Share

2. Kejam

last update Last Updated: 2024-09-13 10:21:34

Lisa tertawa mendengar kata-kata kakaknya.

"Aku nggak takut, lagian yang salah itu kamu karena melahirkan sesar sehingga membuat perutmu ada bekas keloidnya. Andaikan kamu membeli obat bekas luka pastinya suamimu nggak akan mencintai aku!" Lisa tertawa getir.

“Jangan jadikan itu alibi untuk membenarkan perselingkuhan kalian!” pungkas Ruby.

"Memang cape ngomong sama orang bodoh." Lisa yang kesal menoleh ke arah iparnya.

"Buang dia ke sumur mas, habis itu kita tutup besok baru kita buka lagi, kalau dia belum sadar sama kekurangannya berarti sumur itu akan jadi kuburannya," ucap Lisa.

"Sepertinya hukuman itu memang cocok buat perempuan tolol seperti dia." Aril yang bengis sigap menyeret kaki ruby menuju sumur.

"Lepaskan aku!” Ruby memberontak karena ingin melarikan diri.

 “Diam jalang!” Aril yang naik pitam memutar kaki kanan istrinya hingga terdengar bunyi kretek.

 “Aaaa! sakit!” Ruby menjerit karena kakinya di buat terkilir oleh suaminya.

 “Berisik!” Aril memukul kaki istrinya yang terkilir.

Sejurus dengan itu ketiga putri mereka yang baru bangun siang menyaksikan penyiksaan itu.

Alhasil tangisan ketiganya pecah hingga membuat kepala Aril sakit.

 “Nawa mereka pergi!” titah Aril.

 “I-iya tuan.” Siska mencoba membawa ketiganya masuk ke dalam rumah namun Jihan si anak kedua berlari kencang lalu memeluk ibunya.

“Lepaskan mama, pa.” Jihan menatap nanar sang ayah.

 “Sayang, ayo masuk ke dalam nanti mama akan menyusulmu,” ucap Ruby.

 “Kita harus pergi sama-sama! Ayo kita ke rumah sakit, biar mama di obati.” Jihan ingin ibunya segera di tangani oleh. dokter..

 “Kamu nggak dengar mamamu ngomong apa, Jihan?” pekik Aril.

“Nggak mau! Papa jahat!” Jihan menolak.

“Masih kecil tapi sudah berani melawan sama orang tua! Kamu harus patuh karena semua yang kalian nikmati hasil kerja keras papa! Jadi kalau harus hormat sama papa bukan sama mamamu karena dia cuma ibu rumah tangga yang nggak bisa menghasilkan uang!” Aril berteriak lalu menghempaskan tangan putrinya.

"Mas!!!" Ruby yang ingin melindungi menggigit kaki suaminya.

“Sakit!” Aril yang makin kesetanan menginjak kepala istrinya.

Setelah itu Aril menunjuk kasar wajah putrinya.

"Hei, Jihan papa akan membuangmu bersama mamamu ke sumur!" Aril ingin menghukum putrinya bersama istrinya.

"Cukup Aril!" suara Lasmini membuat jantung Aril berdebar kencang.

 "Mama," ucap Aril.

"Jangan panggil aku mama karena aku nggak sudi punya anak psikopat seperti kamu!" kemudian Lasmini mendekat lalu menampar pipi anaknya di hadapan semua orang.

  Plak!

Sikap tegas Lasmini sontak membuat putranya malu.

"Aku cuma memberi pelajaran pada mereka karena sudah membuat aku kesal dan malu," ucap Aril.

  Plak!

Lasmini kembali menampar pipi putranya dengan sangat keras.

"Nggak usah banyak alasan, kamu pikir aku akan percaya? Kamu kira aku akan membelamu karena kamu anakku?" kemudian Lasmini geleng-geleng kepala.

"Fernando, bawa Ruby dan Jihan ke rumah sakit." Lasmini memerintah ajudannya.

"Baik nyonya." kemudian Fernando membantu Ruby berdiri.

Sejurus dengan itu semua orang melihat darah segar mengalir dari kedua kaki Ruby.

