Home / Romansa / Adik Ipar Yang Jadi Suamiku / Bab 4 Berita duka buat Ariana

Share

Bab 4 Berita duka buat Ariana

Author: Dhisa Efendi
last update Last Updated: 2025-09-19 16:06:36

"Apa?!"

Ponsel Ariana nyaris terjatuh jika Adamis tidak segera menangkapnya. Mereka baru saja menikmati hidangan makan siang yang mereka pesan.

Ariana tidak menjawab. Ia bahkan menangis setengah histeris.

Adamis melihat ponsel yang masih tersambung dan menempelkannya di telinganya.

"Bagaiamana, Bu! Kapan Ibu akan membawa jenazahnya?" tanya orang di seberang sana.

Ia merasakan nafas Adamis hingga ia mengira Ariana kembali pada ponselnya. Adamis merasa hatinya melorot ke bawah.

"Ap.. Ap - pa maksud Anda? Jenazah?" Tanya Adamis terbata.

"Ini siapa? Apa hubungan Anda dengan korban kecelakaan tunggal ini?"

'Korban kecelakaan tunggal?'

Adamis melirik ibunya yang masih terus menangis. Bahkan pengunjung resto yang lain mulai ada yang menghampiri mereka untuk menenangkan Ariana.

"Ada apa? Apa yang terjadi?" tanya salah seorang dari mereka dengan nada prihatin.

Adamis menelan salivanya. Sekujur tubuhnya terasa dingin.

"Korban.. Kecelakaan.. Tunggal? Siapa maksud.. Anda?" tanya Adamis dengan suara serak.

Adamis menahan nafasnya.

"Di KTPnya tertulis nama Brian Putra Bramari."

Duarr!

Ada yang terasa meledak di dada Adamis. Tubuhnya langsung limbung. Salah satu pengunjung menahan tubuhnya yang ingin jatuh dan membawanya duduk.

"Itu Kakak Saya! Itu Kakak Saya!" teriak Adamis kalap dengan tangisan yang tertahan.

"Bagaimana? Kapan Kalian akan membawa jenazahnya?" tanya orang itu tanpa perasaan.

Memang sudah tugasnya. Ia tidak harus memakai perasaannya. Ada air mata yang mulai turun di pipi Adamis.

"Kami akan segera menjemputnya. Dimana Kakakku sekarang?" Tanyanya dengan suara basah.

Hati Adamis menjerit dan menangis,

'Kak Brian!!'

Evara belum mengetahui kepergian suaminya untuk selamanya. Pikirannya terus gelisah karena Brian tidak kunjung pulang untuk makan siang.

"Apa Kamu nggak pulang, Brian?" Tanyanya pada diri sendiri.

Biasanya mereka akan kembali ke tempat kerja mereka masing - masing setelah makan siang. Brian seperti pada pagi harinya akan mengantar Evara ke tempat kerjanya.

Polisi lebih dulu menemukan kontak Ariana yang ditulis oleh Brian dengan sebutan Mamaku tercinta.

Adamis meluncur ke tempat polisi menyemayamkan Brian setelah ia mengantar Ariana pulang.

"Mama tunggu di sini. Aku akan menjemput Kak Brian." katanya dengan lembut.

Adamis berusaha tegar agar Ibunya tidak terlalu terpuruk. Ariana terus menerus menyesali keputusannya menolak Evara.

"Kalau saja Mama merestui Kalian. Kalian tentu sudah bahagia di rumah ini.." Racaunya sambil terus menangis.

Ia tidak sanggup membayangkan penderitaan Brian selama tinggal di rumah Evara, orang dari kalangan bawah itu.

"Apa istrinya tidak datang?" Tanya Adamis pada polisi.

"Istrinya? Kami belum menghubunginya, Pak." Jawab Polisi itu.

Ia memang tidak tau kalau ada kontak lain yang lebih intim dari seorang Mama.

"Biar Aku saja yang memberitahu." Putus Adamis.

Hatinya perih melihat sosok Brian yang sudah terbujur kaku. Kakaknya yang tadi siang masih berbicara dengannya walau hanya sekilas. Damian membawa tas kakaknya yang berisi ponsel dan yang lainnya.

"Besok saja Aku memberitahu Evara." Putusnya lagi.

Ia tidak ingin mamanya kembali histeris bila melihat Evara. Ia ingin pemakaman ini berjalan dengan lancar dan tidak ada drama perkelahian antara mertua dan menantunya. Ariana memang terlalu sedih untuk berpikir. Ia sama sekali tidak mengingat apa - apa selain kesedihan dan rasa kehilangannya.

"Apa Mama menanyakan menantunya?" Tanya Adamis pada salah satu pelayan.

"Tidak, Tuan Muda." Pelayan itu menggelengkan kepalanya.

