Home / Urban / Adik Ipar Terkaya / Part 01: Dibentak

Share

Adik Ipar Terkaya
Adik Ipar Terkaya
Author: Pemanis Aksara

Part 01: Dibentak

last update Last Updated: 2023-05-19 20:37:06

"I need small pan," teriak Fadli sambil nge-baked tiger prawn. Sudah berulang kali dia meminta small pan, tapi Habib belum sempat mengantarnya. Cucian piring kotor yang menggunung membuatnya kewalahan untuk menuruti permintaan staff kitchen dan staff service. Ia mengusap keringat yang menggelinding di kening.

"Sudah berapa kali kubilang ... aku butuh small pan," hardik Fadli dengan wajah memerah. Dia sudah berdiri tepat di sampingnya. "Setiap kali briefing, apa yang selalu urgent itu dulu yang harus dituruti. Walaupun pekerjaan kita menumpuk. Itu bisa saja nanti dibantu sama staff yang lain." Fadli masih saja menahan gejolak amarah yang sudah meronta untuk segera diluapkan. "Apa kamu sanggup mendenda makanan yang sudah lama menunggu antrian?!" bentaknya lagi tidak peduli dengan staff lain. "Kamu di sini bekerja untuk mencari duit, bukan bekerja untuk mengeluarkan duit akibat mendenda makanan yang terlambat keluar karena pekerjaanmu lambat seperti keong mas!" racaunya sambil berdecak pinggang.

Habib menunduk sambil menyodorkan small pan yang diminta Fadli kepadanya. Ia juga kewalahan ketika weekend selalu dibuat sendiri untuk morning shift. Tamu kali ini diluar dugaan dari biasanya. Sungguh ramai luar biasa.

"Seharusnya kamu beruntung masih bisa diterima kerja di sini." Fadli masih saja terus mengoceh meluapkan emosinya kepada Habib. Ia masih mematung dan tidak berani melanjutkan mencuci piring yang sudah menggunung di westafel dan lantai. Staff service terus mengantar piring kotor. Sehingga tumpukan piring kotor terus bertambah.

"Asal kamu tahu, kalau bukan karena aku, mungkin kamu tidak bakalan lulus training."

Habib mendongak menatap manik matanya, Fadli. Ia heran kenapa Fadli bisa berkata seperti itu. Padahal, ia sudah seminggu lulus training dan sudah ganti baju.

Fadli mengukir senyum smirk. "Kalau bukan karena long weekend, aku sudah mengkonfirmasi ke office untuk meng-cut, kamu." Dia melangkah lalu memutar badan. Perlahan dia melipat tangan dan diletakkan sejajar dengan dada. "Kamu selalu melakukan kesalahan dan tidak bisa dimaafkan," bisiknya tepat di daun telinga Habib setelah merasa puas membuat mental Habib down.

Habib heran dengan sikap Fadli. Ia tidak tahu kesalahan apa yang dimaksud Fadli. Padahal, ia selalu datang tepat waktu dan tidak pernah melakukan kesalahan.

Posisi Fadli hanya kitchen leader, tapi gayanya melebihi Chef de Party. Dia selalu membedakan Habib dengan staff lain. Ia tidak tahu dendam kesumat apa yang dipendam Fadli kepada dirinya.

"Kuberikan kesempatan kepadamu hari ini untuk memperbaiki diri. Masih ada beberapa jam lagi untuk memberikan kinerja terbaik versimu dan membuat aku tidak meng-cut kamu dari sini." Dia melihat jam yang menempel di dinding di loker tempat istirahat semua staff kalau lagi break.

Habib merasa lega karena masih ada kesempatan untuknya. Walaupun ia merasa tidak mempunyai salah.

"Jika tidak ada perubahan, aku akan mengajukan form ke office kalau dirimu melakukan kesalahan pada saat weekend," ucapnya dengan nada sarkasme.

Habib mereguk saliva terasa getir. Perkataan Fadli seperti petir di siang bolong. Ia masih saja mematung dan terus memikirkan perkataan yang bergelayut manja di benaknya. Kalau sempat dipecat, ia tidak tahu harus bekerja di mana lagi.