"Astaghfirullahaladzim." semua orang mengucap istighfar karena mereka mengerti kalau Ruby tengah keguguran.

"Ya Tuhan!" Lasmini yang marah dengan sigap mendatangi Lisa yang berdiri tak jauh darinya.

"Ini semua pasti gara-gara kamu!" kemudian Lasmini menampar berulang kali wajah kiri dan kanan Lisa.

Plak plak!

"Mama, hentikan!" Aril membentak ibunya lalu mendorongnya agar menjauh dari sang kekasih hati.

"Kamu berani menyentuhku demi perempuan hina ini?" Lasmini menunjuk kasar wajah Lisa.

Sialan! Mentang-mentang dari barisan mertua kelakuannya malah seperti Dajjal, batin Lisa.

"Aku membelanya karena cuma Lisa yang mengerti di dunia ini!" ucap Aril dengan Lantang hingga di dengar oleh istrinya.

"Fernando, Citra, cepat bawa mereka ke rumah sakit." Lasmini mengulangi perintahnya.

 "Siap nyonya." sahut Citra dan Fernando lalu beranjak pergi

“Ayo kita bicara di dalam." Lasmini masuk ke rumah dan menuju ruang tamu.

"Oke." kemudian Aril mengikuti langkah kaki ibunya.

Sesampainya di ruang tamu Aril dan ibunya duduk saling berhadapan di atas sofa.

"Mama perlu diskusi sama kamu," ujar Lasmini.

"Soal apa?" tanya Aril.

"Kasusnya sudah jelas tapi kamu masih bertanya sama mama." Lasmini yang kesal menatap marah pada putranya.

"Aku sudah dewasa dan apapun yang terjadi di rumah tanggaku itu adalah urusanku," ucap Aril.

"Kamu boleh mengatakan apapun asal kamu nggak bekerja di perusahaan papamu dan ini terakhir kali kamu menyakiti istri dan anak-anakmu, kalau sampai kamu mengulanginya lagi mama akan melaporkannya sama papa biar namamu di coret dari surat harta warisan?" ujar Lasmini.

"Baiklah." Aril yang bosan diancam lama-lama tidak takut dengan apapun yang dikatakan ibunya karena selama ini tak ada satupun yang terjadi jika ia membuat kesalahan.

"Mama anggap kamu paham dan satu lagi putuskan hubunganmu dengan l***e itu! Mama nggak suka kamu memakai dia karena kamu adalah suami kakaknya!" Lasmini berharap putranya mau mendengarkannya.

"Lebih baik aku nggak melihat wajah mama selamanya daripada harus kehilangan Lisa." respon Aril yang di luar dugaan membuat ibunya mengambil tindakan tegas.

"Oke, kalau kamu nggak mau menuruti apa yang mama katakan, berarti karirmu akan segera berakhir di Sanjaya Corp!" ucap Lasmini.

"Kalau mama berani mengganggu gugat posisiku aku nggak akan memaafkan mama dan papa." Aril mengancam balik ibunya.

"Fine, jangan menyesal kalau pada akhirnya kamu hancur gara-gara pel**ur itu!" ucap Lasmini.

"Iya! Sana pergi!" pekik Aril.

Sementara Lisa yang mendengarkan percakapan keduanya merasa senang karena sang kekasih lebih memilih dirinya ketimbang ibu kandung yang telah melahirkannya ke dunia.

Bagus! Aku makin cinta sama kamu, mas! Pokoknya kita harus menumpas siapapun yang ingin menghalangi pernikahan kita berdua, batin Lisa.

"Baik, kita lihat saja bagaimana nasibmu nanti, biasanya orang yang menentang orang tua hidupnya pasti akan sengsara!" setelah itu Lasmini beranjak dari rumah putranya.

"Syukurlah dia sudah pergi, aku benar-benar muak melihat wajahnya." Aril yang pusing meletakkan leher belakangnya ke punggung sofa.

"Mas." Lisa yang telah berpakaian rapi duduk di sebelah kekasihnya.

