Share

Bab 3 Kedatangan Parasit

 

 

Prang!

 

Meja kaca dihadapanku hancur lebur berantakan. Mas Dendi baru saja mengangkat dan membantingnya.

 

 

"Heiiii! Kamu marah jangan coba-coba banting barangku, ya! Kamu pikir belinya pake daun jambu?" teriakku.

 

Meja yang kubeli dengan jerih payahku harus hancur seperti ini!

Enak sekali dia.

 

"Aku, tak peduli!" pungkasnya. Dia lalu berjalan menuju kamar tanpa membereskan hasil perusakannya. 

 

Enak saja dia! Sudah menghancurkan, main tinggal begitu aja. Emang dipikir aku sudi untuk membereskan ini semua?

 

Minta dibina ini suami. Jika tidak bisa dibina, maka harus dibinasakan.

 

Kuikuti dia masuk ke dalam kamar. Kita sambung perkelahian ini. Biar tahu punya istri macan sepertiku.

 

"Mas! Bereskan itu ulahmu!" teriakku di ambang pintu.

 

Kulihat dia bergeming.

 

"Mas, punya telinga nggak? Beresin itu hasil perbuatanmu," kataku lagi. Sekarang aku sudah berada di hadapannya.

 

Dia masih tetap diam, duduk di atas kasur. Kutarik pergelangan tangannya. Dia bangkit dan mengikutiku.

 

Setelah mencapai depan pintu, langsung saja kudorong tubuhnya agar lebih menjauh dari kamar.

 

Lalu aku berlari dan masuk ke dalam kamar. Tak lupa mengunci pintu.

 

"Bereskan itu semua. Dan malam ini, kau tidur di luar bersama nyamuk-nyamuk nakal itu!" teriakku dari dalam. Agar dia mendengarnya.

 

"KETERLALUAN KAU MELIAAAA!" teriaknya frustasi.

 

Hahahah. Rasakan!

 

Berani membentakku dan hampir menamparku demi adiknya, maka harus siap tidur bersama nyamuk!

 

Aku berbaring di kasur. Tak kuhiraukan teriakkannya. Lebih baik tidur, besok harus bangun dan berbelanja orderan para reseller.

 

*

 

Pagi...

 

Sudah jam 7 pagi, aku juga sudah selesai memasak untuk sarapanku sendiri.

 

Untuk Mas Dendi, sengaja tak kusiapkan. Biarkan saja dia membeli makan menggunakan uangnya. Mulai sekarang, tidak akan ada lagi sarapan yang tersedia jika ia hanya memberikanku uang satu juta yang hanya bertahan sepuluh hari.

 

Jika dia bisa hura-hura untuk keluarganya, maka aku harus tega padanya.

 

Tadi aku sempat mengecek ruang tamu, dan ternyata serpihan kaca sudah bersih. Tak ada lagi berserakan di lantai.

 

Mas Dendi juga kulihat tidur nyenyak di sofa. Sebenarnya ada kamar yang satunya, tapi belum ada kasurnya. Jadi tidak mungkin dia mau tidur di lantai.

 

"Mana sarapanku?" tanyanya menatap meja yang hanya tersedia nasi goreng yang sedang kulahap.

 

Malas menjawabnya. Aku tetap diam saja. Pertengkaran tadi malam, membuat moodku memburuk.

 

"Kau, punya telinga kan, Mel?" bentaknya mulai emosi.

 

"Nggak ada sarapan. Uangmu nggak cukup untuk membeli bahan makanan sampai sebulan," ujarku santai.

 

"Kan masih ada uangmu? Pakai saja dulu untuk membelinya!" serunya.

 

"Sudah kubeli. Tapi hanya untukku, bukan untukmu. Karena tidak ada ceritanya istri menafkahi suami. Apalagi suaminya mampu seperti kamu!" sahutku, lalu kembali menyuapkan nasi.

 

"Akkhh. Aku lapar, mau berangkat kerja! Masa tidak sarapan sih!" gerutunya.

 

"Mau bagaimana lagi. Uangmu kan nggak cukup untuk membelinya." Aku kembali menyuapkan nasi goreng di hadapanku hingga tandas.

