Sam terbujur kaku di atas ranjang, berbalut baju serba putih dan dikelilingi banyak bunga. Tertidur begitu lelap dengan kulit yang memutih bak kapas. Tiada tanda-tanda kehidupan, terbaring tenang menunggu penguburan.
“Bas, Baswara,” panggil seorang wanita dengan nada yang lembut. Membuat Baswara tersadar akan lamunan dan pikiran buruknya.
“Meeting akan segera dimulai,” sambungnya.
Ternyata Jane datang untuk memanggil Baswara yang sedari tadi terlihat melamun di balkon hotel.
“Ya,” jawab Baswara yang kemudian berbalik badan dan mengikuti langkah Jane.
Terlihat jelas tubuh Jane melenggok dihadapannya. Tubuh tinggi berbalut pakaian yang indah berhasil menyempurnakan penampilan Jane. Tidak hanya itu, aroma parfum yang khas serta kecerdasannya saat pertemuan cukup berkarisma meskipun belum bisa mengalahi kekuatan karisma Baswara.
“Maaf Jane. Mungkin kamu memiliki banyak hal yang begitu diinginkan wanita. Namun, aku tidak yakin kamu memiliki sikap tulus seperti yang dimiliki Kana. Mungkin kita bisa sukses jika menjalani perusahaan secara bersama, namun bukan berarti kamu mampu menyempurnakan kebahagiaan jika menjadi istriku,” gumam Baswara dengan tatapan dingin.
Pertemuan kembali berjalan sukses. Semua ide brilian Baswara diterima dengan mudah oleh pihak asing. Tiada pertentangan, bahkan proyek itu dengan mudah dipahami hingga tidak ada sedikit pun pertanyaan yang keluar. Singkat dan memuaskan, begitulah yang mereka katakan. Kekaguman akan sosok Baswara semakin terlihat. Keyakinan akan kelangsungan kerja sama keduanya semakin terlihat jelas. Esok merupakan hari penandatanganan kontrak, setelah itu Baswara tidak lagi perlu bertemu dengan Jane. Setidaknya keadaan ini bisa membuat Baswara sedikit merasa lega.
“Tuan Sanjaya, pertemuan berjalan dengan baik dan sangat memuaskan. Bahkan masih menyisakan banyak waktu. Bagaimana jika kita melakukan makan malam bersama hari ini?” tanya Tuan Mark dengan tatapan penuh rencana.
Sepertinya Sanjaya menyadari maksud terselubung dibalik ajakan makan malam, hingga ia berkata, “ya, bukan ide yang buruk. Kami akan memesan tempat dan sekretaris saya yang akan mengabarinya nanti,” jawab Sanjaya tanpa beban.
Tetapi tidak dengan Baswara yang berencana melihat keadaan Sam dan memindahkannya ke rumah sakit lain. Meskipun kesal, namun Baswara berusaha memperlihatkan wajah tenang dengan senyuman terbaiknya.
“Maaf, saya ....”
Ucapan Baswara terhenti kala Sanjaya mengatakan, “Baswara memiliki banyak rencana dan ia begitu perduli akan keadaan bawahannya. Mungkin ia akan datang terlambat untuk datang makan malam ini,” pungkas Sanjaya sembari melirik tajam ke arah Baswara.
“Ya, begitulah. Sekali lagi, saya mohon maaf,” ucap Baswara sembari menundukkan wajahnya.
“Saya tidak menyangka bisa menemukan pemimpin seperti anda, Tuan Baswara. Sepertinya keberuntungan telah tiba, hingga saya bisa bertemu dengan anda. Besar harapan saya, anda bisa menjadi contoh baik untuk Jane kedepannya. Tepatnya setelah penandatanganan kontrak kerja sama,” ucapnya dengan wajah penuh harap.
Baswara merunduk sambil tersenyum, tanpa kata ia bergerak pergi lebih awal. Kepergian Baswara membuat Jane kesal, karena Baswara mengabaikan dirinya begitu saja. Jauh di dalam hatinya, ia bergumam, “Ayolah, kamu bisa menolakku sekarang. Tapi tidak kedepannya. kita lihat saja, aku akan membuatmu bertekuk lutut di hadapanku.”
Mobil merah milik Baswara terlihat melaju di jalanan sepi. Jalan tol yang mengarah ke rumah sakit tempat Sam berada.
“Semoga pemikiran tadi, hanyalah pemikiran buruk sesaat. Aku harus menjagamu dengan baik Sam. Kini saatnya, aku bekorban untukmu,” gumam Baswara dengan tatapan nanar.
