Beranda / Romansa / Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus / Bab 3: Sentuh Di Area Paling Sensitif!

Share

Bab 3: Sentuh Di Area Paling Sensitif!

Penulis: NACL
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-13 10:26:57

“Hah? Pra–praktek a–pa, Mas?” cicit Diana, suaranya tercekat di tenggorokan. Ia melirik pintu yang terkunci rapat. Seketika jantungnya mendadak berhenti berdetak.

​“Iya. Cepat,” ulang Dhava lagi, tangannya masih terulur.

​Spontan Diana menatap tangan besar, berkulit kecokelatan, dengan urat yang samar terlihat. Itu adalah tangan sepupu yang ia kagumi diam-diam sejak masa remaja.

​Tidak ada respons dari wanita itu membuat Dhava menarik tangannya kembali dan tersenyum tipis. Sungguh kali ini bukan hanya jantungnya yang berhenti, tetapi Diana merasa napasnya juga tersendat, sebab aura dingin sang sepupu lenyap dan berganti dengan pesona seorang pria dewasa gagah.

​Diana mereguk air liurnya sendiri. Ia menggeleng pelan, menampik kalau dirinya dan Dhava akan…. Ah, isi kepalanya ini benar-benar keterlaluan. Ia mengatur napas pelan, mengelus pelipisnya.

​Pria itu menjelaskan, “Praktek re-education sentuhan Rayan. Ingat, Di, fokus pada tujuan akhir.”

​Benar, Diana ingin Rayan menempel padanya seperti pasangan lain yang tadi ia lihat.

​“Iya, Mas. Aku … harus hamil,” lirihnya, ia begitu mengidamkan tangis bayi di rumahnya.

​“Hm, bisa. Kuncinya ada di atas ranjang.” Intonasi Dhava tanpa keraguan sama sekali, memperlihatkan sikap profesionalnya.

​Mata cokelat karamel Diana lantas memperhatikan Dhava yang melangkah ke sisi ruangan. Ada sebuah meja panjang di sana. Pria itu menunjukkan syal sutra merah, kuas lembut, dan minyak pijat beraroma terapi.

​Alis Diana mengerut dan bibir belahnya itu sedikit terbuka. Ia mencoba memahami fungsi benda-benda yang ada di hadapannya. Entah untuk apa itu semua, terlihat biasa saja. Bahkan ia berpikir jangan-jangan salah mendatangi klinik, dan meragukan kemampuan sepupunya ini.

​“Aku mau terapi hubungan suami istri bukan … dipijat,” celetuknya saat Dhava membuka tutup botol minyak.

​“Sudah tepat datang ke sini. Aku ingin kamu pejamkan mata. Pertama, kamu harus bisa membedakan sentuhan dari objek, bukan tangan pria,” jelas Dhava, suaranya terdengar profesional sekali sampai meruntuhkan keraguan yang baru saja Diana ciptakan.

​Wanita itu kini mengerti, meskipun hanya sedikit. Setidaknya … benda itu untuk media belajar. Ia patuh dan menutup mata dengan cepat.

​“A–aku siap, Mas,” ujarnya dengan suara serak. Namun, saat ada gerakan, ia mencoba membuka matanya.

​“Jangan mengintip!” sembur Dhava, tepat di samping telinga wanita itu, membuatnya seketika meremang.

​Diana menyahut enteng, “Maaf, Mas. Cuma penasaran aja.”

​“Saya mulai, sekarang,” bisik Dhava, embusan napasnya bisa dirasakan tepat di tengkuk Diana.

​Fokus membuat Diana terdiam. Pertama, ia merasakan rambut-rambut lembut menyentuh punggung tangannya. Kedua, tangannya refleks terangkat karena syal sutra yang dingin.

​“Ahh …,” lenguh Diana saat sentuhan terakhir. Itu adalah jari Dhava yang menghangatkan dari minyak aroma terapi.

​Setiap sentuhan dilakukan oleh Dhava dengan intensitas yang berbeda. Ya, ia bekerja seperti biasa, sama seperti pada pasiennya yang lain.

​“Yang mana paling membuatmu rileks, hm?” tanya Dhava, berdiri tepat di belakang Diana.

​“Yang terakhir, itu … umm, enak,” jawab Diana polos, tanpa sadar bahwa itu adalah skin to skin dengan Dhava.

​Pria itu tertawa kecil. “Itu adalah sentuhan manusia. Yang seharusnya kamu dapatkan dari Rayan. Sekarang, buka matamu.”

​Perlahan Diana membuka mata, dan detak jantungnya makin menggila. Apalagi saat ini bahunya tepat bersandar di dada bidang Dhava yang terlalu nyaman, serta membuat perut bawahnya berkedut. Seketika ia merasa suhu ruangan meningkat drastis.

​“Jadi kamu menyukainya, hm?” pria itu berbisik lagi. Ia mengambil pulpen yang terselip di rambut Diana. “Sekarang giliranku. Tunjukkan bagaimana kamu menyentuh Rayan.”

​Wajah Diana langsung memerah hebat. "Aku ... aku harus … menyentuh Mas?”

