Hitam, semua menjadi gelap. Tanpa suara dan cahaya, seakan tuli dan buta. Keadaan yang tidak menyenangkan ini terasa cukup lama. Sehingga menimbulkan rasa takut dan cemas. Namun, perlahan sayup-sayup terdengar suara memanggil Baswara. Suara lembut dan ceria, sangat tidak asing ditelinganya. Mengingatkannya kembali akan sosok Kana-gadis yang berhasil menyentuh hatinya. Membuat Baswara memutar arah pandang mencari asal suara.
Kian lama, suara itu menjadi semakin jelas. Bahkan kini terasa tepat memasuki telinga kanannya. Belaian lembut tangan yang menyentuh dahi, memaksa Baswara membuka mata, pandangan kabur bernuansa putih perlahan terlihat.
Tangan lembut menggenggam erat jemarinya. Perlahan pandangan itu semakin jelas. Sebuah dinding putih terbentang tepat didepannya. Senyuman manis sang ibu pun menyapa lembut dirinya.
“Bas, kamu sudah sadar, Nak?” tanya ibunya dengan nada penuh syukur.
Baswara mengangguk lembut , wajahnya terlihat kecewa karena bukan Kana yang ada di hadapannya. Ia berusaha untuk duduk, namun segera dilarang ibunya. Meskipun tidak terdapat luka parah pada tubuhnya, benturan pada dahi Baswara cukup merisaukan.
“Mom, bagaimana keadaan gadis itu. Gadis yang Baswara tabrak?” tanyanya dengan wajah cemas. Begitu cemas, karena ini kali pertama kebiasaan buruknya mengakibatkan korban.
Ibunya hanya tersenyum sembari membelai lembut dahinya. Tiada jawaban apapun yang keluar dari mulutnya. Namun, guratan pada wajah sang ibu menggambarkan kesedihan. Hanya bisa berdiam diri dan menunggu kedatangan Sam untuk menjawab semua pertanyaan darinya.
***
Seorang gadis bertubuh tinggi dengan perawakan belasteran kini terkulai lemah bersimbah darah. Terbaring di atas ranjang dalam sebuah ambulan yang hendak membawanya ke rumah sakit terdekat. Tanpa data diri, hanya menggenggam erat sebuah ponsel yang terkesan jadul.Sam menjadi orang pertama yang hadir di lokasi. Semua ini karena Sam berhasil menyambungkan alat pendeteksi pada gawai Baswara. Sesuai saran nyonya presiden utama, untuk mempermudah Sam melacak dan mengawasi putra tunggalnya. Dengan menggunakan ojek motor, Sam mendatangi tempat kejadian. Terlihat mobil mewah Baswara terparkir di tengah jalan, dengan ceceran darah segar di depannya. Mobil itu terlihat mengkilap tanpa ada noda dan lecet sedikitpun.
Tetapi tidak dengan gadis cantik yang ada dihadapannya. Dengan segera Sam mengatasi semuanya. Hingga kini ia masih berada di rumah sakit untuk menyelesaikan biaya administrasi gadis yang tidak diketahui asal usulnya.
***
Senja hadir dengan langit yang sedikit gelap. Begitu gelap, hingga Sam mengira malam telah datang. Tiada henti-hentinya ponsel Sam berdering, membuat ia terlihat sangat sibuk seharian ini. Tubuhnya terasa sangat lelah, namun pesan dari sang nyonya presiden utama yang memintanya datang tidak dapat dielakkan. Permintaan Baswara agar segera ditemui, membawa Sam melangkah menuju keberadaannya.Kemejanya tampak kusut dengan kaki yang melangkah sedikit sempoyongan. Sebagai orang kepercayaan, sudah menjadi kewajibannya untuk menyelesaikan semua ini.
Langkah pun terhenti tepat di ruangan VVIP, tempat Baswara terbaring. Setelah melayangkan beberapa kali ketukan, Sam pun masuk mendekati Baswara.
“Mom, bisakah Momy meninggalkan aku dan Sam berdua?” tanya Baswara dengan tatapan penuh harap.
Seakan mengerti, ibunya pun melangkah pergi setelah melayangkan bibir pada dahi Baswara.
“Kemarilah!” ucap Baswara dengan wajah geram sambil duduk bersandar di atas ranjang. Ia sudah seharian menunggu kedatangan Sam. Baginya Sam bekerja sangat lambat, hingga baru tiba di sana saat matahari sudah terbenam.
Sam hanya bisa menghela napas berat dari mulut dan melanjutkan langkah, hingga kini berada tepat di samping ranjang Baswara.
“Bagaimana, apakah semua sudah selesai?” tanya Baswara dengan nada penasaran.
