Beranda / Romansa / Adik Ipar Yang Jadi Suamiku / Bab 3 percakapan terakhir

Share

Bab 3 percakapan terakhir

Penulis: Dhisa Efendi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-17 18:25:06

'Tapi bagaimana kalau Mama mengetahuinya? Mau diletakkan dimana harga diriku?' keluh hati Brian.

Ia melajukan motornya setelah mengantar Evara ke tempat kerjanya.

'Evara sedang mengandung. Ia harus berhenti bekerja dalam waktu dekat.' hatinya merasa galau.

Ia jadi banyak melamun di tempat kerja. Ia berusaha menghubungi Adamis tapi ia segera membatalkannya. Adamis menatap ponselnya. Baru saja ia akan menjawab panggilan dari kakaknya saat panggilan langsung terputus.

Adamis memutuskan melakukan panggilan balik.

"Ada apa, Kak?" Tanyanya.

"Ada apa?" Brian justru balik bertanya.

"Kakak tadi menelponku." sergah Adamis merasa aneh.

"Oh, apa begitu? Mungkin kepencet." Kilah Brian.

"Sudah, ya. Aku masih harus lanjut kerja." Putus Brian.

Ia langsung memutus hubungan tanpa Adamis dapat mencegahnya.

'Aku harus mempunyai alasan yang kuat untuk mendapatkan uang itu. Aku harus memikirkannya lebih dulu.' batin Brian gelisah.

Adamis tidak tau itulah percakapan terakhirnya dengan Brian.

"Sepertinya Kak Brian sedang dalam kesulitan. Tapi apa?" Gumam Adamis.

Adamis dapat mendengar kegelisahan dalam suara Brian.

"Apa Aku harus mengatakannya pada Mama kalau Kak Brian baru saja menelponku?" Gumamnya lagi.

Ia tidak percaya pada kata - kata Brian kalau ponselnya kepencet atau apalah. Kakaknya itu pasti membutuhkan bantuannya. Tapi apa?

"Pasti gara - gara si Evara itu. Apa ia terlalu banyak menuntut?" Tiba - tiba ia merasa kesal pada Evara.

Evara yang membuat Brian memilihnya dan meninggalkan semuanya. Bahkan ibu dan adik satu - satunya.

"Dami, kamu lupa ya?" Suara Ariana yang tiba - tiba datang membuatnya terkejut.

"Mama kok ada di sini? Sejak kapan?" Tanya Adamis sedikit cemas.

Apa Mamanya mendengar semua gumamannya tadi?

Ariana cemberut.

"Kita kan janji mau lunch di sana. Kamu benar - benar lupa, ya?" tunjuk Ariana pada rumah makan di seberang kantor mereka.

'Astaga!' kejut hati Adamis.

Memang tadi pagi Ariana mengajaknya makan siang bersama di resto depan kantor.

"Mama bosan di rumah. Kamu juga jarang pulang untuk makan siang di rumah. Apalagi sejak.." Ariana berhenti berbicara.

Adamis tahu kelanjutan ucapan sang mama. Sejak Brian meninggalkan kantor, sejak Brian memilih meninggalkan rumah untuk menikah dengan Evara.

"Dami masih belum beradaptasi sepenuhnya, Ma." Aku Adamis jujur.

Pekerjaan Brian di tambah dengan pekerjaannya membuatnya sangat sibuk. Ia belum mendapatkan seseorang yang dapat dia percaya untuk menggantikan tugasnya.

"Mama ngerti. Mama hanya ingin bersamamu lebih lama." Kata Ariana pagi itu.

Dan sekarang ia sudah berada di sini. Di depan Adamis. Ia datang sendiri tanpa minta dijemput seperti biasanya.

"Maaf, Ma. Aku bahkan tidak sempat untuk jemput Mama." kata Adamis menyesal.

"Sudahlah, Mama tau Kamu sibuk. Tapi bisa dong, temani Mama lunch?" Tanya Ariana. .

Adamis mengangguk. Ia langsung bangun tanpa merapikan mejanya.

"Ayo, Ma. Mama pasti sudah sangat lapar." ajak Adamis.

Jarum panjang jam sudah melewati angka 1.

Ariana tertawa dan menyambut rengkuhan tangan Adamis di pinggangnya. Ia juga melakukan hal yang sama. Tangannya melingkar di pinggang Adamis.

"Ada berita apa hari ini?" Tanya Ariana sambil mulai melangkah.

Yang ia tanyakan tentu masalah pekerjaan tapi yang terpikirkan oleh Adamis adalah telpon dari Brian. Apa ia akan mengatakannya pada Ariana?