Adamis mengangguk. Ia merasa keputusannya sudah tepat. Pemakaman langsung dilaksanakan hari itu juga dengan tangisan Ariana yang tidak kunjung berhenti.

"Brian.. Brian.. Maafkan Mamamu ini.." sesalnya tak habis - habis.

"Sudah, Mama. Kak Brian sudah tenang sekarang." bujuk Adamis sedih.

"Brian Putra Bamari, kenapa Mama begitu jahat padamu?" raung Ariana lagi.

Semua pencekalannya. Bahkan larangannya pada perusahaan yang ingin Brian melamar pekerjaan kembali terbayang. Ia hanya ingin Brian menyerah dan pulang ke rumah. Dan sekarang Brian sudah pulang. Tapi dalam keadaan tidak bernyawa.

"Briaaann..!" Jerit sang Mama sebelum pingsan untuk yang kesekian kalinya.

***********

Evara merasa semakin gelisah saat Brian tidak juga pulang pada malam harinya. Ia mulai menangis tanpa sebab yang tidak ia mengerti.

"Brian tidak menghubungiku sama sekali. Bagaimana ini?" Katanya cemas.

"Biarkan saja kalau ia tidak pulang, Eva. Bukannya bagus kalau ia menceraikanmu?" kata Safira puas.

"Apa maksud Ibu?" Tanya Evara gusar.

Safira selalu menyuruhnya bercerai. Bukannya selama ini ia selalu memenuhi kebutuhan finansial mereka? Keberadaan Brian sangat membantunya tapi untuk Safira dan Athena itu tidak pernah cukup.

"Aku tidak pernah membiarkan Kalian kelaparan, kan? Kenapa Kalian tidak membiarkan Aku bahagia dengan pilihanku?" Sengat Evara.

Evara mengusap air matanya. Ia mulai merasa muak.

"Aku bahkan harus menyiapkan mahar untuk calonnya Athena. Apa itu masuk akal? Aku saja tidak menuntut apapun dari Kalian! Jadi biarkan Aku berbahagia bersama suamiku!" teriak Evara tertahan.

"Justru Ibu menginginkan kebahagiaanmu, Eva. Kamu akan lebih bahagia dengan calon pilihan Ibu!" sanggah Safira.

"Kenapa tidak Ibu saja yang menikah dengannya? Ia tidak lebih muda dari Ibu, kan?"

"Evara! Jaga mulut mu!" teriak Safira marah.

"Tapi Aku benar kan, Bu? Laki - laki itu sudah tua bangka. Buruk rupanya pula. Sebentar lagi ia juga akan menyusul Ayah!"

Plak!!

Evara sampai memalingkan wajahnya karena tamparan Safira yang lumayan keras. Laki - laki yang dipilih oleh Safira memang sudah tua. Tapi ia kaya dan memiliki banyak usaha. Istrinya sudah meninggal. Ia juga hanya punya 1 anak yang sudah menikah. Masalah tampang tidak usah terlalu dipusingkan. Itu menurut Safira.

"Kamu nggak tau berapa berharganya laki - laki itu buat Kamu! Dia bisa membuatmu bergelimang harta, Evara!" Safira berteriak dengan nafas tersengal.

Ia sangat marah.

"Aku sudah mengandung, Ibu. Aku juga tidak ingin bercerai dengan Brian! Aku akan menemaninya sampai maut memisahkan!" bantah Evara.

"Anak bodoh! Gugurkan kandunganmu!"

"Tidak akan! Tidak akan pernah!" teriak Evara setinggi langit.

"Anak kurang ajar!"

Plak!!

Safira kembali menampar Evara.

Athena masuk dengan seorang gadis. Tidak terlalu cantik tapi penampilannya sungguh membuat mata Evara silau. Banyak emas yang bergantung di pergelangan tangannya. Juga di jari jemarinya. Itu tidak membuatnya terlihat elegan tapi kampungan dan norak menurut Evara.

'Toko mas berjalan.' gumam hati Evara seraya mengusap pipinya yang terasa panas.

Safira sudah menamparnya dua kali.

"Ini calonku, Bu. Bagaimana?" Tanya Athena dengan seringai di bibirnya.

Safira tentu saja menyambutnya dengan suka cita.

"Duduklah, Sayang. Biarkan Kakakmu menyiapkan makan malam untuk Kita." Katanya sambil menoleh pada Evara.

Matanya membuat perintah. Evara tidak ingin mendebat lagi. Ia berjalan ke dalam untuk menyiapkan makan malam.

Hanya ada lauk sederhana. Evara dan Brian belum gajian. Belum waktunya juga.

"Makanan apa, ini?" Protes sang calon adik ipar.

Athena mendelikkan matanya pada Evara.

