Matanya menatapku lekat. Tapi, tak ada sedikitpun senyum yang tersungging di bibirnya.Apakah dia yang menguhi rumah ini?Kalau memang iya, kenapa harus di samping rumahku?Apakah aku harus bertetangga dengan mantan?Mungkinkah dia masih kepo dengan kehidupanku?Dan, apakah wanita yang bertemu denganku tadi adalah istrinya?Kepalaku dipenuhi dengan berbagai pertanyaan tetangnya. Aku pikir, setelah bercerai, kami tidak akan bertemu lagi. Namun kenyataannya, dia malah jadi tetanggaku. Mungkin dia ingin memamerkan istri barunya.Aku, terus berlalu dari hadapannya. Sama seperti dirinya, aku juga tidak tersenyum sedikitpun. Takut kege-eran pula nanti.Ah, sudahlah. Malas sekali memikirkannya. Biarkan saja dia mau apa. Mungkin dia ingin menunjukkan bahwa dirinya laris manis kayak lupis.Sungguh kekanakan mantan suamiku ini.Peceraian kami sudah resmi secara agama dan negara. Ya walaupun secara negara baru seminggu yang lalu.Tung!"Awwww!" Kepalaku terbentur pagar rumah yang tingginya meleb
"Kau, udah tiga bulan kabur, nggak dicari sama keluarga, Rin?" tanyaku penasaran. Selama dia tinggal bersamaku. Sekalipun tak pernah ada keluarga yang datang mencarinya."Kurasa mereka lupa, kalau punya anak perempuan," celetuknya malas.Kasihan juga dia. Sudah jelas-jelas minggat, bukannya dicari, eh malah di biarkan."Mungkin juga! Anak macam kau, untuk apa dipelihara. Yang ada cuma ngabisin duit,""Memang, kau ini. Nggak ada prihatinnya sama aku!""Hahahah, malas aku prihatin samamu!""Sukamulah, Markonah! Oh, ya. Kau nggak cemburu mantanmu udah menikah lagi?" tanya Karin serius. Masih penasaran aja dia sama kehidupan masa laluku. Atau, temanku ini hanya ingin mengejek saja?"Ya enggaklah. Ngapain juga cemburu. Saat aku memutuskan untuk berpisah, berarti aku harus udah siap dengan segala konsekuensinya. Termasuk melihatnya menikah lagi," jawabku santai. Untuk apa cemburu, macam hanya dia saja lelaki di dunia ini."Tapi, aneh aja, gitu ya. Masa dia tinggal di samping rumahmu! Apa se
"Halah! Kalian berdua itu, sama aja! Yang satu janda gatel, yang satu perawan tua! Uppss, gadis tua bukan perawan maksudnya!" ucapnya sambil menutup mulutnya dengan tangan. Aku yakin dia sengaja mengatakannya. "Apa kau bilang?" teriak Karin marah lalu maju kedepan menghadap wanita itu dan langsung menjambak rambutnya kasar."Awwwww. Sakittt!" teriak wanita itu kesakitan. Tangannya mencoba melepaskan cengkraman di kepalanya.Tidak hanya tangan yang bermain, kaki Karin juga menendang-nendang kaki lawannya tersebut.Aku masih berdiri menonton mereka, tanpa berusaha melerainya.Biar tahu rasa wanita itu dibuat Karin. Para tetangga yang mendengar keributan, langsung datang berbondong-bondong. Mereka juga tidak ada yang mau melerainya.Jarang-jarang dapat tontonan gratis seperti ini."Hajar ...!""Jambak!""Cakar!""Sikat!""Ramas itu, muncungnya!" teriak para tetangga menyoraki bergantian."Huhuhuhuuu... Sakit! Lepaskan, sial4n!" teriak wanita tersebut meronta-ronta."Rasakan! Kau bilang
"Aku, tahu, kau cemburu melihatku menikah lagi, dengan wanita cantik seperti Ratna. Makanya kau buat dia babak belur begitu. Iya, 'kan?" tuduhnya.What? Aku cemburu melihat dia sudah menikah lagi? dan sengaja menganiaya istrinya itu?Darimana jalannya? Kege-eran banget, jadi manusia. Narsisnya nggak ketulungan."Kenapa kau diam saja! Makanya, jadi wanita nggak usah sok hebat. Giliran sudah kucerailan dan aku sudah menikah lagi, baru menyesal, kau! Sampai ingin mencelakai istriku." Matanya menatapku dengan tatapan mengejek.Menyesal? Kenapa harus menyesal sudah melepaskan benalu. Kenapa sih, ada lelaki modelan begini. Ingin rasanya kusiram dia dengan air comberan. Agar sadar dirinya seperti apa.Sedikitpun tak ada penyesalanku berpisah dengannya. Yang ada, malah rasa syukur, telah lepas dari jerat lelaki parasit."Udah siap narsisnya?" tanyaku, dengan nada mengejek."Siapa yang Narsis? Nggak usah mengalihkan pembicaraan, Kau! Bilang aja kalau kau itu, iri dengan kebahagiaanku!" Dengan