"Tadi aku mendengar percakapanmu dengan tante dan aku rasa mas sudah keterlaluan karena melawan sama orang tua, menurutku mas minta maaf sama tante karena bagaimanapun dia adalah orang yang telah membesarkan kamu mas." Lisa pura-pura baik agar sang kekasih makin menyayanginya.

 "Biarkan saja," ucap Aril.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Adikku Adalah Maut   13. Di Usir

    "Tuan sudah nggak ada, nyonya." ucap Sumanto dengan suara bergetar "Ya, Tuhan! Nggak mungkin, kamu jangan bercanda sama saya ya!" Lasmini tidak percaya dengan apa yang di katakan Sumanto. "Serius nyonya, sekarang kita harus bagaimana? Apa kita tetap bawa tuan ke rumah sakit?" tanya Sumanto. "Nggak usah." Aril yang baru datang melarang rencana Sumanto. "Kenapa tuan? Tuan besar meninggal tiba-tiba padahal tadi masih baik-baik saja," ucap Sumanto. "Papa memang punya penyakit jantung, dari pada repot-repot ke rumah sakit lebih baik kalian siapkan kasur di depan biar aku hubungi pak RT buat memberi tahu kalau papa meninggal." kemudian Aril menghubungi RT setempat dan memberitahu kabar duka tersebut. "Gimana nyonya?" Sumanto menanyakan pendapat Lasmini. "Ya sudah ikuti apa kata Aril saja." Lasmini yang berduka tak dapat berpikir jernih. Ia juga mempasrahkan segalanya karena hanya Aril anaknya satu-satunya. "Papa angkat ke depan pak Sumanto, terus yang lain siapkan kasur kar

  • Adikku Adalah Maut   12. Racun

    "Ayo kita tidur, besok baru kita beli barangnya sama temanmu itu," ucap Aril."Iya mas," Lisa mengangguk setuju.Setelah itu keduanya tidur dengan posisi saling berpelukan.Pada keesokan harinya Lisa memesan racun Batrachotoxin pada temannya yang berprofesi sebagai apoteker."Bagaimana, barangnya bisa di pesan nggak?" tanya Aril."Iya mas, satu jam lagi mereka akan antar kesini," ucap Lisa."Bagus, aku juga sudah minta tolong sama orang rumah buat menaruh racun itu ke kopi papa," ujar Aril."Memangnya ada yang mau mas? Bukannya meraka semua berpihak sama om, Rahman?" Lisa kurang percaya dengan orang suruhan Aril."Tenang saja dia akan tepat janji dan nggak mungkin berkhianat padaku karena dia adalah art yang kukirim khusus buat memata-matai rumah orang tuaku," ucap Aril."Kapan mas mengirimnya kesana?" tanya Lisa lebih lanjut."Tadi pagi, aku minta dia dari yayasan art langgananku," ujar Aril."Baiklah, kalau gitu kita makan siang sekarang karena aku sudah lapar," ucap Lisa."Oke." ke

  • Adikku Adalah Maut   11. Adik Jahanam

    "Pasti kakak akan marah kalau tahu aku datang kesini," ucap Lisa. "Biarkan saja lagipula kamu adiknya, saudaranya adalah keluargaku juga, sebenarnya aku ingin sekali kamu tinggal disini agar kakakmu punya teman biar ada juga yang menjaga keponakanmu jujur aku kasihan sekali melihat kakakmu yang begadang setiap malam tapi aku nggak bisa membantu karena besoknya aku harus kerja.” penuturan Aril membuat Ruby berpikir kalau selama ini ia sudah salah faham pada keduanya. Apa mungkin aku yang terlalu cemburu? Tapi menurutku tindakan mereka tetap nggak bisa di bilang wajar karena Lisa bukan anak kecil, Lisa juga sudah kelas XI SMA andaikan dia SD aku masih memakluminya, batin Ruby. Ruby yang termenung disapa oleh adiknya yang tanpa sengaja melihatnya berdiri di mulut pintu dapur. “Kakak ngapain disitu? Sini gabung sama kami.” kata-kata sang adik cukup janggal di telinga Ruby. Kok dia memperlakukan aku seperti orang lain? sebenarnya aku yang terlalu sensitif atau memang dia yang