“Yah!” jawab Sam lemas, wajahnya terlihat lelah dengan rambut yang berantakan.
“Mengapa kamu terlihat kotor begini?” mata Baswara terbelalak sembari memperhatikan Sam dari kepala hingga ujung kaki.
“Aku harus bergerak cepat, itulah mengapa aku harus menggunakan motor ojek.”
Begitu penasaran, Baswara dengan cepat bertanya, “Apakah kamu sudah mengurus gadis itu? Bagaimana keadaannya, korban yang aku tabrak?”
“Dia sudah ditangani dengan dokter. Namun, hasilnya belum keluar. Tetapi aku sudah memberikan nomor gawaiku. Jadi mereka bisa menghubungi jika terjadi apa-apa dengan gadis itu.”
Baswara tampak lebih tenang setelah tidak mendengar nada kecemasan dari jawaban Sam.
“Syukurlah!” jawab Baswara sambil menghela napas berat yang menyesakkan dirinya.
“Apakah kamu senang?” tanya Sam yang terlihat kesal akan semua tingkah Baswara yang sering menyulitkan dirinya.
Baswara tidak perduli, bahkan bersikap seakan tidak mendengar apa-apa. Namun, ingatan akan korbannya kembali membuatnya bertanya.
“Siapa gadis itu? Apakah kamu sudah mendapatkan data dirinya? Beri ia cek tunai senilai yang ia mau.”
Sam merasa semakin kesal mendengar rentetan pertanyaan Baswara. Terutama perkataan Baswara yang terlalu menganggap remeh nyawa seseorang. Dengan napas yang berderu, Sam pun melontarkan kekecewaannya.
“Diam!”
Teriakan ini ternyata cukup kuat bahkan sampai terdengar ke telinga sang ibu yang berada di luar ruangan. Merasa ada yang tidak beres, sang ibu memilih melirik melalui pintu. Membuat keduanya terdiam seketika saat menyadari tatapan sang ibu.
“Maafkan aku, Sam,” ucap Baswara dengan suara yang lembut. Sepertinya ia sadar kalau Sam sedang lelah dan pertanyaan yang keluar dari mulutnya membuat Sam kesal.
Sam sepertinya merasa menyesal. Terlihat dari sikapnya yang dengan lemah menyandarkan tubuh sembari menutupi wajah dengan kedua tangannya.
Gawai Baswara berdering, dengan bantuan Sam ia pun menerima panggilan yang masuk.
“Ya, terima kasih. Tidak ada yang menghawatirkan. Apakah kamu menghubungiku hanya untuk mempertanyakan ini?” tanya Baswara dengan nada kecewa.
Tetapi sepertinya ia mendapat jawaban yang menyenangkan, itu terlihat dari senyum tipis Baswara yang terkembang.
“Benarkah? Baiklah, aku harap bisa mendapatkan semua berkas tentang Suryakanta malam ini juga.”
Sam tampak menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Baswara. Ambisi dan keras kepalanya terlihat begitu memaksakan.
“Tenang saja, Sam! Aku hanya meminta berkas saja. Aku tidak akan meninggalkan ranjang ini, setidaknya hingga esok hari,” jawabnya dengan senyuman penuh bangga, sambil melirik ke arah Sam.
Sam yang merasa lelah memilih mengundurkan diri. Namun, lagi-lagi langkahnya terhenti. Karena nyonya presiden utama memintanya duduk untuk menanyainya.
“Sam, apakah semuanya sudah kamu tangani?” tanyanya dengan wajah sendu.
“Sudah, Nyonya. Begitu pula dengan korbannya, sudah ditangani dengan baik. Esok saya akan kembali untuk melihat keadaannya,” jelas Sam dengan senyuman teduhnya.
“Terima kasih, Sam. Saya tidak tahu harus berkata apa lagi, jika tidak ada kamu ...,” ucapannya terhenti, diikuti mata yang berkaca-kaca. Sepertinya ia menahan tangis sedari tadi, hingga kini tangisnya kian pecah tak mampu lagi terbendung.
“Tenang saja, Nyonya. Saya akan selalu menemani Baswara, menjaganya untuk Nyonya,” ungkapnya yang kemudian bangkit meninggalkan nyonya. Namun, belum lagi melangkah sang nyonya kembali memintanya duduk. Ternyata ia mempertanyakan data diri si korban. Tiada kejelasan diri korban membuat sang nyonya kembali merisau. Namun, dengan segera Sam mengeluarkan gawai untuk memperlihatkan foto si korban.
Seketika kedua mata sang nyonya terbelalak kaget, setelah mencoba mengingat sesaat.
