Beranda / Romansa / Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus / Bab 2: Kita Praktek, Sekarang!

Share

Bab 2: Kita Praktek, Sekarang!

Penulis: NACL
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-13 10:25:48

​“Bu–bukan!” jawab Diana refleks sambil menggeleng cepat. Matanya yang agak sipit itu membulat tatkala melihat sosok pria tampan makin mendekat. Ia langsung memalingkan wajah, dan mulai melangkah. Namun entah mengapa kakinya terasa berat untuk bergerak.

​“Aryani Diana Bradley!” panggil suara itu lagi.

​Bertepatan dengan Diana menoleh, pria itu menarik tali tas selempang dari punggungnya. Tidak kencang, tetapi Diana justru merasa ditarik sangat kuat.

​“Eh … aduh, aku bukan … Diana. Mas … maksudku Pak Terapis salah orang!” tolaknya, meskipun tubuhnya malah terseret kuat.

​Ya, pria itu adalah Madhava, yang akrab dipanggil Terapis Dhava oleh pasiennya. Orang nomor satu yang saat ini ingin ditemui sekaligus ia hindari karena takut konsultasi ini tersebar ke seluruh anggota keluarga.

​“Ikut aku, sekarang!” perintah Dhava, suaranya mengalun dingin dan ketus.

​Diana menekuk wajahnya, tetapi mengekor di belakang Dhava yang saat ini masih menarik tali tas selempangnya. Tentu saja mereka jadi pusat perhatian orang-orang.

​“Masuk!” perintah Dhava lagi, setelah membuka pintu.

​Wanita itu tidak menjawab ataupun mengikuti perintah kakak sepupunya. Ia malah melirik nama yang tertera di pintu ruang praktik. Mata cokelat karamelnya terpaku pada banyaknya gelar di belakang nama Madhava.

​“Masuk, Dia—” ucapan Dhava terpotong.

​Diana menyela cepat sambil menunjuk batang hidungnya sendiri, “Mas suruh aku masuk ke sana?”

​Tanpa berkata apa pun lagi, Dhava memaksa adik sepupunya itu masuk ke ruangannya. Sesaat setelah pintu ditutup dan terkunci, pria itu menyudutkan Diana pada dinding. Menatap kulit pipinya yang putih merona.

​“Apa tujuanmu ke sini?” tanya Dhava tanpa ada kelembutan secuil pun.

​Bukannya menjawab, Diana justru sibuk meraba dadanya sendiri, berusaha menormalkan debar jantungnya yang bertalu-talu tak tahu malu. Sungguh posisi saat ini tidak pernah ia duga, terlalu dekat, terlalu mengerikan, dan … pipinya terasa hangat oleh embusan napas pria itu. Aroma parfum maskulinnya pun memenuhi hidungnya.

​“Jawab!” desak Dhava karena tidak menerima jawaban.

​Diana memainkan helaian rambut yang jatuh di sisi pipinya. Meskipun ragu, akhirnya ia mencicit, “A–aku … ke sini … mau jadi pasiennya Mas. Nggak ada … maksud lain, kok.”

​Diana sedikit mengangkat pandangan, menunggu reaksi Dhava. Bukannya menjauh, pria itu justru makin dekat, membuat suasana makin canggung.

​“Jadi pasien aku? Kamu … mau konsultasi?” Suara Dhava yang dingin mulai melunak.

​“Iya, begitu Mas. Bisa ‘kan? Tapi aku belum daftar, gimana?” Diana menatap Dhava takut-takut. Sungguh pikiran buruk berkelebat dalam kepala, ia cemas Dhava mengejeknya dan malu bila semuanya terbongkar.

​Pria itu tidak menanggapi, mata hitamnya memindai penampilan Diana yang tampak semi formal. Tak ada kata apa pun yang keluar dari mulutnya. Dhava terpaku pada wajah sepupunya.

​“Kenapa Mas … maksudnya Pak Terapis liatin aku?” Diana mencoba melangkah mundur, tetapi ia lupa kakinya sudah menempel pada dinding.

​“Kamu datang sendirian?” tanya Dhava, nada bicaranya cukup lembut, yang diangguki Diana. Namun, pria itu mengangkat alis seolah bertanya tanpa kata.

​“Mas Rayan sebenarnya … mau, ta–tapi … dia … ada kerjaan mendadak.” Dustanya, Diana menghindari tatapan tajam Dhava. Ia terpaksa berbohong karena malu dengan dirinya sendiri. “Umm, aku … boleh duduk nggak? Pegal, Mas.” Ia menunjuk sofa tak jauh darinya.

​“Silakan.”

​Diana tercengang saat Dhava menuntunnya penuh perhatian ke sofa.

​Setelah mereka sama-sama duduk dengan tenang di sofa empuk, barulah Dhava melontarkan pertanyaan, “Apa tujuan kamu datang ke sini? Apa yang ingin kamu perbaiki dari hubungan kamu?”

​Mendapat pertanyaan seperti itu membuat Diana kebingungan, padahal ini baru awal, tetapi ia sudah dibuat keringat dingin.

