"Jadi bagaimana Danu, kamu bersedia kan menikah dengan Viola?"
Hening beberapa saat, kulirik mas Danu yang ternyata juga tengah menatapku seakan meminta persetujuanku untuk menjawab pertanyaan Mama. Aku hanya mengangguk pelan."Iya Ma, aku akan menuruti keinginan Mama untuk menikah dengan Viola," ucap Mas Danu lirih."Lalu bagaimana dengan mbak Nilam apa dia setuju dengan pernikahan kami?" tanya Viola.Ah gadis ini, bukankah dia yang kekeh ingin bersanding dengan Mas Danu, tapi kenapa sekarang dia bertanya seolah-olah mengerti perasaanku.Andai aku punya kuasa untuk menolak poligami ini, sudah tentu aku dengan tegas berkata tidak. Tapi yasudahlah aku hanya berdoa semoga bisa terus kuat dan sabar."Tentu saja Nilam akan setuju sayang, lagipula Nilam punya hak apa untuk melarang Danu menikahimu. Seharusnya ia beruntung karena Danu masih mempertahankannya, kalau tidak pasti dia sudah menjadi gadis miskin seperti dulu. Nilam juga pasti akan berfikir seribu kali untuk menuntut cerai dari Danu, mau makan apa dia tanpa uang dari Danu selama ini kan dia hanya ongkang-ongkang kaki memeras keringat putraku.""Tapi Ma, bukankah istri itu tanggung jawab suami? Jadi wajar kalau saya mendapatkan uang nafkah dari Mas Danu selaku suami saya.""Inilah yang perbedaan antara wanita berpendidikan dengan yang tidak berpendidikan. Seorang wanita yang berpendidikan pasti akan berfikir untuk meringankan beban suaminya, sedangkan yang pendidikannya zonk pasti memanfaatkan suami untuk menjadi sapi perah agar bisa foya-foya tanpa harus bekerja keras.""Sudahlah Ma, memang aku yang melarang Nilam untuk bekerja. Dia benar, mencari nafkah itu memang tugas seorang suami. Jadi Mama tak perlu berfikir bahwa Nilam hanya memanfaatkan aku," ucap mas Danu membelaku."Terus saja kamu sudutkan wanita yang melahirkanmu ini hanya untuk membela istrimu yang mand*l itu!""Ma, aku sudah menyetujui keinginan Mama untuk menikahi Viola. Jadi Danu minta tolong sama Mama, tolong terima Nilam menjadi bagian keluarga kita, dia juga menantu Mama!""Mas tolong jangan memaksa Mama, mungkin Mama perlu waktu untuk menerima Mbak Nilam! Lagipula Mama sudah berbesar hati merestui pernikahan kalian meski itu pasti berat bagi Mama," ucap Viola sok manis, ah pandai sekali dia mengambil hati calon mertuanya."Terima kasih sayang, kamu memang calon menantu Mama yang pengertian. Beruntung sekali Mama mendapatkan menantu berkelas sepertimu," ucap mama sambil membelai rambut Viola."Danu rasa acara makan malam ini sudah selesai, kalau begitu aku sama Nilam pamit mau pulang duluan!""Oh ya kalau begitu kamu antar Viola sekalian, kasian dia kalau harus pulang sendirian!""Rumah kita beda arah Ma, biar aku pesankan taxi online," ucap mas Danu sembari mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan membuka sebuah aplikasi berlogo hijau."Danu! Kamu tega membiarkan Viola naik taksi sendirian? Dia itu perempuan, jika ada hal buruk terjadi padanya bagaimana? Mama nggak mau tau, cepat antar dia pulang!""Dek kamu nggak keberatan kan kalau kita anterin Viola dulu?"Aku hanya mengangguk."Nilam nggak akan keberatan, kalau sampai dia keberatan suruh saja dia pulang dengan ojek online!""Sudahlah Ma, Nilam nggak keberatan kok. Kalau begitu kami permisi, assalamualaikum!""Waalaikumsalam."Mas Danu dan Viola bergantian mencium tangan Mama, tapi saat giliranku Mama justru melipat kedua tangannya di dada dan membuang muka kearah lain.Sabar Nilam, sabar. Walau begitu dia tetap mertuamu, wanita yang telah melahirkan suamimu.Saat aku hendak membuka pintu mobil bagian depan, Viola ternyata mendahuluiku."Gantian aku yang di depan ya Mbak? Lagipula Mbak kan sudah biasa didepan, itung-itung aku belajar menjadi pendamping Mas Danu," ucap Viola sambil tersenyum.Tak ada jawaban yang kukeluarkan dari mulutku. Lebih baik diam dan mengalah."Ingat nggak Mas, itu cafe dimana pertama kali kamu menyatakan cinta kepadaku. Aku ingat kamu bawa