Share

Adik Ipar Terkaya
Adik Ipar Terkaya
Penulis: Pemanis Aksara

Part 01: Dibentak

"I need small pan," teriak Fadli sambil nge-baked tiger prawn. Sudah berulang kali dia meminta small pan, tapi Habib belum sempat mengantarnya. Cucian piring kotor yang menggunung membuatnya kewalahan untuk menuruti permintaan staff kitchen dan staff service. Ia mengusap keringat yang menggelinding di kening.

"Sudah berapa kali kubilang ... aku butuh small pan," hardik Fadli dengan wajah memerah. Dia sudah berdiri tepat di sampingnya. "Setiap kali briefing, apa yang selalu urgent itu dulu yang harus dituruti. Walaupun pekerjaan kita menumpuk. Itu bisa saja nanti dibantu sama staff yang lain." Fadli masih saja menahan gejolak amarah yang sudah meronta untuk segera diluapkan. "Apa kamu sanggup mendenda makanan yang sudah lama menunggu antrian?!" bentaknya lagi tidak peduli dengan staff lain. "Kamu di sini bekerja untuk mencari duit, bukan bekerja untuk mengeluarkan duit akibat mendenda makanan yang terlambat keluar karena pekerjaanmu lambat seperti keong mas!" racaunya sambil berdecak pinggang.

Habib menunduk sambil menyodorkan small pan yang diminta Fadli kepadanya. Ia juga kewalahan ketika weekend selalu dibuat sendiri untuk morning shift. Tamu kali ini diluar dugaan dari biasanya. Sungguh ramai luar biasa.

"Seharusnya kamu beruntung masih bisa diterima kerja di sini." Fadli masih saja terus mengoceh meluapkan emosinya kepada Habib. Ia masih mematung dan tidak berani melanjutkan mencuci piring yang sudah menggunung di westafel dan lantai. Staff service terus mengantar piring kotor. Sehingga tumpukan piring kotor terus bertambah.

"Asal kamu tahu, kalau bukan karena aku, mungkin kamu tidak bakalan lulus training."

Habib mendongak menatap manik matanya, Fadli. Ia heran kenapa Fadli bisa berkata seperti itu. Padahal, ia sudah seminggu lulus training dan sudah ganti baju.

Fadli mengukir senyum smirk. "Kalau bukan karena long weekend, aku sudah mengkonfirmasi ke office untuk meng-cut, kamu." Dia melangkah lalu memutar badan. Perlahan dia melipat tangan dan diletakkan sejajar dengan dada. "Kamu selalu melakukan kesalahan dan tidak bisa dimaafkan," bisiknya tepat di daun telinga Habib setelah merasa puas membuat mental Habib down.

Habib heran dengan sikap Fadli. Ia tidak tahu kesalahan apa yang dimaksud Fadli. Padahal, ia selalu datang tepat waktu dan tidak pernah melakukan kesalahan.

Posisi Fadli hanya kitchen leader, tapi gayanya melebihi Chef de Party. Dia selalu membedakan Habib dengan staff lain. Ia tidak tahu dendam kesumat apa yang dipendam Fadli kepada dirinya.

"Kuberikan kesempatan kepadamu hari ini untuk memperbaiki diri. Masih ada beberapa jam lagi untuk memberikan kinerja terbaik versimu dan membuat aku tidak meng-cut kamu dari sini." Dia melihat jam yang menempel di dinding di loker tempat istirahat semua staff kalau lagi break.

Habib merasa lega karena masih ada kesempatan untuknya. Walaupun ia merasa tidak mempunyai salah.

"Jika tidak ada perubahan, aku akan mengajukan form ke office kalau dirimu melakukan kesalahan pada saat weekend," ucapnya dengan nada sarkasme.

Habib mereguk saliva terasa getir. Perkataan Fadli seperti petir di siang bolong. Ia masih saja mematung dan terus memikirkan perkataan yang bergelayut manja di benaknya. Kalau sempat dipecat, ia tidak tahu harus bekerja di mana lagi.

"Silakan kerjakan cucianmu yang sudah menggunung itu!" bentaknya sambil pergi melangkah menuju area grill.

Habib melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda. Baru saja memulainya terdengar suara bising.