"Silakan kerjakan cucianmu yang sudah menggunung itu!" bentaknya sambil pergi melangkah menuju area grill.

Habib melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda. Baru saja memulainya terdengar suara bising.

Semua mata staff kitchen tertuju kepadanya. Padahal dirinya tidak sengaja membuat small pan jatuh sampai menggrindil. Tragedi small pan jatuh pasti menjadi kesalahannya walaupun itu bukan Habib yang buat. Walaupun sebenarnya itu mutlak kesalahan staff service akibat salah meletakkan small pan tidak pada tempatnya. Sehingga ia menyenggol tanpa sengaja.

"Baru beberapa detik aku memperingatkanmu, sudah melakukan kesalahan." Fadli meracau seolah tidak terima kesalahan itu dibuat Habib. Fadli seperti jelangkung, langkah kakinya begitu amat cepat sehingga sudah berada di depan Habib.

Habib diam dan menunduk. Meminta maaf pun ia kepada Fadli, pasti tidak berguna. Akhirnya lebih bagus membisu seolah bodoh amat.

"Hari ini sudah cukup habis batas kesabaranku atas ulah yang kamu perbuat. Sebagai konsekuensinya, kamu tidak boleh finger print ketika jam istirahat pulang. Kamu harus long time untuk hari ini dan esok."

Fadli menekan nada suaranya seolah tidak sabar ingin memberikan punishment kepada Habib. "Ba-baik," jawabnya grogi dan tidak membantah. Habib sangat membutuhkan pekerjaan ini untuk bisa menafkahi istrinya. Kalau melawan, konsekuensinya pasti di pecat.

"Bagus kalau sadar diri atas kesalahan fatal yang kamu lakukan." Fadli merasa senang bisa menyiksa Habib secara langsung. "Perlu kamu ketahui, long time tidak ada sama sekali dibayar. So ... kamu jangan berharap dapat gaji lebih atas over time yang kuberikan."

"Enak saja kamu memperlakukanku seperti ini!" gertak Habib tidak terima. Habib merasa tidak sabar lagi dengan perbuatan Fadli kepadanya. Ia sudah terlalu cukup sabar menghadapi atasan yang sungguh di luar batas. "Jangan kamu kira aku tidak makan ketika risaign dari pekerjaan ini!" ucapnya dengan mencekik leher Fadli dengan kuat.

Fadli meneguk salivanya sangat susah. Dia terus berusaha agar Habib melepaskan terkaman buas yang menyerang dirinya. Namun, Habib tidak melepaskan begitu saja sebelum lahir kata maaf dari bibir Fadli.

"Silakan cuci piring ini!" bentak Habib sambil mendorong Fadli ke dinding dekat pintu loker. Wajah lesu kini terlahir di raut wajahnya. "Biar kamu merasa lebih puas, aku akan risaign dari sini tanpa kamu ajukan form ke office," imbuhnya sambil melangkah masuk ke dalam loker.

Wajahnya yang pucat pasi kini semakin menjadi-jadi. Piring kotor menumpuk, orderan banyak masuk. Malah terjadi tragedi yang jauh di luar dugaannya. Fadli ingin membentak Habib. Ternyata berujung serius. Sebenarnya Fadli sudah ketar-ketir menghadapi masalah yang ada. Namun, ada saja ide jahat yang terlintas di dalam benaknya. Kalau kamu mengundurkan diri sebelum masa kontrak habis. Kamu akan mendenda. Emangnya kamu punya uang buat denda dan membiayai biaya hidup istrimu?!" sindir Fadli sarkasme. Dia mencoba berdiri dan tegar di hadapan Habib.

"Itu bukan urusanmu!" jawab Habib tegas lalu pergi melangkah gontai di tengah ramainya pengunjung.

"Sial! Benar-benar nekad kamu Habib!" umpat Fadli kesal. Dia tidak mau kalau masalah ini semakin kacau. Akhirnya, dia berlari mengejar Habib.

"Tunggu!" teriak Fadli dengan nada kencang. Kostum yang dia pakai tidak ada sama sekali dilepas. Pengunjung yang melintas merasa aneh melihat uniform yang dikenakan Fadli.

