fokus lagi.

Saat Mas Angga memintanya mulai belajar di kantor hanya dijawab dengan anggukan saja. Pikirannya menerawang membayangkan sidang skripsi yang akan dihadapinya. Sepertinya memang harus kembali menemui Mas Tyo. Belajar untuk sidang dan belajar menjalankan perusahaan seperti yang diminta Mas Angga.

Agak ragu untuk kembali berdekatan dengan Mas Tyo. Tatapan mata mas Tyo membuat debaran aneh di dadanya. Mas Tyo juga terlalu baik, sabar mengajari atau menjelaskan saat dia tak mengerti. Setelah dua bulan kemarin membantu menyelesaikan skripsi, pasti saat ini sedang sibuk. Sekarang Alisha akan mengganggunya lagi. Apakah masih punya waktu untuknya?

Alisha akan meminta Mas Angga yang menanyakannya. Pasti tidak akan menolak. Lagi pula hanya beberapa kali pertemuan saja sebelum sidang.

Selesai sarapan, dering ponsel membuatnya tersadar dari lamunan, dilihatnya nama Dania di sana.

“Sha, kok tidak dibalas? Bagaimana sudah siap belum?” tanyanya setelah aku menjawab salamnya.

“Aku belum siap, kamu bagaimana, Dania?” jawabku yang kulanjutkan dengan menanyakan kesiapannya.

“Kita ngobrol sambil makan siang yuk. Di tempat biasa.”

Aisha menyetujuinya. Sudah lama tak bertemu Dania. Kangen juga.

Alisha mencari bunda yang sedang menyiapkan makan siang. Meminta izin bertemu Dania dan makan siang bersamanya. Bunda mengizinkannya, dia tersenyum senang dan memeluk bunda sesaat.

Dibantunya bunda menyelesaikan kegiatannya di dapur diselingi perbincangan mengenai sidang yang akan kuhadapi. Bunda selalu memberikan semangat padanya jika dia pasti bisa melewatinya. Kali ini bunda juga mendoakan jika nanti akan dimudahkan saat sidang.

-Sha, kapan mau ke kantor?-

Pesan Mas Angga masuk saat Alisha akan berganti pakaian. Sedikit riasan diberikan pada wajah dengan lipstik warna merah muda.

-Besok boleh Mas, sekalian belajar untuk sidang ya. Pekan depan jadwalnya.-

Balasnya cepat. Tidak lupa mengingatkan Mas Angga untuk memberitahu Mas Tyo.

-Kantor Mas atau Tyo?-

-Mas Tyo saja ya. Alisha sudah biasa di sana. Kalau kantor Mas Angga harus ketemu orang baru lagi-

-Ok.-

-Mas, Alisha mau makan siang dengan Dania di War**** ****ng, kalau Mas dan Mas Tyo mau ikutan boleh sekalian-

-Mas kabari nanti ya.-

Pesan terakhir dari Mas Angga belum memberikan jawaban yang pasti, namun dia takut jika tiba-tiba Mas Angga dan Mas Tyo datang. Agar Dania tidak kaget Alisha berniat memberitahukannya pada Dania.

Alisha langsung menghubungi Dania. Dimintanya untuk memesan meja yang agak besar minimal untuk berempat. Saat Dania menanyakan aku hanya menjawab jika Mas Angga akan menyusul nanti.

Setelah membalas pesan-pesan di ponselnya selesai, Alisha melanjutkan merias wajahnya dengan riasan tipis. 'Sudah siap' batinnya. Ditatapnya cermin yang memperlihatkan wajahnya yang tersenyum setelah semua terlihat sesuai. Alsha memutuskan untuk turun. Saat melalui kamar bunda, diketuknya pintu untuk pamit.

Tak ada jawaban dari dalam kamar bunda.

“Bunda...”

“Bunda di bawah Alisha,” ucap bunda saat mendengar aku mencarinya.

Alisha menuruni tangga dengan cepat. Saat ini Dania mengabari jika dia sudah dalam perjalanan. Alisha terpaku setelah sampai di ruang tamu, Mas Tyo sudah ada di sana bersama bunda.

“Assalamualaikum, Alisha,” ucapnya sambil tersenyum.

“Waalaikumsalam...”

Dijawabnya dengan sedikit gugup salam yang diberikan Mas Tyo. Bunda hanya tersenyum di sofa. Bunda mengerlingkan matanya saat Alisha mencoba mencari jawaban mengapa Mas Tyo ada di ruang tamu.

“Sudah siap?”

Alisha hanya mengangguk ragu. Apa Mas Angga memintanya untuk menjemput atau...

Mas Tyo pamit pada bunda. Alisha berjalan menuju sofa dan mencium tangan bunda. Meminta maaf karena bunda akan makan siang sendiri hari ini.

Bunda tersenyum dan berpesan untuk hati-hati. Salam untuk Dania. Mereka keluar pintu menuju teras, dilanjutkan melangkah menuju pintu mobil silver dengan Mas Tyo yang mendahului dan membukakan pintu untukku. Mas Tyo memberikan isyarat agar dia masuk. Setelah menutup pintu, dengan bergegas dia melangkah ke sisi lain, membuka pintu dan duduk di depan kemudi.

“Mas, sudah tahu kita mau ke mana?”

“Sudah. Angga tadi mengabari, kebetulan baru selesai urusan di dekat sini. Jadi langsung mampir.”

“Ooh.”

Setelah hilang rasa penasarannya, suasana sepi menyelimuti. Alisha hanya menatap lurus ke depan dan sesekali melihat ke luar melalui jendela. Pasti Mas Angga sudah mengatakan juga jika besok aku akan mulai belajar di kantornya.

Tak lama kami sampai di area parkir. Mas Tyo kembali membukakan pintu untuknya. Alisha tersenyum senang. Seorang pelayan menghampiri saat kami masuk.

Ditanyakan meja atas nama Dania dan pelayan menunjuk ke lantai dua sebelah kiri. Tak lupa diucapkannya terima kasih dan mereka melangkah menuju tangga. Kuedarkan pandangan ke arah meja di lantai dua sambil menaiki tangga.

Saat dilihatnya Dania, dilambaikan tangannya memberi tanda. Dania membalas dan tersenyum. Karena kurang konsentrasi, kakinya menginjak bagian pinggir tangga. Seketika pijakannya terpeleset.

Badan Alisha terhuyung ke belakang. Beruntung Mas Tyo sigap menangkap pinggangnya dan menariknya pelan. Wajah Alisha kini berada di depan dada Mas Tyo. Tercium aroma citrus yang selama ini membuatnya terlena.

Wajah Alisha terasa panas, sedikit gugup dicobanya berdiri kembali dengan baik. Setelah dirasakan aman, disingkirkan tangan Mas Tyo perlahan dari pinggangnya. Entah, apakah Mas Tyo melihat wajahnya yang merona. Alisha hanya bisa menunduk setelahnya dan tak berani menatap karena debaran di dadanya yang tak karuan.

“Terima kasih.” Ucapnya lirih.

Mas Tyo hanya mengangguk dan mereka melanjutkan langkah kakinya menuju Dania.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status