"Jangan kelantaman kali, mulutmu itu! Kelompok pelangi, Kepala ot*k kau itu! Belum pernah kau rasakan bibir pecah kena hantam!" Aku sudah tak bisa lagi mengontrol emosiku. Segala umpatan keluar dari bibir ini.Siapa yang tak emosi, bila difitnah demikian. "Lepaskan!" ujarnya meronta.Tak kupedulikan ocehannya. Aku menarik rambutnya, hingga dia mengikutiku. Lalu kudorong dengan kuat sampai dia tersungkur di tanah."Aaaaaaa. Sakit, sial*n! Wanita tak tau diri! Wanita jal*ng! Janda gatal! Tunggu pembalasanku," jeritnya. Ratna kembali berdiri dan membersihkan kaki dan tangan yang kotor terkena tanah."Oh, muncung! kutepuk beserak, Kau!" Aku kembali mendekatinya. Tanganku sudah melayang di udara.Andai kewarasanku sudah hilang, mungkin tangan ini akan mendarat di pipinya dengan mulus. Sayangnya, aku tak setega itu pada sesama wanita.Huuufffftt. Sabar, Melia! Ucap malaikat di hatiku.Ratna sudah menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Mungkin takut jika aku sungguhan menamp*rnya
Jika sudah begini, maka jurus andalan harus dikeluarkan."AAAWWW!" Penjahat itu mengaduh kesakitan. Dia tertunduk mengelus kakinya yang terkena tendanganku.Sama sepertinya, aku juga kesakitan. Tulang miskin beradu, pasti tau sendiri rasanya.Lelaki itu lengah, sapu yang sempat direbutnya terlepas dari tangan. Tak kusia siakan kesempatan. Langsung kuambil sapu tersebut, dan kembali menghajarnya.Bagh!Bugh! Bagh! Bugh!Tanpa ampun, aku terus menghajarnya."Karin! Cepat ke sini bantu aku!" teriakku meminta bantuan.Kudengar suara langkah berlari dari dalam rumah."Ada apa?" tanyanya panik.Melihatku, memukul seseorang, Karin pun tak tinggal diam. Dia ikutan memukulnya."AAaaaa. Sakit!" teriaknya."Stop! Mel." Karin berhenti memukulinya dan meminta menghentikan aksiku."Ada apa, Rin?" tanyaku bingung. Kalau sampai kami lengah, penjahat ini nanti akan menyerang balik kami. Kenapa pula harus berhenti?"Aku seperti kenal suaranya," ujarnya seraya memandangi lelaki tersebut."Adik durhaka
"Seperti yang kubilang kemarin. Aku datang ke sini, untuk menuntut kamu atas pencemaran nama baik," ujar Karin langsung ke pokok permasalahan.Ratna tampak sangat kaget. Apalagi dia juga bisa melihat dengan jelas, kedua lelaki berseragam polisi berada di antara kami.Dengan cepat wanita siluman itu mengendalikan diri dari keterkejuttannya."Eh, Karin. Ayo, masuk dulu," ujar Ratna sok lembut.Saat melihat lelaki di samping Karin, Ratna langsung membulatkan mata, seperti melihat mangsa.Tanpa pikir panjang, dia langsung menyambar tangan Bang Ilyas. Padahal orang yang dekat dari jangkauannya adalah Karin.Huuhh, dasar ulat bulu!Pantang lihat yang bening dikit, main sikat!Ratna langsung membawa Bang Ilyas duduk di sampinya.Ada, ya, wanita sudah bersuami berkelakuan seperti itu! Hiiihhhh, bagaimana kalau sampai ketahuan suaminya?Karin melotot tak suka ke arah abangnya dan ulat bulu itu."Silahkan duduk!" ujar Ratna mempersilahkan kami duduk mengikutinya di sofa.Aku dan Karin duduk ber
"Rin, aku mau tanya. Emangnya video itu beneran ada samamu? 'kan kemarin, nggak ada yang ngerekam, kita?" tanyaku dipenuhi rasa penasaran. Aneh aja gitu. Kemarin, nggak ada orang pegang HP. kenapa pula, bisa ngerekam kami. Apa Kak Butet yang merekam diam-diam."Ya, enggaklah!" jawabnya enteng."Jadi, kau bohong?" tanyaku heran."Iya, hehehehe," jawabnya cengengesan."Gil4! Pantas aja, kau, mau berdamai dengan uang lima belas juta, dari tuntutan tiga puluh juta.""Heheheheh, udah nggak usah berisik. Nanti mereka dengar. Uangnya bisa kita sumbangin selebihnya buat jalan-jalan ke danau toba," ujarnya tanpa rasa bersalah."Wahhh, iya juga, ya. Boleh jugalah, biar mereka tahu rasa. Lagian udah lama kali aku nggak liburan. Eh, abangmu tau, kalau nggak ada video di hape?" tanyaku lagi."Enggak, dia memang beneran mau nuntut mereka. Tapi, kalau mereka masuk penjara, aku rugi dong. Lebih baik kuduitkan aja." Karin sangat santai menanggapi semua ini. Apa dia tak takut ketahuan."Huuuhhh, dasar