 

"Melia ... Kau memang benar-benar keterlaluan!" geramnya. Giginya sudah saling beradu. Mungkin emosinya sudah kembali ke ubun-ubun.

 

Sabodo! 

 

Emang gue pikirin!

 

Lebih baik kutinggalkan saja dia.

 

"Melia Dwirahma...." Dia kembali berteriak lebih kencang. Mungkin meluapkan emosinya.

 

Aku mempercepat jalan menuju motor. Hari ini terlalu banyak barang yang akan kubawa. Tak sempat meladeni suami sepertinya.

 

Kupacu motor dengan kecepatan sedang. Setelah satu jam lebih, aku sampai di tempat tujuan. Pasar Sambu, tempatnya berbelanja pakaian serba lengkap.

 

Semua barang yang kucari sudah kudapatkan, dan sudah kususun di atas keranjang.

 

Tidak punya mobil, jadi harus menggunakan kendaraan yang apa adanya. Meskipun muatan melebihi kapasitas. Menggunung tinggi, bahkan sama tinggi seperti posisi dudukku. Kanan kiri keranjang, sudah dipenuhi karung yang berisi pakaian.

 

Kadang, jika tidak bisa membawanya sekaligus, aku akan menitipkannya pada angkot, atau becak online.

 

Aku tidak melewati jalan raya, karena takut kena razia. Jadi dengan pelan-pelan kususuri jalan tikus yang berada di kota medan ini.

 

Tak masalah lambat, yang penting selamat.

 

Orang jawa bilang, "Alon-alon asal kelakon."

 

Saat sudah bermuatan seperti ini, aku akan mengendarai sepeda motor ini dengan kecepatan sangat pelan. Takut menyenggol para pengguna jalan yang lain.

 

Bisa habis aku kalau sampai melukai mereka.

 

Bokon9 rasanya sudah sangat panas, kebas. Untungnya aku sudah sampai lagi di rumah. Sudah jam satu siang. Ternyata aku berbelanja cukup lama juga.

 

Kulihat pintu rumah masih terbuka. Berarti Mas Dendi masih berada di rumah. Apakah dia tidak bekerja?

 

Motor kuparkirkan di halaman depan gudang tempatku mempacking barang. Kebetulan posisinya tepat di samping rumahku, berdempetan.

 

Sepatu siapa ini? Mas Dendi mana punya sepatu seperti ini.

 

"Udah, di sini aja kau. Nanti hapemu abang belikan." Suara suamiku sepertinya sedang berbicara dengan seseorang.

 

"Benar ya, Bang!" Itu suara Rama. Bisa-bisanya dia sudah sampai sini.

 

"Ekhem!" Pura-pura aku berdehem agar mereka tahu keberadaanku.

 

Rama dan Mas Dendi hanya melihatku sekilas. Bahkan adik iparku yang tampannya seperti Dude Harlino, jika dilihat dari lubang pipet, tidak menyapa ataupun menyalamiku.

 

Dasar!  Tak tahu toge!

 

Aku berjalan melewati mereka yang sedang duduk di ruang tamu. Haus rasanya melihat kelakuan mereka.

 

"Mel, Rama mau tinggal di sini untuk mencari kerja-"

 

"Uhukk!" Aku langsung terbatuk saat dia belum menyelesaikan kalimatnya. Ternyata suamiku menyusulku ke dapur hanya untuk mengatakan ini.

 

Oh, kita lihat saja nanti apa yang akan aku lakukan pada adik benalumu itu!

Enak saja main datang lalu numpang! Emang dia pikir di sini tempat penampungan? 

 

 

Bersambung

 

 

Tinggalkan jejak di bawah ya..  πŸ˜‰πŸ˜‰

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Syamsimar Burhan
Assalamualaikum,... Klu dlm agama mmg benar... bahwa Suami wajib menafkahi Istrinya.
goodnovel comment avatar
Alex Sudjudi
jejak telapak kaki, sandal atau sepatu ...
goodnovel comment avatar
Rosnofiar
beri pelajaran ,nasehat tuk iparnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status