Habib berhenti sejenak lalu memutar tubuhnya menghadap asal suara itu.

"Apalagi yang akan kamu rencanakan untuk mencelakaiku atau menindasku wahai manusia yang tidak pandai bersyukur?!" sindir Habib tepat di daun telinga Fadli. "Kita lihat saja dalam durasi waktu tiga hari ke depan. Apakah aku atau kamu yang bakalan hidup menjadi gembel?!" tanya Habib penuh penekanan ditambah sorot matanya sangat tajam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Adik Ipar Terkaya   Part 37B: Apa yang Terjadi

    Suasana semakin memanas. Manusia mana yang mau terlahir ke dunia dengan cara tidak sah di mata hukum negara dan juga di mata hukum Islam. 'Kalau boleh memilih, aku juga tidak mau lahir dari cara yang salah,' ucap Abizar bermonolog.Suasana hening seketika. Habib mengulas senyum bahagia. Ia merasa menang atas perdebatan yang sangat alot itu."Wajar saja tingkah lakumu seperti ibumu!" ejek Abizar sponta dengan ekspersi datar. Dia memutar balikkan fakta.Habib tertawa terbahak-bahak tanpa peduli dengan sang ayah. Sementara Abizar dan Hermawan saling adu pandang. Mereka kira Habib sudah gila."Apa aku tidak salah dengar?!" tanya Habib memperjelas perkataan Abizar. Retinanya mengarah ke arah Hermawan. "Apakah aku wajar dan pantas dikatakan gila?" imbuhnya meyakinkan apa yang baru saja dikatakan Abizar kepadanya.Hermawan hanya diam membisu. Dia tidak berani menjawab. Walau bagaimanapun itu Habib dan Abizar anak kandung alias darah dagingnya sendiri. Walaupun itu Abizar tidak dalam alam sa

  • Adik Ipar Terkaya   Part 37: Terkulai Layu

    "Secepatnya!" balasnya menimpali.Rossa memang istri sirinya, Hermawan. Dia sempat tanam saham duluan daripada menikahi ibunya, Habib. Namun, itu tidak terendus alias semua tersimpan rapi tanpa ada yang tahu.Seketika Habib mengulas senyum melihat Abizar. "Betapa malangnya nasibmu," sindir Habib kepada Abizar. Ternyata kamu anak yang tidak diinginkan." Ledekan Habib membuat Abizar semakin marah.Biasanya dia yang selalu menghina dan mengolok-olok Habib. Sekarang malah terbalik seratus delapan puluh derajat Celcius. Api amarah kini terpaut di wajahnya. Dia ingin sekali membungkam mulut adik tirinya agar bisa diam. Namun, dia sadar akan kesehatan Hermawan. Walaupun dia tidak pernah memanggil ayah atau pun bapak kepada pria yang terbaring lemas di atas brangkar."Kenapa kamu diam?!" pancing Habib kembali. Wajahmu nggak usah ditekuk seperti itu. Coba deh berkaca, kamu laksana menahan berak," ujar Habib terus mengejek."Persetan!" Akhirnya, Abizar tidak sanggup menahan gejolak larva amarah

  • Adik Ipar Terkaya   Part 36B

    Abizar melepaskan cengkeramannya lalu membuang napas kasar."Ceritanya seperti ini," ucap Hermawan lirih. Dia memejamkan mata sekejap sembari menghela napas. Setelah jiwa dan raganya sudah merasa tenang. Barulah dia mulai buka suara. "Sayang, aku hamil!" ucap Rossa kepada Hermawan ketika mereka berdua janjian ketemuan di waktu makan siang."Tidak mungkin! Aku selalu memakai pengaman dan jika pun itu tidak. Aku tidak pernah mengeluarkannya di dalam. Jangan mengada-ada kamu, Rossa!" tolak Hermawan atas perkataan Rossa yang baru saja dia dengar.Rossa terisak mendengar perkataan calon suaminya. Dia sudah merelakan perawannya direguk oleh Hermawan. Ternyata apa yang dia harapkan telah sirna menjadi suami seorang pria kaya raya. Tidak peduli semua mata tertuju kepadanya. Isaknya semakin kuat dan semakin membuat retina pengunjung cafe semakin penasaran."Kamu tega, sayang!" ucap Rossa terisak. Dia memukul-mukul dada Hermawan sekuat hati sangking kesalnya. "Jangan coba-coba mengganggu hidup