bunga mawar putih kesukaan aku sama kalung berlian," celoteh Viola sambil menunjuk cafe mewah di pinggir jalan yang kami lewati."Iya aku ingat," jawab mas Danu singkat."Aku tau pasti kamu akan mengingatnya seumur hidup kamu. Itukan hari yang paling bersejarah buat kita, dulu kita udah janji buat mengikat hubungan kita dalam tali pernikahan. Tapi kamu malah nikah sama orang lain. Tapi aku seneng karena sebentar lagi janji kita waktu itu bakal terlaksana, kita akan menjadi pasangan yang tak terpisahkan lagi."Jika ditanya aku cemburu, maka pasti jawabnya iya. Bagaimana aku tak cemburu lelaki yang Viola ceritakan adalah laki-laki yang saat ini masih berstatus sebagai suamiku.Meski pada kenyataanya sebentar lagi dia bukan hanya milikku.Perjalanan ini terasa begitu panjang karena aku seakan menjadi obat nyamuk bagi dua insan di depanku ini.Ingin rasanya mata ini terpejam dan terlelap agar tak mendengar celotehan-celotehan Viola yang terus-menerus membahas kisah cinta monyetnya dulu.Dia bercerita panjang lebar seakan aku ini hanya patung tak bernyawa dan berperasaan. Sebagai perempuan harusnya dia paham posisi sesama wanita. Tapi sudahlah bukankah semua pel*kor itu tak berperasaan."Mbak Nilam, dulu waktu pacaran, Mas Danu itu nurut banget sama aku. Aku mau makan apa aja pasti dibawain ke rumah, kalau sama Mbak Nilam gitu juga nggak?""Sayangnya aku mengganggap Mas Danu itu sebagai suami, kepala keluarga jadi aku nggak kepikiran tuh buat jadiin Mas Danu tukang pengantar makanan. Lagipula apa gunanya punya tangan, punya kaki kalau apa-apa mesti dilayani orang lain."Ternyata ucapanku berhasil membungkam mulut Viola. Terbukti ia berhenti mengoceh, aku lihat dari kaca spion nampak ekspresinya yang terlihat jengkel dan mengerucutkan bibirnya seperti anak kecil.Aku tau tujuannya ingin semakin membakar api cemburuku, sayangnya caranya tak berhasil. Justru aku sekarang yang berhasil membuat dia badmood."Aku datang kesini mau pamit sama kamu juga Arsha," ucap Mas Danu kepadaku.Ternyata itu yang membuat dia tiba-tiba datang ke rumahku, dia ingin berpamitan."Memangnya kamu mau pergi kemana, Mas?" Tanyaku.Aku menangkap ekspresi sedih dari wajahnya, dia menghela nafasnya."Perusahaan yang aku kelola akhir-akhir ini mengalami kerugian karena ditipu oleh client. Sebelum bangkrut dan aku rugi besar, aku memutuskan untuk menjualnya saja. Oleh karena itu, aku ingin pindah ke kampung mama dulu, menetap dan memulai usaha disana.""Aku turut prihatin dengan apa yang terjadi, Mas. Kudoakan semoga hidupmu bisa lebih baik disana.""Terima kasih, Nilam. Aku juga minta maaf atas semua kesalahan yang aku perbuat kepadamu juga kepada Arsha, aku sadar, aku bukanlah ayah yang baik untuknya. Tapi aku senang karena sekarang ada Abim yang memperlakukannya lebih baik daripada aku ayah kandungnya.""Aku sudah memaafkan semua yang telah berlalu, Mas, dan aku pastikan Arsha tidak akan pernah membenci papanya
"Oh iya aku ingat. Sandra... Sandra yang dulu giginya dipagar, rambutnya dikepang dua terus kaca matanya besar bulat itu kan?" Tanya Mas Abim.Aku hampir saja melepas tawa mendengar penuturan Mas Abim barusan."Ihh... Kok yang diinget yang itu sih? Bukannya yang baik-baik malah jeleknya aku yang kamu ingat." Sandra terlihat kesal."Maaf, tapi dulu kamu kaya gitu kan?" Tanya Mas Abim."Iya, iya, dulu aku emang cupu, item, dekil. Tapi sekarang aku sudah cantik kan?" Tanya Sandra dengan percaya dirinya.Ya, aku akui Sandra memang cantik."Cantik itu relatif, dan menurutku kecantikan seorang wanita dilihat dari hatinya, seperti istriku ini contohnya." Mas Abim memujiku seraya tersenyum kearahku hingga membuatku tersipu."Ini istri kamu? Nggak salah kamu pilih istri?" Tanya Sandra dengan nada bicara seakan mengejekku."Memangnya apa yang salah? Dia istri yang cantik fisiknya juga baik hatinya, tentu saja aku tak salah pilih istri," ucap Mas Abim."Ya lihat aja penampilannya, kolot banget.