***********

Evara kembali ke toko tempatnya bekerja dan mendapat teguran dari managernya.

"Kenapa Kamu lama sekali, Eva? Jam istirahatmu hanya 1 jam."

Evara harus menunggu taxi online karena Brian tidak kunjung datang.

"Maafkan Saya, Pak. Saya tidak akan mengulanginya lagi." ujar Evara merasa bersalah.

"Cepatlah. Kasihan Leoni. Dari tadi ia melayani tamu sendirian." Titah manager itu.

Sebenarnya dulu ia sangat tertarik pada Evara dan ingin mengajaknya berkencan. Evara selalu menolaknya dengan halus.

"Saya nggak enak sama Ibu, Pak." kata Evara.

yang ia maksud adalah istri Beni.

"Saya akan ceraikan Dia jika Kamu mau bersamaku." tukas Beni.

Apa maksudnya menikah? Evara tidak yakin. Manager itu sudah mempunyai istri. Evara tidak ingin menghancurkan rumah tangga orang lain.

"Pak Beni suka sama Kamu, Eva. Manfaatkan saja." Saran Leoni.

Evara menggeleng.

"Aku nggak mau, Leon. Aku nggak mau memanfaatkan orang lain. Apalagi itu atasan Kita." kata Evara seraya menggeleng - gelengkan kepalanya.

Leoni mengangkat bahunya.

"Sayang Pak Beni sukanya sama Kamu. Kalau Aku sih.."

"Leon, Pak Beni punya istri. Dan istrinya galak, lho." Bisik Evara memutus ucapan Leoni.

"Kamu juga sudah punya suami. " sungut Evara gemas.

Istri Pak Beni pernah datang ke toko ini untuk membeli sepatu. Dari caranya berbicara pada suaminya menunjukkan bahwa Pak Beni itu kalah pamor dibandingkan dengan istrinya.

"Jelaslah, yang kaya kan istrinya." Balas Leoni.

"Nah, itu Kamu tau." Evara tertawa.

"Tapi Pak Beni itu nggak jelek, lho." Leoni masih berkeras dengan keinginannya.

"Nggak jelek tapi nggak cukup ganteng bila dibandingkan dengan suamiku." bantah Evara.

Leoni tertawa. Tentu saja Brian tidak dapat dibandingkan dengan manager mereka itu. Leoni bahkan menduga kalau Brian adalah orang yang kaya raya, atau anak konlomerat. Tapi siapa sangka ia hanya bekerja sebagai mandor di sebuah proyek kecil?

Siang ini tidak banyak pengunjung yang membeli koleksi sepatu mereka. Evara jadi mempunyai banyak waktu untuk merenung.

'Kemana Brian? Apa Dia begitu sibuk?' gundah hatinya.

"Eva! Tolong ambilkan yang nomor 39 nya!" Teriak Leoni.

Ia melambaikan sebelah sepatu berwarna coklat di tangannya.

Evara mendekat.

"Warnanya? Sama seperti ini?" Tanyanya.

Leoni menoleh pada pembeli di sebelahnya. Ia lupa menanyakan itu.

"Apa ada warna lain?" Pembeli itu balik bertanya.

"Ada hitam, Kaki dan putih." Jawab Evara.

"Mana yang paling cantik?" Pembeli itu bertanya lagi.

"Itu selera, Nona. Kalau Aku lebih suka yang warna kaki." Sahut Evara.

"Bagaimana kalau Kamu ambilkan semua warna? Aku ingin membandingkannya." Kata pembeli itu.

Leoni mengangkat alisnya. Evara tersenyum.

"Baiklah." Katanya sebelum pergi.

Pembeli itu akhirnya memilih warna Kaki sesuai yang direkomendasikan oleh Evara.

"Makanya jangan kasih tau warna yang lain kalau dia nggak tanya. Jadi repot, kan? Kamu harus membawa semuanya." keluh Leoni.

"Nggak papa, Leon. Yang penting mereka puas." Sahut Evara.

Leoni menggelengkan kepalanya. Itu sebabnya Evara selalu menjadi penjual favorit.

Evara kembali termenung memikirkan Brian.

"Ada apa dengan Brian?" Leoni langsung menebak.

Ia melihat Evara banyak termenung sejak ia kembali dari rumahnya. Ia sendiri memilih membawa bekal dari rumah. Rumahnya cukup jauh jika ia harus pulang untuk makan siang. Makan di Mall sini sama saja bunuh diri bagi mereka. Harga makanan di Mall ini selangit bahkan untuk sepotong roti.

"Brian tidak pulang untuk makan siang. Ia bahkan tidak memberiku kabar." Keluh Evara.