​“Iya. Sentuh aku, Di. Anggap aku suamimu yang harus kamu goda. Kita perlu tahu di mana letak kesalahanmu. Aku akan membimbingmu.” Dhava menyentuh bahu Diana, sekadar merilekskan saja. “Putar badanmu, lakukanlah.”

​Suara berat itu mengalun lembut bagai godaan besar di telinga Diana. Naluri wanita dewasa dalam dirinya sudah bergejolak.

​Tangan Diana yang gemetaran menyentuh bahu Dhava. Jemarinya menyapu dengan canggung, kaku, dan terburu-buru.

​“Terlalu cepat. Ingat, Di, tubuh kita bereaksi cukup lambat.” Tiba-tiba Dhava memegangi pergelangan tangan sepupunya.

​“Mas!” pekik wanita itu. “Aku … mau coba lagi, tapi—”

​Diana mendadak kehabisan kata, saat Dhava secara perlahan membimbing jemarinya bergerak menyusuri dada bidangnya.

​“Seperti ini, lembut. Nikmatilah dan rasakan suhu tubuhku, Di,” bisik Dhava, suaranya makin membuat tubuh bagian bawah Diana gelisah.

​Jemari rampingnya bergerak turun, lebih lambat di area lekuk otot-otot perut Dhava yang gagah. Diana merasa tubuhnya menggelepar. Sentuhan Dhava yang membimbing pergelangan tangannya terasa panas. Namun, ia mengikutinya dengan suka hati.

​“Ya, bagus … sekarang pindahkan tanganmu pada area yang lebih sensitif.” Suara Dhava berubah pelan dan napasnya terdengar berat.

​Pandangan Diana tertuju pada area di balik resleting celana hitam pria itu. Ia menggeleng pelan, rasanya terlalu mustahil untuk … menyentuh apa yang bukan miliknya.

​“Ta–tapi, Mas. A–aku ….” Bibirnya memang menolak, tetapi tangannya seakan bergerak sendiri turun ke bawah.

​“Kenapa diam? Cepat sentuh leherku,” perintah Dhava, dan ini menyadarkan Diana dari tindakan impulsifnya.

​Sambil menahan napas, ia membawa tangannya ke leher Dhava. Sentuhan itu membuatnya terkesiap dan matanya terpejam sesaat. Dhava refleks mendesis pelan.

​“Itu ... apa itu benar, Mas? Atau ... aku salah?” tanya Diana polos, tidak menyadari bahwa reaksinya justru membuat Dhava menatap intens padanya.

​Pria itu tersenyum kecil. “Sesi latihan pertama selesai. Aku ingin kamu ingat reaksi tubuhku tadi. Terapkan pada Rayan.”

​Diana mengangguk cepat, ada binar hangat terpancar dari kedua bola matanya.

​“Ah … benarkah aku berhasil?” Diana antusias, seraya menatap ruas-ruas jarinya.

​“Mana nomor teleponmu? Aku harus memastikan kamu latihan dengan benar.” Pria itu menyodorkan ponsel pada Diana yang patuh saja mengetik nomornya.

​Dhava melakukan panggilan ke nomor sepupunya. “Itu nomorku. Telepon aku jika Rayan tidak merespon. Aku akan membimbingmu lagi.”

​Diana membeku mendengar nama suaminya disebut. Tadi ia memang membara, sekarang entah mengapa merasa ragu. Namun ia harus mempraktikannya langsung pada Rayan.

Malam ini juga!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus   Bab 5: Aku Akan Mengajarimu

    Diana memeluk lututnya dan sesenggukan, perlakuan kasar Rayan semalam menjadi bukti bahwa apa pun usahanya tidak akan berhasil. Patah sudah semangatnya, kini untuk apa lagi ia menjalani terapi? Percuma! ​Telepon genggamnya bergetar lagi. Namun Diana membuang wajah, terlalu malu dan hancur rasanya jika berhadapan dengan Dhava. ​Bukan hanya telepon saja yang mengusik, tetapi ketukan pintu kamar membuatnya ingin menjerit. Namun, harus kepada siapa ia mengadu? Tidak ada! ​“Diana, Ibu masuk, ya. Bawa sarapan dan jamu untukmu.” Suara lembut itu tidak bisa ia tolak. ​“Iya, Bu, sebentar,” sahutnya dengan suara parau. Diana turun dari ranjang dan membuka slot kunci. Ia menatap nampan yang dibawa oleh mertuanya. ​“Ada bubur kacang hijau, masih hangat. Ayo, dimakan. Setelah itu kamu minum jamu. Kalau kamu udah hamil, pasti Rayan betah di rumah. Ibu janji, dia nggak akan kasar lagi,” rayu wanita itu yang lantas menaruh mangkuk keramik putih di atas meja. ​“Mau Ibu suapin nggak?” tanya w

  • Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus   Bab 4: Nggak Mau Terapi Lagi!!