​“Umm … itu, tujuan datang ke sini mau jadi pasien. Iya aku mau perbaiki hubungan sama suami yang … hambar,” adunya, meskipun cukup berat seolah-olah sedang menelanjangi Rayan. Apakah ini artinya ia membongkar aib? Namun, jika tidak konsultasi, bagaimana hubungannya akan membaik?

​Dhava terbatuk kecil mendengar jawaban Diana. Ia bertanya lagi, “Seberapa sering kamu dan Rayan melakukan keintiman dalam sebulan terakhir?”

​Spontan Diana melongo, pertanyaan itu membuat pipinya panas dan telapak tangannya berkeringat.

​“Apa nggak ada pertanyaan lain, Mas? Kenapa harus … tentang itu?” gugupnya, Diana duduk gelisah.

​“Kalau aku tanya berapa gaji yang kamu minta, itu namanya wawancara kerja, Di. Aku ini terapis seks, apa pun yang berhubungan dengan kegiatan seksual suami istri, ya, aku harus tahu. Mengerti?!” Suaranya yang sempat lembut tadi menghilang.

​Sontak Diana mengangguk cepat. Ia sudah lelah karena pria, jangan sampai Dhava juga ikut memarahinya.

​“Sekarang jawab pertanyaanku tadi. Ini demi kebaikanmu, Di,” sambung pria itu.

​Diana menjentikkan satu jarinya. Dhava menyipitkan mata. “Satu kali satu minggu?”

​Wanita itu menggeleng, dengan suara pelan menjawab, “Satu kali sebulan atau dua bulan. Mas Rayan sering ke luar kota. Umm … tolong Mas Dhava jangan bilang siapa pun tentang ini, ya.”

​Garis wajah cantik itu tak lagi memerah. Dhava bertanya lagi, “Ceritakan padaku, gimana rutinitas kalian saat mulai keintiman?”

​Diana hendak protes pada pertanyaan itu, tetapi tatapan Dhava yang intens padanya, sungguh tidak bisa ditolak.

​“Umm … langsung masuk aja, Mas, gitu.” Tangan Diana bahkan memeragakan kegiatan itu tepat di depan wajahnya. “Dan … rasanya, nggak enak. Perih,” akunya, kemudian menunduk dalam. Menyadari telah salah bicara.

​Hening sesaat, Diana tidak tahu apa yang sedang dilakukan Dhava karena tidak mendengar adanya aktivitas apa pun.

​“Gimana, Mas? Aku harus terapi apa?” tanya pelan.

​Dhava kembali melontarkan pertanyaan. “Apa kamu pernah menggunakan alat bantu atau melakukan stimulasi diri? Bagaimana rasanya dibandingkan dengan Rayan?”

​Diana terkesiap bukan main, matanya melebar. Ia tidak percaya bahwa Dhava bisa menebaknya dengan mudah. ‘Apa Mas Dhava bisa baca pikiran aku?’ batinnya merasa ngeri.

​Padahal sebagai terapis, tentu saja pertanyaan seperti itu sudah biasa ia lontarkan. Matanya tetap terkunci pada Diana.

​“Rasanya enak?” tanya Dhava, tidak menekan atau memaksa.

​“E–enak, Mas. Ta–pi … aku capek sendirian terus. Aku juga pengen hamil,” akunya, Diana mulai membuka diri, entah mengapa ada perasaan menggebu untuk menumpahkan keluh kesah selama empat tahun ini.

​“Aku punya cara supaya kamu nggak sendirian lagi,” terang Dhava. Ia mendekati Diana, dan mengulurkan tangannya. “Kita praktek, sekarang!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus   Bab 5: Aku Akan Mengajarimu

    Diana memeluk lututnya dan sesenggukan, perlakuan kasar Rayan semalam menjadi bukti bahwa apa pun usahanya tidak akan berhasil. Patah sudah semangatnya, kini untuk apa lagi ia menjalani terapi? Percuma! ​Telepon genggamnya bergetar lagi. Namun Diana membuang wajah, terlalu malu dan hancur rasanya jika berhadapan dengan Dhava. ​Bukan hanya telepon saja yang mengusik, tetapi ketukan pintu kamar membuatnya ingin menjerit. Namun, harus kepada siapa ia mengadu? Tidak ada! ​“Diana, Ibu masuk, ya. Bawa sarapan dan jamu untukmu.” Suara lembut itu tidak bisa ia tolak. ​“Iya, Bu, sebentar,” sahutnya dengan suara parau. Diana turun dari ranjang dan membuka slot kunci. Ia menatap nampan yang dibawa oleh mertuanya. ​“Ada bubur kacang hijau, masih hangat. Ayo, dimakan. Setelah itu kamu minum jamu. Kalau kamu udah hamil, pasti Rayan betah di rumah. Ibu janji, dia nggak akan kasar lagi,” rayu wanita itu yang lantas menaruh mangkuk keramik putih di atas meja. ​“Mau Ibu suapin nggak?” tanya w

  • Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus   Bab 4: Nggak Mau Terapi Lagi!!