"Mungkin Dia sibuk banget. Dan ponsel nya low bat." kata Leoni dengan maksud menenangkan.

"Itu juga yang Aku pikirkan. Tapi ia tidak pernah membuatku secemas ini sebelumnya." kata Evara hampir menangis.

"Apa pagi tadi ia tidak mengatakan apapun?" tanya Leoni heran.

"Tidak."

Evara berusaha mengingat. Brian hanya mengatakan mencintainya seperti biasa. Evara tiba - tiba teringat Safira yang berada di kamarnya saat ia baru keluar dari kamar mandi.

'Sejak kapan Ibu berada di sana? Apa yang ia katakan pada Brian?' hati Evara mulai bertanya - tanya.

Rumah Evara seperti rumah rakyat kebanyakan. Mereka harus berbagi satu kamar mandi untuk seisi rumah. Letak kamar mandi ada di dekat dapur. Cukup jauh dari kamar Evara yang terletak paling depan.

******************

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Adik Ipar Yang Jadi Suamiku   Bab 7 Pertemuan mertua dan menantu

    Uang duka? "Apa maksud Anda dengan uang duka?"Alis Evara bertaut. Ia terlihat bingung. Pimpinan proyek itu segera menyadari kalau Evara belum menerima kabar ini. "Maaf, Nyonya Brian. Kami dari proyek tempat suami anda bekerja." katanya dengan berat hati. Evara mulai mengerti. "Apa yang terjadi dengan suamiku?" Tanya Evara. Air matanya mulai mengalir turun. Evara sudah dapat menduga tetapi hatinya menolaknya. Pimpinan proyek itu saling berpandangan dengan kedua anak buahnya. "Brian.. Mengalami kecelakaan kemarin siang, Nyonnya"Dunia mulai terasa berputar di mata Evara. Tapi ia masih mencoba bertahan. 'Tidak,' ia mengibaskan kepalanya. "Apa Brian ada di rumah sakit? Rumah Sakit mana?" Tanyanya dengan bibir bergetar. Pimpinan proyek itu terdiam cukup lama. Ia tidak tega melihat air mata Evara. Wajah cantiknya terlihat pucat seperti tak berdarah. "Brian,.. Brian meninggal, Nyonya." Anak buahnya merasa tidak tahan lagi. Ia tidak ingin membuat Evara berharap terlalu lama. "Tid

  • Adik Ipar Yang Jadi Suamiku   Bab 6 Uang duka cita

    "Rencananya pagi ini Aku baru mau ke sana untuk memberitahunya." Kata Adamis lagi. Ariana terlihat bersemangat. Tapi ia juga tau Adamis tidak menyukai Evara. Ia pernah mengatakannya."Aku benci Dia, Mama. Dia yang membuat Kak Brian meninggalkan Kita!"Bagaimana kalau ia mengacau karena mengamuk di sana? "Mama yang akan memberitahunya, Dami. Mama akan pergi bersama Sony." Kata Ariana lembut. "Sebaiknya Kamu ke kantor aja." Katanya lagi. "Apa Mama yakin?"Sebenarnya Adamis memang enggan ke rumah Evara. Ke rumah perempuan yang membuat Kakaknya pergi meninggalkan rumah ini. Ia benci Evara! "Mungkin Sony akan terlambat ke kantor." Kata Ariana mengingatkan. Adamis mengangguk mengerti. Sony adalah orang kepercayaan Brian. Tentu ia sudah mengenal Evara. "Baiklah, Ma. Katakan pada Sony, waktu kerjanya hari ini fleksibel. Tapi hanya hari ini. Aku akan ke kamarku dulu." Katanya. Ia mencium pipi sang Mama sambil berharap dalam hati, 'Semoga Mama juga tidak terpengaruh pada perempuan jaha

  • Adik Ipar Yang Jadi Suamiku   Bab 5 Tamparan untuk Evara

    'Dimana Kamu, Brian?' keluh hati Evara. Tiga tamparan sudah diterimanya hari ini. "Kamu harus melawan, Eva!" Terngiang ucapan Brian di telinga Evara. Plak!!! Evara membalas tamparan Athena dengan sekuat tenaganya. "Kamu yang lancang, Atha! Kamu adikku! Beraninya Kamu menampar orang yang sudah memberimu makan!" Teriaknya setinggi langit. Ia murka juga gelisah. Brian tidak kunjung datang padahal malam semakin merangkak naik. 'Apa Kamu ingin meninggalkanku, Brian? Tolong, jangan siksa Aku seperti ini..' Airmata Evara mulai mengalir turun di pipinya yang memerah karena 3 kali tamparan. "Kalau saja Brian tau kelakuanmu, Atha. Apa Kamu mau menanggung akibatnya?" isak Evara. Air mata terus mengalir di pipinya. Tiga kali tamparan membuat pipinya terasa memar. Tapi bukan itu yang membuatnya menangis. 'Kamu kenapa, Brian? Apa yang telah terjadi padamu? Apa Kamu baik - baik saja, Sayang?' Safira dan Athena mulai cemas. Apa Evara akan melaporkan kekerasan mereka pa