    Diana meraba dadanya sendiri.​Ia tidak pernah merasa seantusias ini pulang ke rumah. Selama empat tahun, seolah lebih baik ada di luar, dan rumah hanya tempat untuk tidur.​Sepanjang perjalanan pulang dari klinik Dhava, ia sering menatap jemari tangan kanannya. Rasanya masih berdenyut panas, otot-otot gagah sang sepupu begitu nyata.​“Kenapa malah mikirin Mas Dhava? Nggak boleh, Diana! Dia sudah punya istri dan anak,” gumamnya. Ucapan pria itu yang penuh godaan juga menggema dalam benaknya. ‘Lembut. Nikmatilah dan rasakan suhu tubuhku.’​Pipinya memerah, ia mendesis kecil karena membayangkannya saja mampu membuat area pinggulnya berkedut.​Malam itu juga Diana menyiapkan dirinya dengan teliti. Ia menggunakan gaun tidur paling tipis yang dimiliki, menyemprotkan parfum ke leher, dan menyalakan lilin aroma terapi. Termasuk menyulap balkon untuk makan malam romantis. Tentunya ini petunjuk dari buku panduan dari klinik Dhava.​Ketika Rayan akhirnya masuk kamar, Diana menyambutnya dengan p

  • Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus   Bab 3: Sentuh Di Area Paling Sensitif!

    “Hah? Pra–praktek a–pa, Mas?” cicit Diana, suaranya tercekat di tenggorokan. Ia melirik pintu yang terkunci rapat. Seketika jantungnya mendadak berhenti berdetak.​“Iya. Cepat,” ulang Dhava lagi, tangannya masih terulur.​Spontan Diana menatap tangan besar, berkulit kecokelatan, dengan urat yang samar terlihat. Itu adalah tangan sepupu yang ia kagumi diam-diam sejak masa remaja.​Tidak ada respons dari wanita itu membuat Dhava menarik tangannya kembali dan tersenyum tipis. Sungguh kali ini bukan hanya jantungnya yang berhenti, tetapi Diana merasa napasnya juga tersendat, sebab aura dingin sang sepupu lenyap dan berganti dengan pesona seorang pria dewasa gagah.​Diana mereguk air liurnya sendiri. Ia menggeleng pelan, menampik kalau dirinya dan Dhava akan…. Ah, isi kepalanya ini benar-benar keterlaluan. Ia mengatur napas pelan, mengelus pelipisnya.​Pria itu menjelaskan, “Praktek re-education sentuhan Rayan. Ingat, Di, fokus pada tujuan akhir.”​Benar, Diana ingin Rayan menempel padanya

  • Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus   Bab 2: Kita Praktek, Sekarang!

    ​“Bu–bukan!” jawab Diana refleks sambil menggeleng cepat. Matanya yang agak sipit itu membulat tatkala melihat sosok pria tampan makin mendekat. Ia langsung memalingkan wajah, dan mulai melangkah. Namun entah mengapa kakinya terasa berat untuk bergerak.​“Aryani Diana Bradley!” panggil suara itu lagi.​Bertepatan dengan Diana menoleh, pria itu menarik tali tas selempang dari punggungnya. Tidak kencang, tetapi Diana justru merasa ditarik sangat kuat.​“Eh … aduh, aku bukan … Diana. Mas … maksudku Pak Terapis salah orang!” tolaknya, meskipun tubuhnya malah terseret kuat.​Ya, pria itu adalah Madhava, yang akrab dipanggil Terapis Dhava oleh pasiennya. Orang nomor satu yang saat ini ingin ditemui sekaligus ia hindari karena takut konsultasi ini tersebar ke seluruh anggota keluarga.​“Ikut aku, sekarang!” perintah Dhava, suaranya mengalun dingin dan ketus.​Diana menekuk wajahnya, tetapi mengekor di belakang Dhava yang saat ini masih menarik tali tas selempangnya. Tentu saja mereka jadi pu

  • Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus   Bab 1: Aku Nggak Puas, Mas!

    "Ouh … ah! Ya, ampun … apa aku ini gila?" desah seorang wanita di dalam kamar mandi utama, yang pintunya terkunci. Tubuhnya menegang, punggung melengkung tanpa sadar, dan napasnya terengah. Ia bersandar di dinding porselen dingin, sambil membekap mulut untuk meredam suara yang keluar.Ini sudah dilakukannya selama empat tahun. Kenapa?​Namanya Diana, seorang istri pada umumnya yang mendamba kepuasan dari hubungan intim. Alih-alih menjerit nikmat karena 'olahraga' bersama suami, ia justru harus bekerja sendirian—menggunakan alat sekadar menipu sepi dan hasrat yang tak pernah dipenuhi.​Di luar kamar mandi, suara dengkuran keras suaminya terdengar mengejek, itu menjadi pengingat menyakitkan. Rayan enak-enakan tidur setelah melakukan kegiatan yang sama sekali tidak panas. Bahkan tidak pernah memikirkan haknya sebagai istri.​Desahan itu lama-lama berubah menjadi isak tangis dan tubuhnya gemetar hebat. Ia menunduk, rambut panjang cokelat gelapnya menutupi wajah.​“Sampai kapan aku … har

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status