Pagi yang cerah dengan tiupan angin segar, dihiasi sisa jejak hujan semalam. Jalanan begitu ramai, dipenuhi dengan berbagai angkutan yang memecah keheningan pagi. Sebuah mobil mewah mampu menarik hati. Mobil bewarna gading itu dikendarai seorang supir yang membawa wanita dan bocah kecil di dalamnya, terparkir rapi di halaman rumah sakit. Wanita yang bertubuh kurus dan berkulit sawo, berbalut kemeja dan rok panjang menggandeng masuk bocah laki-laki menuju rumah sakit Sehati. Keduanya berjalan tenang sembari berbincang dengan tatapan bahagia. “Bunda, apakah Paman tidak terluka parah? Jika iya, aku tidak ingin masuk untuk melihatnya,” ungkap bocah kecil dengan wajah cemberut. “Tidak, Soga sayang. Paman tidak terluka, kebakaran kemarin hanya menimbulkan banyak asap yang membuat Paman jatuh pingsan. Kamu tidak perlu hawatir, aku yakin Paman akan merasa senang melihat kedatanganmu,” jelas wanita cantik dengan gaya berpakaian yang terlihat kuno, hingga membuat banyak
Suasana kantor terlihat senyap kala kaki Baswara melangkah diantara mereka. Semua pandangan tertuju padanya. Wajah kaget sekaligus takut tergambar jelas. Namun, Baswara mengabaikan begitu saja. Baginya suasana ini bukanlah sesuatu yang asing. Sebagai pemimpin yang keras dan tegas, Baswara kerap ditakuti bukan disegani. Berbeda jauh dengan sikap mereka kepada Sam, terkesan ramah namun tetap dihormati. “Temui aku di ruangan segera, Sam,” ucap Baswara tegas melalui gawaninya. Beberapa saat ketukan terdengar, Sam sudah tiba di ruangan Baswara. Melangkah lunglai dengan wajah cemas. Sepertinya ia tahu benar akan apa yang hendak Baswara sampaikan padanya. “Duduklah!” ucap Baswara tegas. Meskipun ia tengah berdiri membelakangi pintu, namun ia melihat jelas wajah Sam melalui pantulan dinding kaca. “Apa saja yang belum kamu sampaikan padaku?” suara gelegar Baswar berhasil membuat Sam tertunduk dengan wajah memucat. Tidak kunjung mendapatka
“Aku yakin itu Kana. Yah, aku harus segera mengunjungi alamat ini untuk memastikannya,” gumam Baswara sembari menggenggam selembar kertas berisi alamat. Kertas pemberian salah satu pegawai kafe yang mengaku telah mengenal Kana dan Soga-bocah lelaki yang selalu bersama Kana. Seharian ini Sam tidak terlihat. Bahkan gawainya tidak aktif, membuat Baswara kesal. kekesalannya kian bertambah kala mengetahui Sam juga tidak masuk kantor hari ini. “Sialan! Dia pasti menghindariku. Bagaimana bisa ia tidak masuk dan tidak menghubungiku,” gumam Baswara yang kini menatap dinding kaca. Dering gawai berbunyi, terlihat beberapa pesan masuk berisi foto. Ternyata itu pesan dari si petugas gedung apartemen. Ia mengirimkan gambar Sam, seorang perawat wanita dan seorang pemuda berbaju rapi. Gambar ketiga berhasil meraih perhatian Baswara. Sambil menggerakkan jari, Baswara memperbesar ukuran gambar untuk memastikan siapa orang terakhir yang mengunjungi apartemennya. N
“Dari mana saja kamu?” tanya Sanjaya dengan tatapan tidak senang. “Beberapa hari ini kamu sering keluar kantor pada jam kerja. Apa kamu ingin menghancurkan perusahaan kita?!” sambung Sanjaya setelah melihat Baswara tidak memperdulikannya. “Heh!” ucap Baswara yang kini berbalik badan mendekati ayahnya. “Aku tidak mengerti akan permainan Dady. Aku ...,” ucapan Baswara terhenti setelah melihat kedatangan ibunya. “Ada apa ini? Dad, Baswara baru pulang. Biarkan dia beristirahat dulu, jangan diberikan rentetan pertanyaan seperti itu,” ungkap ibu Baswara sembari membelai lembut lengan putra tunggalnya. “Lepas, Mom!” teriak Baswara sembari mengenyahkan tangan ibunya. “Aku lelah hidup bersama kalian. Kalian semua penipu!” teriaknya kembali yang kemudian pergi dengan tergesa-gesa menuju mobil. Menyalakan dan melaju kencang dengan penuh amarah. Baswara merasa dihianati keluarganya sendiri. Semua perasaan kacau ini terjadi semenjak pertemuannya dengan Alea