Semua mata staff kitchen tertuju kepadanya. Padahal dirinya tidak sengaja membuat small pan jatuh sampai menggrindil. Tragedi small pan jatuh pasti menjadi kesalahannya walaupun itu bukan Habib yang buat. Walaupun sebenarnya itu mutlak kesalahan staff service akibat salah meletakkan small pan tidak pada tempatnya. Sehingga ia menyenggol tanpa sengaja.

"Baru beberapa detik aku memperingatkanmu, sudah melakukan kesalahan." Fadli meracau seolah tidak terima kesalahan itu dibuat Habib. Fadli seperti jelangkung, langkah kakinya begitu amat cepat sehingga sudah berada di depan Habib.

Habib diam dan menunduk. Meminta maaf pun ia kepada Fadli, pasti tidak berguna. Akhirnya lebih bagus membisu seolah bodoh amat.

"Hari ini sudah cukup habis batas kesabaranku atas ulah yang kamu perbuat. Sebagai konsekuensinya, kamu tidak boleh finger print ketika jam istirahat pulang. Kamu harus long time untuk hari ini dan esok."

Fadli menekan nada suaranya seolah tidak sabar ingin memberikan punishment kepada Habib. "Ba-baik," jawabnya grogi dan tidak membantah. Habib sangat membutuhkan pekerjaan ini untuk bisa menafkahi istrinya. Kalau melawan, konsekuensinya pasti di pecat.

"Bagus kalau sadar diri atas kesalahan fatal yang kamu lakukan." Fadli merasa senang bisa menyiksa Habib secara langsung. "Perlu kamu ketahui, long time tidak ada sama sekali dibayar. So ... kamu jangan berharap dapat gaji lebih atas over time yang kuberikan."

"Enak saja kamu memperlakukanku seperti ini!" gertak Habib tidak terima. Habib merasa tidak sabar lagi dengan perbuatan Fadli kepadanya. Ia sudah terlalu cukup sabar menghadapi atasan yang sungguh di luar batas. "Jangan kamu kira aku tidak makan ketika risaign dari pekerjaan ini!" ucapnya dengan mencekik leher Fadli dengan kuat.

Fadli meneguk salivanya sangat susah. Dia terus berusaha agar Habib melepaskan terkaman buas yang menyerang dirinya. Namun, Habib tidak melepaskan begitu saja sebelum lahir kata maaf dari bibir Fadli.

"Silakan cuci piring ini!" bentak Habib sambil mendorong Fadli ke dinding dekat pintu loker. Wajah lesu kini terlahir di raut wajahnya. "Biar kamu merasa lebih puas, aku akan risaign dari sini tanpa kamu ajukan form ke office," imbuhnya sambil melangkah masuk ke dalam loker.

Wajahnya yang pucat pasi kini semakin menjadi-jadi. Piring kotor menumpuk, orderan banyak masuk. Malah terjadi tragedi yang jauh di luar dugaannya. Fadli ingin membentak Habib. Ternyata berujung serius. Sebenarnya Fadli sudah ketar-ketir menghadapi masalah yang ada. Namun, ada saja ide jahat yang terlintas di dalam benaknya. Kalau kamu mengundurkan diri sebelum masa kontrak habis. Kamu akan mendenda. Emangnya kamu punya uang buat denda dan membiayai biaya hidup istrimu?!" sindir Fadli sarkasme. Dia mencoba berdiri dan tegar di hadapan Habib.

"Itu bukan urusanmu!" jawab Habib tegas lalu pergi melangkah gontai di tengah ramainya pengunjung.

"Sial! Benar-benar nekad kamu Habib!" umpat Fadli kesal. Dia tidak mau kalau masalah ini semakin kacau. Akhirnya, dia berlari mengejar Habib.

"Tunggu!" teriak Fadli dengan nada kencang. Kostum yang dia pakai tidak ada sama sekali dilepas. Pengunjung yang melintas merasa aneh melihat uniform yang dikenakan Fadli.

Habib berhenti sejenak lalu memutar tubuhnya menghadap asal suara itu.

"Apalagi yang akan kamu rencanakan untuk mencelakaiku atau menindasku wahai manusia yang tidak pandai bersyukur?!" sindir Habib tepat di daun telinga Fadli. "Kita lihat saja dalam durasi waktu tiga hari ke depan. Apakah aku atau kamu yang bakalan hidup menjadi gembel?!" tanya Habib penuh penekanan ditambah sorot matanya sangat tajam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status