Mobil sport merah kini mendarat indah di parkiran rumah sakit. Tidak seperti biasanya, rumah sakit terlihat riuh. Ada banyak orang yang berkerumun di depan ruang unit gawat darurat. Sepertinya telah terjadi kecelakaan. Tidak heran ini terjadi, karena hanya ini rumah sakit terdekat. Selebihnya klinik kecil yang hanya bisa mengatasi penyakit ringan.
Baswara melangkah gagah menuju ruangan Sam. Terlihat ruangan itu sepi dengan keadaan yang tertata rapi. Membuat Baswara bingung dan segera menemui perawat di mejanya.
“Di mana pasien yang berada di ruang ujung?” tanya Baswara dengan wajah kalut.
“Oh, pasien atas nama Samudera sedang melakukan terapi di ruang lain. Apakah Tuan ingin menunggu di sini atau menemuinya di ruang terapi?” tanya perawat sambil menatap wajah Baswara. Terlihat jelas akal Baswara sedang tidak berada di sini. Dengan bijaknya perawat itu kembali berkata, “Mari saya antar ke ruang terapi!”
“Ya,” jawab Baswara yang kini kembali tersadar akan lamunannya. Sepertinya keadaan Sam cukup menghawatirkan, hingga Baswara kerap berpikir buruk akan keadaan yang mungkin terjadi.
Diluar dugaan, Sam lebih ceria dengan wajah cerah. Ia terlihat jauh lebih baik. Meskipun demikian, bukan berarti Sam tidak harus melanjutkan pengobatan. Keadaan buruk bisa saja benar-benar terjadi, jika Sam mengabaikan terapi demi terapi yang harus ia jalani.
“Apakah kamu sudah lama menunggu di sini, Bas?” tanya Sam yang terlihat kaget sekaligus senang akan keberadaan Baswara di hadapannya.
“Tidak juga, bagaimana keadaanmu? Apakah kamu menikmati liburanmu? Dan melupakan pekerjaanmu, Sam?” tanya Baswara yang dengan senang hati meledek Sam. Baginya hanya cara ini yang bisa ia lakukan untuk menutupi kegelisahannya. Terlebih, Sam selalu peka akan semua keadaan dirinya.
“Tenang saja, aku bisa bekerja sambil terapi kan? Atau ... kau boleh memotong gajiku selama aku tidak masuk. Itu akan menjadi adil bukan?” ungkap Sam dengan kedua alis mata yang bergerak naik turun.
“Tidak Sam, aku tidak ingin orang-orang mengatakan bahwa aku pemimpin yang kejam. Aku masih manusia, belum menjadi iblis,” balas Baswara diikuti senyuman. Keduanya terlihat tertawa kecil. Ledekan demi ledekan yang mereka lontarkan berhasil menunjukkan kedekatan keduanya. Tidak hanya itu, perawat yang sedari tadi mendorong kursi roda Sam pun turut tersenyum mendengarnya.
“Sore ini kita kan pindah rumah sakit, aku sudah mengurus semuanya. Aku harap kau menjalani terapi dengan baik. Aku tidak ingin kau membantah dan menyulitkanku,” ucap Baswara dengan tenangnya.
“Baiklah, Tuan Baswara,” ledek Sam sembari merundukkan kepalanya.
“Aku sudah meminta seseorang mengurus kepindahanmu. Ada makan malam mendadak dengan pihak asing, aku harus segera kembali dan bersiap.”
Mobil sport merah kembali melaju di jalanan. Kesedihan kembali terpancar pada wajah Baswara, matanya berkaca-kaca seakan menunjukkan rasa takut kehilangan. Namun, semua harus tetap berjalan meskipun hatinya sedang tidak baik-baik saja.
Cukup lama Baswara berada di dalam kamar mandi. Terduduk di atas lantai dengan curahan air yang turun deras membasahi seluruh kulitnya. Duduk dengan air mata yang juga turut mengalir disela-sela bulir air.
Wajahnya menunjukkan rasa lelah, tubuh gagah itu kini terlihat melemah. Namun, senyum bahagia dan wajah tenang harus segera ia pasang. Tidak boleh ada yang tahu keadaan hatinya. Melangkah gagah memasuki resto yang telah disiapkan.
Tepat di area parkir, terlihat sebuah mobil mewah bewarna putih gading juga teparkir di sana. Seorang wanita dan bocah kecil melangkah masuk menuju resto juga.
