Home / Romansa / Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus / Bab 6: Sentuhan Terlarang Sang Mentor

Share

Bab 6: Sentuhan Terlarang Sang Mentor

Author: NACL
last update Last Updated: 2025-11-27 21:54:54

​Diana tidak bisa lagi bernapas normal. Tenggelam dalam aroma mint dan musk Dhava. Ia bahkan seolah  lupa siapa pria yang ada di depannya ini.

​“Mas …,” bisiknya dengan sedikit memohon.

​Dhava tidak bergerak, matanya memanas masih menatap lekat dan menanti. Jemarinya yang tadi di tulang selangka, kini bergerak naik perlahan, menyentuh tulang pipi yang tadi diobatinya.

​Dhava mundur selangkah, lalu dengan tenang, lembut dan pelan memberi perintah, ​“Buka matamu.”

​Diana tersentak, keterikatan yang belum pernah ia rasakan mendadak hilang. Mata karamelnya terbuka, dan basah, serta pandangannya pada Dhava memburam.

​“Berharap aku cium kamu?” Dhava masih mengelus pipi Diana. Ia tahu sepupunya ini mudah penasaran, dan lagi ia ingin Diana lupa pada traumanya. Itu poin utama.

​Menciptakan suasana tenang dan damai adalah kunci. Sebagai terapis, tentu saja Dhava melakukan yang terbaik bagi sepupunya ini. Apalagi perbuatan Rayan bukan hanya menghasilkan luka fisik membekas, tetapi meluluhlantakkan batin Diana.

​Sontak saja wanita itu menunduk dan mencubit kecil kemeja sepupunya, seperti anak kecil. Bibirnya yang menekuk, membuat Dhava terkekeh kecil.

​“Kamu bilang nggak mau disentuh lagi, itu salah. Kamu masih trauma,” sambung pria itu lagi. Ikut menunduk, memperhatikan kemejanya yang ditarik-tarik.

​“Nggak salah, Mas. Aku memang nggak mau disentuh lagi,” rajuk Diana di bibir. Namun hati terdalamnya mengelak, ingin mengatakan segalanya dan menjerit, ‘Mau! Aku ingin tau rasanya seperti apa. Tapi gimana?’

​Saking kesalnya dengan diri sendiri, karena selama berhubungan intim bersama Rayan hanya mendapatkan lelah dan hikmahnya saja, ia sampai menarik kuat kancing kemeja Dhava, hingga terlepas.

​“Aduh … Mas, maaf!” pekiknya spontan, diikuti matanya membelalak.

​“Ini buktinya.” Dhava meraih tangan Diana yang menggantung di udara, tepat di depan perutnya. “Tubuhmu sudah bicara banyak. Kamu gugup, karena aku menahan apa yang kamu mau.”

​“Jangan godain aku terus, Mas!” Diana menyeret mundur kakinya yang terasa berat. Ia tidak mengerti mengapa sulit menjauh dari Dhava? Mengapa ada tekanan kuat yang mendorongnya? Padahal ia sekuat tenaga menjauh, tetapi semuanya percuma.

​“Aku bukan godain. Itu faktanya, Di. Kamu masih mengharapkan sentuhan. Dan aku nggak mau mengajarimu jadi istri yang lebih baik untuk Rayan, tapi ….” Dhava sengaja menahan ucapannya.

​“Tapi apa?” cicitnya, Diana merasa darahnya mengalir deras ke seluruh tubuh, membawa panas yang tidak bisa ia cegah.

​Diana berhasil mundur, tetapi dengan cepat Dhava menahannya. Ia merengkuh pinggang ramping wanita itu, pelan dan kuat. Refleks kedua tangannya tersampir di bahu kokoh nan gagah itu.

​Dhava merunduk, memperpendek jarak kepala mereka. Bibirnya nyaris menyentuh tulang hidung Diana.

​“Aku akan mengajarimu untuk jadi wanita yang mendapatkan haknya.” Tatapan Dhava makin intens dan tak terelakkan lagi, ini seperti melucuti sebuah pikiran.

​Ucapan Dhava itu bagai cambuk dingin, yang membuatnya tercenung sesaat. Hingga Diana berani menatap sepupunya dengan dalam sekaligus kagum. Entah bagaimana caranya pria itu bisa membaca pikirannya.