"Apa tidak ada yang lain?" Tanyanya dengan suara mulai naik.

"Aku belum gajian." Jawab Evara tidak peduli.

"Ibu?!" Seru Athena dengan nada merajuk.

Ibunya langsung bereaksi.

"Eva, masak lagi yang baru." Titahnya.

"Tapi semua bahan sudah habis, Bu. Tinggal untuk besok sebelum Aku gajian." Bantah Evara.

"Makan yang ada saja, Atha. Jangan banyak tingkah." Lanjutnya pada Athena.

"Kalau tidak, suruh pacarmu yang kaya ini untuk membelikan Kita makanan." Katanya lagi.

Ketiga pasang mata itu membelalak. Mereka tidak menyangka Evara akan berani mengatakan itu.

"Untuk apa Aku datang ke sini, Sayang?" Dengus Viona, sang calon adik ipar.

Ia bangun dari kursinya.

"Sebaiknya Aku pulang saja!" Sungutnya marah.

"Eva! Cepat minta maaf!" Tegur Safira.

"Apa salahku, Bu? Apa salahnya meminta sedikit uangnya yang berlimpah itu? Kalau perlu, jual salah satu dari cincinnya itu. Lebih baik, kan?"

"Eva! Beraninya Kamu!" Athena menjerit.

Tangan Athena melayang,

Plak!!

***********

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Adik Ipar Yang Jadi Suamiku   Bab 7 Pertemuan mertua dan menantu

    Uang duka? "Apa maksud Anda dengan uang duka?"Alis Evara bertaut. Ia terlihat bingung. Pimpinan proyek itu segera menyadari kalau Evara belum menerima kabar ini. "Maaf, Nyonya Brian. Kami dari proyek tempat suami anda bekerja." katanya dengan berat hati. Evara mulai mengerti. "Apa yang terjadi dengan suamiku?" Tanya Evara. Air matanya mulai mengalir turun. Evara sudah dapat menduga tetapi hatinya menolaknya. Pimpinan proyek itu saling berpandangan dengan kedua anak buahnya. "Brian.. Mengalami kecelakaan kemarin siang, Nyonnya"Dunia mulai terasa berputar di mata Evara. Tapi ia masih mencoba bertahan. 'Tidak,' ia mengibaskan kepalanya. "Apa Brian ada di rumah sakit? Rumah Sakit mana?" Tanyanya dengan bibir bergetar. Pimpinan proyek itu terdiam cukup lama. Ia tidak tega melihat air mata Evara. Wajah cantiknya terlihat pucat seperti tak berdarah. "Brian,.. Brian meninggal, Nyonya." Anak buahnya merasa tidak tahan lagi. Ia tidak ingin membuat Evara berharap terlalu lama. "Tid

  • Adik Ipar Yang Jadi Suamiku   Bab 6 Uang duka cita

    "Rencananya pagi ini Aku baru mau ke sana untuk memberitahunya." Kata Adamis lagi. Ariana terlihat bersemangat. Tapi ia juga tau Adamis tidak menyukai Evara. Ia pernah mengatakannya."Aku benci Dia, Mama. Dia yang membuat Kak Brian meninggalkan Kita!"Bagaimana kalau ia mengacau karena mengamuk di sana? "Mama yang akan memberitahunya, Dami. Mama akan pergi bersama Sony." Kata Ariana lembut. "Sebaiknya Kamu ke kantor aja." Katanya lagi. "Apa Mama yakin?"Sebenarnya Adamis memang enggan ke rumah Evara. Ke rumah perempuan yang membuat Kakaknya pergi meninggalkan rumah ini. Ia benci Evara! "Mungkin Sony akan terlambat ke kantor." Kata Ariana mengingatkan. Adamis mengangguk mengerti. Sony adalah orang kepercayaan Brian. Tentu ia sudah mengenal Evara. "Baiklah, Ma. Katakan pada Sony, waktu kerjanya hari ini fleksibel. Tapi hanya hari ini. Aku akan ke kamarku dulu." Katanya. Ia mencium pipi sang Mama sambil berharap dalam hati, 'Semoga Mama juga tidak terpengaruh pada perempuan jaha