    Diana meraba dadanya sendiri.​Ia tidak pernah merasa seantusias ini pulang ke rumah. Selama empat tahun, seolah lebih baik ada di luar, dan rumah hanya tempat untuk tidur.​Sepanjang perjalanan pulang dari klinik Dhava, ia sering menatap jemari tangan kanannya. Rasanya masih berdenyut panas, otot-otot gagah sang sepupu begitu nyata.​“Kenapa malah mikirin Mas Dhava? Nggak boleh, Diana! Dia sudah punya istri dan anak,” gumamnya. Ucapan pria itu yang penuh godaan juga menggema dalam benaknya. ‘Lembut. Nikmatilah dan rasakan suhu tubuhku.’​Pipinya memerah, ia mendesis kecil karena membayangkannya saja mampu membuat area pinggulnya berkedut.​Malam itu juga Diana menyiapkan dirinya dengan teliti. Ia menggunakan gaun tidur paling tipis yang dimiliki, menyemprotkan parfum ke leher, dan menyalakan lilin aroma terapi. Termasuk menyulap balkon untuk makan malam romantis. Tentunya ini petunjuk dari buku panduan dari klinik Dhava.​Ketika Rayan akhirnya masuk kamar, Diana menyambutnya dengan p

  • Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus   Bab 3: Sentuh Di Area Paling Sensitif!

    “Hah? Pra–praktek a–pa, Mas?” cicit Diana, suaranya tercekat di tenggorokan. Ia melirik pintu yang terkunci rapat. Seketika jantungnya mendadak berhenti berdetak.​“Iya. Cepat,” ulang Dhava lagi, tangannya masih terulur.​Spontan Diana menatap tangan besar, berkulit kecokelatan, dengan urat yang samar terlihat. Itu adalah tangan sepupu yang ia kagumi diam-diam sejak masa remaja.​Tidak ada respons dari wanita itu membuat Dhava menarik tangannya kembali dan tersenyum tipis. Sungguh kali ini bukan hanya jantungnya yang berhenti, tetapi Diana merasa napasnya juga tersendat, sebab aura dingin sang sepupu lenyap dan berganti dengan pesona seorang pria dewasa gagah.​Diana mereguk air liurnya sendiri. Ia menggeleng pelan, menampik kalau dirinya dan Dhava akan…. Ah, isi kepalanya ini benar-benar keterlaluan. Ia mengatur napas pelan, mengelus pelipisnya.​Pria itu menjelaskan, “Praktek re-education sentuhan Rayan. Ingat, Di, fokus pada tujuan akhir.”​Benar, Diana ingin Rayan menempel padanya

  • Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus   Bab 2: Kita Praktek, Sekarang!

    ​“Bu–bukan!” jawab Diana refleks sambil menggeleng cepat. Matanya yang agak sipit itu membulat tatkala melihat sosok pria tampan makin mendekat. Ia langsung memalingkan wajah, dan mulai melangkah. Namun entah mengapa kakinya terasa berat untuk bergerak.​“Aryani Diana Bradley!” panggil suara itu lagi.​Bertepatan dengan Diana menoleh, pria itu menarik tali tas selempang dari punggungnya. Tidak kencang, tetapi Diana justru merasa ditarik sangat kuat.​“Eh … aduh, aku bukan … Diana. Mas … maksudku Pak Terapis salah orang!” tolaknya, meskipun tubuhnya malah terseret kuat.​Ya, pria itu adalah Madhava, yang akrab dipanggil Terapis Dhava oleh pasiennya. Orang nomor satu yang saat ini ingin ditemui sekaligus ia hindari karena takut konsultasi ini tersebar ke seluruh anggota keluarga.​“Ikut aku, sekarang!” perintah Dhava, suaranya mengalun dingin dan ketus.​Diana menekuk wajahnya, tetapi mengekor di belakang Dhava yang saat ini masih menarik tali tas selempangnya. Tentu saja mereka jadi pu

  • Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus   Bab 1: Aku Nggak Puas, Mas!

    "Ouh … ah! Ya, ampun … apa aku ini gila?" desah seorang wanita di dalam kamar mandi utama, yang pintunya terkunci. Tubuhnya menegang, punggung melengkung tanpa sadar, dan napasnya terengah. Ia bersandar di dinding porselen dingin, sambil membekap mulut untuk meredam suara yang keluar.Ini sudah dilakukannya selama empat tahun. Kenapa?​Namanya Diana, seorang istri pada umumnya yang mendamba kepuasan dari hubungan intim. Alih-alih menjerit nikmat karena 'olahraga' bersama suami, ia justru harus bekerja sendirian—menggunakan alat sekadar menipu sepi dan hasrat yang tak pernah dipenuhi.​Di luar kamar mandi, suara dengkuran keras suaminya terdengar mengejek, itu menjadi pengingat menyakitkan. Rayan enak-enakan tidur setelah melakukan kegiatan yang sama sekali tidak panas. Bahkan tidak pernah memikirkan haknya sebagai istri.​Desahan itu lama-lama berubah menjadi isak tangis dan tubuhnya gemetar hebat. Ia menunduk, rambut panjang cokelat gelapnya menutupi wajah.​“Sampai kapan aku … har

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status