Resto mewah dengan ukiran disetiap dinding dan tiangnya. Deretan patung besar berdiri seakan menyambut tamu yang datang. Aroma lavender dan suara genggong menyempurnakan keindahannya. Resto dengan desain bali ini menjadi tempat istimewa dan kerap dikunjungi banyak pelancong. Terutama mereka yang berasal dari luar negeri, mengaku merasa nyaman saat berada di dalamnya. Tidak heran jika Sanjaya memilih tempat ini untuk mengadakan makan malam. Ruang VIP sudah dipesan dan kini Baswara terlihat duduk di sana.“Hai Bas!” sapa Jane yang terlihat hadir seorang diri. Bergaun indah dan terbuka dibagian atas. Terlihat anggun dengan balutan warna putih, terlihat senada dengan keadaan resto.“Hai,” jawab Baswara yang kemudian melirik ke sisi belakang Jane seakan tengah mencari seseorang.“Daddy akan datang terlambat, begitu pula dengan Tuan Sanjaya,” jelas Jane yang begitu peka akan sikap Baswara.“Oke,” jawab Baswara ten
“Bas, Baswara, mengapa kau termenung?” tanya Sam membuyarkan lamunan Baswara yang sedari tadi terduduk menatap lantai.“Ah, ya, maksudku tidak,” ucap Baswara dengan salah tingkah.“Aku yakin ada sesuatu yang terjadi. Tidak mungkin seorang Baswara rela bangun begitu pagi dan mengunjungiku ke rumah sakit, jika tidak terjadi sesuatu.”Wajah penuh yakin Sam saat menatap Baswara membuat dirinya tidak berkutik. Dengan mata beralih pandang, Baswara pun mulai menceritakan kejadian yang terjadi tadi malam.***Seorang pria dewasa datang menghampiri Soga dan Baswara. Berbaju rapi bak eksekutif muda dengan berbalut jas. Melangkah tenang dengan tatapan ramah.“Soga, apa yang kamu lakukan di sini?” tanyanya dengan sedikit berbisik.“Bisakah Yaya memberitahukanku jalan yang tempo hari aku lewati. Aku tidak tahu namanya,” ungkap Soga dengan wajah penuh harap.Tetapi sayang pria i
“Sam, bagaimana keadaanmu saat ini?” tanya Baswara melalui gawainya.Bukannya menjawab, Sam malah tertawa terbahak hingga sulit berhenti. Sedangkan Baswara hanya diam, tidak seperti biasa akan kembali meledek Sam.“Kau sudah menanyakan ini sejam yang lalu, Bas. Apakah kau begitu gerogi untuk bertemu dengan Kana?” tanya Sam dengan begitu yakin.“Andai kau bisa keluar dari rumah sakit dan menemaniku di sini, Sam,” ungkap Baswara dengan nada yang bergetar.“Hahahaha, Baswara Sanjaya. Aku tidak menyangka, dibalik kesempurnaan yang kau miliki. Ada kekurangan yang begitu mempermalukan, terlebih mengingat status playboy-mu di masa lalu.”Wajah Baswara memerah bukan karena marah, melainkan malu akan kejujuran Sam yang begitu mengenal baik dirinya.“Aku harus kembali, sepertinya Kana sudah tiba. Aku harap semua berjalan lancar,” ucap Baswara sebelum memutus panggilannya.Gemuruh mengh
“Soga, mengapa kamu berkata begitu?” tanya Kana dengan wajah bingung sembari menatap ke arah Baswara dan Soga bergantian.“Bunda, dia pria yang sempat aku ceritakan kemarin,” jelas Soga dengan sedikit merengek.Kana terdiam dan mencoba mengingat, sedangkan Baswara menatap kaku setelah mendengar Soga memanggil Kana dengan sebutan Bunda.“Bunda? Jangan bilang kalau bocah ini adalah anak dari Kana,” gumam Baswara dengan rasa nyeri dihatinya.Begitu pula Kana yang kini menatap balik ke arah Baswara, sepertinya ia merasa tidak yakin bahwa sosok yang diceritakan Soga tempo hari adalah Baswara.“Sepertinya terjadi kesalah pahaman,” ucap Baswara yang mencoba mencairkan suasana.“Kana, Soga, ayo kita pulang!” ajak seorang pria dengan tatapan penuh kasih.Belum lagi Baswara bisa mengontrol hatinya, pria itu datang dan menambah ketegangan.“Bukankah anda yang kemarin tempo