  • Adik Ipar Yang Jadi Suamiku   Bab 5 Tamparan untuk Evara

    'Dimana Kamu, Brian?' keluh hati Evara. Tiga tamparan sudah diterimanya hari ini. "Kamu harus melawan, Eva!" Terngiang ucapan Brian di telinga Evara. Plak!!! Evara membalas tamparan Athena dengan sekuat tenaganya. "Kamu yang lancang, Atha! Kamu adikku! Beraninya Kamu menampar orang yang sudah memberimu makan!" Teriaknya setinggi langit. Ia murka juga gelisah. Brian tidak kunjung datang padahal malam semakin merangkak naik. 'Apa Kamu ingin meninggalkanku, Brian? Tolong, jangan siksa Aku seperti ini..' Airmata Evara mulai mengalir turun di pipinya yang memerah karena 3 kali tamparan. "Kalau saja Brian tau kelakuanmu, Atha. Apa Kamu mau menanggung akibatnya?" isak Evara. Air mata terus mengalir di pipinya. Tiga kali tamparan membuat pipinya terasa memar. Tapi bukan itu yang membuatnya menangis. 'Kamu kenapa, Brian? Apa yang telah terjadi padamu? Apa Kamu baik - baik saja, Sayang?' Safira dan Athena mulai cemas. Apa Evara akan melaporkan kekerasan mereka pa

  • Adik Ipar Yang Jadi Suamiku   Bab 4 Berita duka buat Ariana

    "Apa?!" Ponsel Ariana nyaris terjatuh jika Adamis tidak segera menangkapnya. Mereka baru saja menikmati hidangan makan siang yang mereka pesan. Ariana tidak menjawab. Ia bahkan menangis setengah histeris. Adamis melihat ponsel yang masih tersambung dan menempelkannya di telinganya. "Bagaiamana, Bu! Kapan Ibu akan membawa jenazahnya?" tanya orang di seberang sana. Ia merasakan nafas Adamis hingga ia mengira Ariana kembali pada ponselnya. Adamis merasa hatinya melorot ke bawah. "Ap.. Ap - pa maksud Anda? Jenazah?" Tanya Adamis terbata. "Ini siapa? Apa hubungan Anda dengan korban kecelakaan tunggal ini?" 'Korban kecelakaan tunggal?' Adamis melirik ibunya yang masih terus menangis. Bahkan pengunjung resto yang lain mulai ada yang menghampiri mereka untuk menenangkan Ariana. "Ada apa? Apa yang terjadi?" tanya salah seorang dari mereka dengan nada prihatin. Adamis menelan salivanya. Sekujur tubuhnya terasa dingin. "Korban.. Kecelakaan.. Tunggal? Siapa maksud..

  • Adik Ipar Yang Jadi Suamiku   Bab 3 percakapan terakhir

    'Tapi bagaimana kalau Mama mengetahuinya? Mau diletakkan dimana harga diriku?' keluh hati Brian. Ia melajukan motornya setelah mengantar Evara ke tempat kerjanya. 'Evara sedang mengandung. Ia harus berhenti bekerja dalam waktu dekat.' hatinya merasa galau. Ia jadi banyak melamun di tempat kerja. Ia berusaha menghubungi Adamis tapi ia segera membatalkannya. Adamis menatap ponselnya. Baru saja ia akan menjawab panggilan dari kakaknya saat panggilan langsung terputus. Adamis memutuskan melakukan panggilan balik. "Ada apa, Kak?" Tanyanya. "Ada apa?" Brian justru balik bertanya. "Kakak tadi menelponku." sergah Adamis merasa aneh. "Oh, apa begitu? Mungkin kepencet." Kilah Brian. "Sudah, ya. Aku masih harus lanjut kerja." Putus Brian. Ia langsung memutus hubungan tanpa Adamis dapat mencegahnya. 'Aku harus mempunyai alasan yang kuat untuk mendapatkan uang itu. Aku harus memikirkannya lebih dulu.' batin Brian gelisah. Adamis tidak tau itulah percakapan terak

  • Adik Ipar Yang Jadi Suamiku   Bab 2 Mahar yang membuat petaka

    Brian juga tidak mengatakan kalau ia adalah pewaris utama Bramantyo corporation, sejak sang Ayah, Bramantyo Khairan berpulang hampir lima tahun yang lalu. "Bagaimana, Eva? Aku mencintaimu. Aku ingin menikah denganmu. Apa Kamu masih bersedia menikah dengan orang miskin sepertiku?" ucap Brian seraya menatap Evara penuh puja. Evara menunduk. Ia mencintai Brian apapun keadaannya. Memang naif. Tapi itulah kenyataannya. "Aku juga mencintaimu, Brian. Aku mau menikah denganmu." kata Evara dengan kepala tetap tertunduk. Mereka menikah tanpa pesta. Evara mengajak Brian tinggal di rumahnya Brian tidak dapat membawa Evara ke apartemennya karena Ariana juga mencabut haknya atas apartemen itu. "Kembalilah ke rumah, Brian. Ceraikan Dia." Pinta Ariana melalui telpon. "Maaf, Ma. Mama belum mengenal Evara tapi sudah menolaknya." kata Brian. "Tapi dia hanya gadis tanpa masa depan, Brian. Dia dari kalangan bawah!" seru Ariana marah. "Aku yang akan menjadi masa depannya, Ma. Aku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status