  • Adik Ipar Terkaya   Part 36: Minta Tanggungjawab

    Part 36: Minta TanggungjawabSiska baru saja tersadar ketika dirinya sudah ada di atas brangkar rumah sakit. Padahal dia baru saja merasa di atas motor dan terprental dari atas lalu meringis kesakitan."Aa-aku ada di mana?!" racaunya sesekali menyapu ruangan sekitar. Di samping kanan ada Abizar. Dia terkejut dan terbangun dari tidurnya. Ternyata sudah pukul dua puluh tiga lewat lima belas menit. Sangking lelahnya Abizar, dia tertidur pada saat menjaga Siska yang baru saja kecelakaan."Di rumah sakit," jawab Abizar sambil menguap. Setelah selesai menguap, dia mengucek terinya dan kembali meneruskan perkataannya, "tadi kamu kecelakaan.""Ini pasti gara-gara, Habib," umpatnya dengan menekuk wajah kesal. "Bisa kamu kasih pelajaran agar dia tidak semena-mena kepadaku, Bang?!" ucapnya lirih. Di sebelah kanan bagian betis terasa sakit akibat ditimpa motor pada saat dirinya terseret."Kasih pelajaran seperti apa? Dia saja telah menang telak dan sudah mengetahui sisi kelemahanku," jelas Abizar

  • Adik Ipar Terkaya   Part 35: Sudah Kutransfer

    "Kenapa kamu malah diam saja tua bangka! Seharusnya kamu ngoceh membela aku sebagai anakmu. Bukan hanya meratap seperti anak TK meminta mainan tidak dikasih sama ibunya." Siska benar-benar tidak ada akhlak ngatain Hermawan tua bangka. Padahal selama ini dia hidup hedon dan glamour karena uang yang dikasih Hermawan kepadanya."Hentikan ucapanmu!" bentak Hermawan dengan menaikkan suaranya dari biasanya. Dia mencoba duduk dan bersandar ke dinding ruangan. Habib membantu sang ayah. Namun, Hermawan tidak mau dibantu sang anak. "Aku bisa sendiri, kok," imbuhnya membuat Siska tersenyum puas."Siska! Mulai dari sekarang kamu harus angkat kaki dari rumahku!" racau Hermawan setelah dadanya tenang. Dan kamu tidak boleh menggunakan fasilitas yang aku berikan kepadamu!" desisnya menimpali.Raut wajahnya terlihat memerah seolah tidak suka atas informasi yang dia dapatkan barusan."Tidak bisa begitu, Yah!" bujuknya agar Hermawan menarik ucapannya. Aku mau tidur di mana kalau tidak boleh tinggal di r

  • Adik Ipar Terkaya   Part 34: Jangan Berharap Lebih

    Habib mengindahkan ide suster dengan cepat. Kini semua sudah aman dan terkendali."Kenapa sudah tidak ada orang?! tanya Siska ketika sudah di depan kamar mayat. "Pasti ada yang tidak beres ini," imbuhnya memasang wajah heran. Mau bertanya pun sudah tidak ada orang. Akhirnya dia kembali ke ruang informasi untuk mencari tahu keberadaan jenazah ayahnya.***Di kamar yang berbeda masih di lokasi rumah sakit. Habib menyuap Hermawan dengan lembut. Sang ayah yang selama ini ia rindukan kasih sayangnya kini sudah terkulai layu di atas brangkar rumah sakit."Ayah harus kuat makan agar ada tenaga," ucap Habib parau. Suaranya terasa serak menahan Isak tangis. Andai saja sang ayah mendengar apa katanya dulu sebelum menikah dengan Rossa. Mungkin beliau tidak menderita seperti ini. Bukan kebahagiaan yang dia dapat, hanya derita yang tercipta selama bersama dengan Rossa."Sudah!" tolak Hermawan. Dia tidak mau lagi menghabiskan makanan yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit. "Ayah sudah kenyang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status