Baswara tiba di apartemen dan menemui petugas apartemen yang merupakan orang suruhannya. Keduanya telah membuat janji bertemu di area parkir. “Informasi apa yang ingin kau katakan padaku?” tanya Baswara dengan wajah yang begitu ketat. Sangkin ketatnya, cukup membuat si petugas apartemen menjadi gugup dan sedikit takut. “Begini Tuan, saya memperhatikan bahwa ada dua orang pria yang sering mengunjungi apartemen anda. Salah satu dari mereka tidak pernah lagi terlihat datang,” jelasnya dengan wajah serius. “Pria yang kau maksud, ini bukan?” tanya Baswara sambil menunjukkan wajah Sam yang ada di layar gawainya. Kedua mata si petugas terbelalak, ia menatap takjub ke arah Baswara sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia tidak menyangka, Baswara memiliki foto pria yang ia maksud. “Namun, masih ada satu orang pria lain yang juga sering berkunjung kemari. Dia selalu mengenakan baju kaos dan topi hitam lengkap dengan maskernya. Saya berusaha memperhatik
Bel apartemen berbunyi, dengan segera perawat itu bangkit dan membukakan pintu. Kedua matanya terlihat memerah, masih dengan tubuh gemetar ia menyambut kedatangan Alea.“Ada apa?” tanya Alea dengan wajah bingung.“Baswara mencarimu, ia menekanku akan kepergianmu yang tanpa pengawasanku,” jelas perawat itu sambil menyeka air matanya.“Tenang saja, biar aku yang menghadapinya!” ucap Alea dengan langkah mantap menuju ruang tengah.“Apakah anda sudah lama datang dan ... apakah anda datang untuk menemuiku?” tanya Alea dengan raut wajah tidak merasa bersalah.“Tidak, aku datang untuk menemui perawatmu. Aku ingin tahu seperti apa perkembanganmu. Sebagai pelaku, bukankah ini merupakan hal yang wajar untuk aku lakukan?” tanya Baswara dengan lantangnya. Matanya terus menatap tajam keseluruh sikap tubuh Alea.“Kau sedikit berbeda hari ini, Alea. Kau tidak lagi bersikap lugu dan mal
Sam disambut hangat oleh banyak karyawan. Ternyata ketidakhadirannya selama ini cukup dinanti banyak orang. Meskipun dirinya tidak setampan dan berkarisma seperti Baswara, namun sikap lembut dan senyumnya yang ramah selalu berhasil menyegarkan penat pagi karyawati di sana.“Pak Sam! Saya tidak menyangka anda sudah bisa kembali hadir. Di mana Tuan Baswara? Mengapa anda datang seorang diri?” tanya gadis tinggi yang tidak lain sekretarisnya sendiri.“Tuan Baswara mungkin akan datang terlambat. Apakah semua berjalan dengan lancar?” tanya Sam dengan tatapan meledek.“Jika boleh berkata jujur, saya merasa takut dan cemas selama melayani Tuan Baswara. Saya harap, Bapak selalu dalam keadaan sehat. Sepertinya hanya Bapak yang paling baik dalam mengurusi semua kebutuhan Tuan Baswara,” ungkap gadis itu dengan wajah sedikit cemberut.Sam hanya tersenyum, kini ia telah tiba di ruangan kerjanya. Sepuluh hari berada di rumah sakit mem
Baswara kini terbaring di atas ranjang dan tertidur begitu lelap, sepertinya suntikan perawat berhasil mengusir rasa sakitnya. Wajahnya sedikit memucat dengan banyak bulir keringat membasahi tubuhnya.Kana hanya bisa duduk memandangi wajah tampan Baswara. Rasa hawatir yang begitu berlebihan terekam jelas di wajahnya.“Bunda, mengapa Bunda memasang wajah seperti itu?” tanya Soga yang ternyata sedari tadi terus memperhatikan wajah Kana.Kana hanya tersenyum, menggelengkan kepala sambil mengelus lembut rambut Soga.“Apakah dia pria baik? Mengapa Bunda terlihat begitu hawatir?” tanyanya kembali yang seakan tidak puas akan jawaban Kana.“Ya, dia pria yang baik, sayang.”Soga terdiam, matanya memandang tajam ke arah Kana. Sepertinya ia menyadari suatu hal, namun ia tidak yakin akan apa yang ia rasa.“Mengapa kau memandangku seperti itu?” tanya Kana yang kini justru memperlihatkan wajah bingung