Pagi ini keadaan hotel Sun Beach terlihat rapi. Banyak mobil mewah teparkir di sana. Meja jamuan juga telah berisi berbagai jenis kopi dan makanan ringan lainnya. Sepertinya akan ada pertemuan penting.Tepat di salah satu ruangan terlihat Sanjaya dengan pakaian rapinya terus melirik ke arah pintu masuk. Tatapannya seolah menanti kedatangan seseorang. Berulang kali ia mencuri pandang arloji di tangan kanannya.“Biasanya ia sudah hadir sebelum pertemuan berlangsung. Tetapi sekarang, batang hidungnya juga belum kelihatan. Awas saja jika ia nekat melakukan tindakan bodoh kali ini,” gumam Sanjaya yang kemudian melangkah mendekati jendela besar.Tamu yang ditunggu tiba, dua orang pria dewasa berwajah belasteran memasuki ruangan. Diikuti seorang gadis berwajah oriental berjalan di belakangnya. Gadis cantik dengan gaun terbuka dibagian atas diselimuti jas hitam dan rok belahan tinggi hingga menunjukkan paha yang mulus. Ketiganya begitu ramah menghampiri Sanj
Baswara menatap bingung, ia tidak merasa mengenalnya. Tatapan bingung Baswara membuat si anak semakin kesal hingga berteriak kencang dihadapannya.“Hei!” ucapnya sambil menepuk kuat meja Baswara. “Aku sedang berbicara denganmu!”“Bisakah kamu bersikap lembut, bocah kecil,” ucap Baswara dengan tatapan penuh kebencian.“Kau harus bertanggung jawab! Kau pikir nyawa seseorang itu mainan?!” ucap Si bocah yang semakin membuat Baswara kesal. Namun, Baswara masih bisa menjaga sikapnya dengan baik meskipun nyaris terpancing.“Sepertinya kau salah orang, Nak!” ucap Baswara yang kemudian hendak bangkit dengan kopi di tangannya.“Kau pikir, kau manusia paling kaya, hah? Uangmu tidak dapat membeli nyawa seseorang!” teriak bocah itu kembali, membuat langkah Baswara terhenti seketika. Sambil menatap tajam dengan dahi mengernyit Baswara meletakkan kopi dengan kasar di atas meja hingga bercecer
Sam terbujur kaku di atas ranjang, berbalut baju serba putih dan dikelilingi banyak bunga. Tertidur begitu lelap dengan kulit yang memutih bak kapas. Tiada tanda-tanda kehidupan, terbaring tenang menunggu penguburan.“Bas, Baswara,” panggil seorang wanita dengan nada yang lembut. Membuat Baswara tersadar akan lamunan dan pikiran buruknya.“Meeting akan segera dimulai,” sambungnya.Ternyata Jane datang untuk memanggil Baswara yang sedari tadi terlihat melamun di balkon hotel.“Ya,” jawab Baswara yang kemudian berbalik badan dan mengikuti langkah Jane.Terlihat jelas tubuh Jane melenggok dihadapannya. Tubuh tinggi berbalut pakaian yang indah berhasil menyempurnakan penampilan Jane. Tidak hanya itu, aroma parfum yang khas serta kecerdasannya saat pertemuan cukup berkarisma meskipun belum bisa mengalahi kekuatan karisma Baswara.“Maaf Jane. Mungkin kamu memiliki banyak hal yang begitu diinginkan wanita.
Resto mewah dengan ukiran disetiap dinding dan tiangnya. Deretan patung besar berdiri seakan menyambut tamu yang datang. Aroma lavender dan suara genggong menyempurnakan keindahannya. Resto dengan desain bali ini menjadi tempat istimewa dan kerap dikunjungi banyak pelancong. Terutama mereka yang berasal dari luar negeri, mengaku merasa nyaman saat berada di dalamnya. Tidak heran jika Sanjaya memilih tempat ini untuk mengadakan makan malam. Ruang VIP sudah dipesan dan kini Baswara terlihat duduk di sana.“Hai Bas!” sapa Jane yang terlihat hadir seorang diri. Bergaun indah dan terbuka dibagian atas. Terlihat anggun dengan balutan warna putih, terlihat senada dengan keadaan resto.“Hai,” jawab Baswara yang kemudian melirik ke sisi belakang Jane seakan tengah mencari seseorang.“Daddy akan datang terlambat, begitu pula dengan Tuan Sanjaya,” jelas Jane yang begitu peka akan sikap Baswara.“Oke,” jawab Baswara ten