  • Adik Ipar Yang Jadi Suamiku   Bab 4 Berita duka buat Ariana

    "Apa?!" Ponsel Ariana nyaris terjatuh jika Adamis tidak segera menangkapnya. Mereka baru saja menikmati hidangan makan siang yang mereka pesan. Ariana tidak menjawab. Ia bahkan menangis setengah histeris. Adamis melihat ponsel yang masih tersambung dan menempelkannya di telinganya. "Bagaiamana, Bu! Kapan Ibu akan membawa jenazahnya?" tanya orang di seberang sana. Ia merasakan nafas Adamis hingga ia mengira Ariana kembali pada ponselnya. Adamis merasa hatinya melorot ke bawah. "Ap.. Ap - pa maksud Anda? Jenazah?" Tanya Adamis terbata. "Ini siapa? Apa hubungan Anda dengan korban kecelakaan tunggal ini?" 'Korban kecelakaan tunggal?' Adamis melirik ibunya yang masih terus menangis. Bahkan pengunjung resto yang lain mulai ada yang menghampiri mereka untuk menenangkan Ariana. "Ada apa? Apa yang terjadi?" tanya salah seorang dari mereka dengan nada prihatin. Adamis menelan salivanya. Sekujur tubuhnya terasa dingin. "Korban.. Kecelakaan.. Tunggal? Siapa maksud..

  • Adik Ipar Yang Jadi Suamiku   Bab 3 percakapan terakhir

    'Tapi bagaimana kalau Mama mengetahuinya? Mau diletakkan dimana harga diriku?' keluh hati Brian. Ia melajukan motornya setelah mengantar Evara ke tempat kerjanya. 'Evara sedang mengandung. Ia harus berhenti bekerja dalam waktu dekat.' hatinya merasa galau. Ia jadi banyak melamun di tempat kerja. Ia berusaha menghubungi Adamis tapi ia segera membatalkannya. Adamis menatap ponselnya. Baru saja ia akan menjawab panggilan dari kakaknya saat panggilan langsung terputus. Adamis memutuskan melakukan panggilan balik. "Ada apa, Kak?" Tanyanya. "Ada apa?" Brian justru balik bertanya. "Kakak tadi menelponku." sergah Adamis merasa aneh. "Oh, apa begitu? Mungkin kepencet." Kilah Brian. "Sudah, ya. Aku masih harus lanjut kerja." Putus Brian. Ia langsung memutus hubungan tanpa Adamis dapat mencegahnya. 'Aku harus mempunyai alasan yang kuat untuk mendapatkan uang itu. Aku harus memikirkannya lebih dulu.' batin Brian gelisah. Adamis tidak tau itulah percakapan terak

  • Adik Ipar Yang Jadi Suamiku   Bab 2 Mahar yang membuat petaka

    Brian juga tidak mengatakan kalau ia adalah pewaris utama Bramantyo corporation, sejak sang Ayah, Bramantyo Khairan berpulang hampir lima tahun yang lalu. "Bagaimana, Eva? Aku mencintaimu. Aku ingin menikah denganmu. Apa Kamu masih bersedia menikah dengan orang miskin sepertiku?" ucap Brian seraya menatap Evara penuh puja. Evara menunduk. Ia mencintai Brian apapun keadaannya. Memang naif. Tapi itulah kenyataannya. "Aku juga mencintaimu, Brian. Aku mau menikah denganmu." kata Evara dengan kepala tetap tertunduk. Mereka menikah tanpa pesta. Evara mengajak Brian tinggal di rumahnya Brian tidak dapat membawa Evara ke apartemennya karena Ariana juga mencabut haknya atas apartemen itu. "Kembalilah ke rumah, Brian. Ceraikan Dia." Pinta Ariana melalui telpon. "Maaf, Ma. Mama belum mengenal Evara tapi sudah menolaknya." kata Brian. "Tapi dia hanya gadis tanpa masa depan, Brian. Dia dari kalangan bawah!" seru Ariana marah. "Aku yang akan menjadi masa depannya, Ma. Aku

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status