"Oh iya aku ingat. Sandra... Sandra yang dulu giginya dipagar, rambutnya dikepang dua terus kaca matanya besar bulat itu kan?" Tanya Mas Abim.Aku hampir saja melepas tawa mendengar penuturan Mas Abim barusan."Ihh... Kok yang diinget yang itu sih? Bukannya yang baik-baik malah jeleknya aku yang kamu ingat." Sandra terlihat kesal."Maaf, tapi dulu kamu kaya gitu kan?" Tanya Mas Abim."Iya, iya, dulu aku emang cupu, item, dekil. Tapi sekarang aku sudah cantik kan?" Tanya Sandra dengan percaya dirinya.Ya, aku akui Sandra memang cantik."Cantik itu relatif, dan menurutku kecantikan seorang wanita dilihat dari hatinya, seperti istriku ini contohnya." Mas Abim memujiku seraya tersenyum kearahku hingga membuatku tersipu."Ini istri kamu? Nggak salah kamu pilih istri?" Tanya Sandra dengan nada bicara seakan mengejekku."Memangnya apa yang salah? Dia istri yang cantik fisiknya juga baik hatinya, tentu saja aku tak salah pilih istri," ucap Mas Abim."Ya lihat aja penampilannya, kolot banget.
"Kok kamu memuji mantan istrimu di depanku sih, Mas? Jangan-jangan kamu masih menaruh hati ya sama mantanmu ini?" Tanya Shela penuh selidik."Ya nggak mungkinlah aku masih menaruh hati sama Nilam, lagipula dia sudah menikah dan aku juga sudah punya kamu." Mas Danu menjelaskan."Iya aku tau kalau kalian sudah punya pasangan masing-masing, tapi tak menutup kemungkinan kalau kamu masih ada rasa kan sama dia?" Shela menunjuk kearahku.Sekarang ini posisiku layaknya orang ketiga yang sedang menonton drama sepasang suami-istri.Sebenarnya aku ingin beranjak dari sini tapi takut Mas Abim kesusahan mencariku. Lagian Mas Abim ngapain aja sih di toilet kok lama banget?"Udahlah Shela, ini tempat umum. Malu ribut-ribut disini, diliatin orang tau.""Loh kamu kok malah nyalahin aku sih? Jelas-jelas kamu yang salah karena masih mengharapkan mantan istrimu!""Astaga, Shela! Kapan aku bilang kalau aku masih mengharapkan Nilam? Nggak pernah kan? Kamunya aja yang selalu negatif thinking sama aku.""Yau
Part 31❤️❤️❤️"Oke jika kalian ingin kami pergi dari rumah ini, tapi sebelum pergi beri aku uang untuk modal usaha!" Ucap Tante Dewi.Entah apa sebutan yang cocok disematkan untuk Tante Dewi, bolehkah aku menyebutnya dengan si muka tembok?Kesalahan yang ia perbuat tak lantas membuatnya merasa bersalah justru dengan tanpa malu meminta uang kepada orang yang dia kecewakan.Kulihat Bunda menghembus nafas dengan kasar, mungkin untuk menetralkan emosinya."Apa kamu bilang? Minta uang? Masih berani kamu minta uang dariku?" Tanya Bunda."Apanya yang salah sih? Wajarlah kalau aku minta uang darimu, karena kamu udah ngusir kami, jadi aku sama anakku perlu uang untuk bertahan hidup diluar sana," ucap Tante Dewi dengan entengnya."Oke kalau kamu mau uang dariku, aku kasih."Aku tercengang mendengar keputusan Bunda, kenapa dia bisa sebaik itu."Nah gitu dong Mbak, toh uangmu banyak. Aku juga minta sedikit kok cuma 25 juta aja. Aku yakin uang segitu nggak akan mempengaruhi kekayaan keluargamu."
Part 30❤️❤️❤️Prak...Aku melempar sepatu rusak ku itu dihadapan Vika yang tengah asyik menonton sinetron favoritnya."Apaan sih kamu, nggak ada sopan santun sama sekali, main lempar barang di depan orang." Vika terlihat kaget dan kesal, tapi bodo amat kali ini aku lebih kesal dengannya."Lebih nggak sopan mana sama orang yang main masuk ke kamar orang lain dan mencuri disana?""Apa maksud kamu? Kamu menuduhku mencuri? Punya bukti apa kamu?" Tanya Vika dengan ekspresi yang dibuat tenang tapi aku tau ada sedikit raut tegang di wajahnya."Sepatu ini cukup jadi bukti. Kamu mencurinya dari kamarku lalu merusaknya, Kan?""Aduh Nilam..., Nilam. Sepatu itu nggak bisa ngomong, jadi mana bisa membuktikan kalau aku pencurinya." Vika tersenyum sinis.Iya aku tau jika sepatu ini tak bisa membuktikan jika Vika bukan pencurinya. Sayangnya aku tak bodoh, bukti yang sebenarnya sudah aku kantongi."Eh ini ada apa kok ribut-ribut?" Tante Dewi mendekat."Ini Ma, masak Nilam menuduhku mencuri sepatu but