  • Adikku Adalah Maut   10. Menampar Adik Kandung

    Sesampainya keduanya di pinggir kolam renang Ruby kembali menghajar adiknya.Plak!"Bodoh! kamu pikir yang kamu lakukan tadi normal?" Ruby geleng-geleng kepala. "Tidak! Perbuatanmu murahan, siapapun yang melihatnya pasti akan berpikir kalau kamu dan suamiku punya hubungan gelap, aku heran kenapa kamu bersikap tolol kayak begini, padahal kamu cantik dan masih kelas XI SMA tapi kelakuanmu mirip seperti perempuan panggilan!" Ruby memarahi adiknya habis-habisan. Sementara Aril yang mendengar teriakan adik iparnya buru-buru menyusul ke kolam renang. “Ngapain kamu terus menekan dan memarahi adikmu? Aku lihat dari tadi kamu makin keterlaluan, hanya karena dia duduk di pangkuanku kamu malah ingin membunuhnya?" Aril memarahi istrinya di depan adik iparnya“Mas!” “Ssst! Panggil aku Aril,” ucap Aril."Kok gitu?" Ruby tak mengerti dengan maksud suaminya. "Pokoknya mulai sekarang kita saling panggil nama karena wajahmu sudah terlihat lebih tua dariku, walaupun kita beda 5 tahun tapi aku kelih

  • Adikku Adalah Maut   9. Pangkuan Hangat

    Ruby menganggukkan kepala lalu lanjut bertanya pada adiknya."Iya, apa yang kalian bicarakan?" Ruby ingin tahu topik obrolan keduanya. "Cuma soal kegiatan sekolahku, lagian waktu itu kami nggak sengaja bertemu di kolam, mas Aril datang saat aku lagi telponan sama temanku kak." Lisa menjelaskan segala pada kakaknya."Oh, gitu ya. Tapi sekali lagi kakak minta maaf karena udah nggak bisa tepat janji sama kamu," ucap Ruby."Maksud kamu apa, Ruby?" suara Aril mengejutkan keduanya."Kakak menyuruhku pergi mas, katanya aku nggak jadi pindah sekolah kesini." kemudian Lisa bangkit dari sofa lalu menggandeng lengan iparnya. "Apa alasannya? Kenapa kamu mengusir adikmu sendiri???" Aril yang terlihat kesal membuat istrinya bingung. "Aku pikir alasan mas cuek dan pasang muka masam padaku beberapa hari ini karena Lisa ada disini," ucap Ruby. "Omong kosong, mana mungkin aku nggak suka sama Lisa apalagi dia adalah adikmu, bilang saja kamu yang nggak nyaman dia ada disini." Aril yang manipulatif me

  • Adikku Adalah Maut   8. Awal Petaka

    "Me-mereka sendiri yang mau pergi." Lasmini yang ketakutan tak berani jujur pada suaminya. "Mama benar pa, aku dan anak-anaklah yang mau pergi." Ruby tak ingin membongkar kebusukan mertuanya."Kamu boleh pergi tapi tidak dengan cucu-cucuku, kalau kamu sanggup berpisah dengan mereka silahkan angkat kaki dari rumah ini," ucap Rahman. "Saya nggak mungkin meninggalkan anak-anak saya disini, pa." Ruby tak ingin berpisah dengan ketiga putrinya. "Mungkin saja lagipula setelah pasangan suami istri bercerai yang paling bertanggung jawab mengurus anak-anaknya adalah dari pihak suami, berarti kamu nggak punya tanggung jawab atas ketiga putrimu lagi." Rahman yang tegas membuat menantunya tak berani melangkahkan kaki."Papa benar dan sebenarnya tadi mama juga sudah membujuk Ruby agar tetap disini sama kita walaupun sekarang dia bukan menantu kita lagi." Lasmini berpura-pura baik di hadapan suaminya."Nggak usah ngomong apa-apa karena aku tahu sama isi kepalamu."Rahman yang ketus membuat istrin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status