​Tiba-tiba Diana menggeleng lemah menepis omong kosong dalam benaknya. Sekarang, ia tidak bisa lagi membedakan mana kebaikan dan godaan. Wanita itu hanya tahu satu hal, ia butuh Dhava, lebih dari sekadar sepupu atau terapis.

​“Jadilah dirimu sendiri, Diana. Itu lebih baik,” bisik Dhava lagi. Ia merogoh saku, mengambil saputangan. Menyeka make up tebal sepupunya. “Kamu selalu cantik, hmm.”

​Gerakan Dhava menyeka make up Diana sangat lambat, tampak fokus pada memar di pipi yang tertutup foundation. Diana merasakan ada air mata hangat menetes. 

​Wanita itu bergumam pelan, “Cantik?”

​Ujung jemari Dhava benar-benar teramat halus, berhasil membuat bulu kuduk Diana meremang. Bahkan pujian itu, kata-kata yang seharusnya ia dengar dari Rayan, kini didapatkan dari pria lain.

​Getir memang, mimpinya untuk menjalin biduk rumah tangga harmonis tak sejalan dengan kenyataan. Rayan selalu menilainya kaku dan manja, sampai tega tidak memberikan hak batinnya sebagai istri.

​Make up tebal Diana memang tidak terhapus sepenuhnya. Namun, Dhava menarik diri. Senyum di wajah rupawan itu seolah merayu untuk dimiliki.

​“Nggak perlu terburu-buru, Di. Kapan pun kamu siap beritahu aku, hmm.” Dhava membalik tubuhnya ke arah pintu kamar, entah apa yang akan pria itu lakukan.

​Diana tak tahu. Namun, satu hal yang pasti. Ia mendambakan haknya, ingin tahu rasanya jadi wanita yang disenangkan. Perlahan dan lembut, ia menahan jari kelingking pria itu.

​“Mas … aku … udah siap.” Tangannya tak diam saja, ia bahkan menarik resleting di balik punggungnya, hingga tali gaunnya meluncur jatuh pada bahu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus   Bab 64 : Dibawa ke Kamar

    Wanita itu bahkan menoleh dan mengedip nakal. “Terima kasih, Pak Dhava. Terapinya asyik.”Diana menelan ludah, entah sudah berapa derajat suhu dalam tubuhnya ini. Darahnya benar-benar bergejolak melihat resleting wanita itu yang sempat turun.Diana buru-buru balik badan dan melangkah, sambil berdesakan air mata di balik kaca mata hitamnya.‘Udah, Di. Mas Dhava ‘kan memang konselor seks, lihat aja apa yang dia dan aku …,’ batinnya, Diana menelan ludahnya sendiri.Sebelum benar-benar meninggalkan klinik, Diana menoleh dan menganga melihat sesuatu tidak terduga.“Ayo, Pah. Kita pulang, praktik di rumah.” Wanita itu menggandeng tangan pria asing yang baru saja keluar dari ruang konsultasi.Mata Diana langsung mengerjap, air mata yang tadi mendesak kini terhenti konyol. Sungguh … wajahnya memerah karena malu tak tertahankan.'Pah?! Jadi … dia datang dengan suaminya?! Ya, ampun, Diana! Drama apa yang kamu buat?!' Cepat-cepat ia menarik topi menutupi wajahnya. Ia berbalik dan lari terbirit-b

  • Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus   Bab 63: Pasien Klinik Cantik

    Tanpa buang waktu lagi, Dhava turun ke lantai satu. Ia keluar dari butik. Diana yang melayani pelanggan sempat memperhatikan tingkah pria itu yang tergesa. Tepat di depan bangunan, Dhava langsung memanggil petugas keamanan kawasan pertokoan. Ia memberikan instruksi rahasia dengan nada rendah. “Di lantai dua kerabat saya keracunan, dia minum terlalu banyak. Tolong Bapak antar di masuk taksi! Tenang Pak ada uang capek,” tawar Dhava, ekor matanya melirik ke kaca di lantai dua. Petugas itu mengangguk patuh. Tak lama, Dhava dan dua petugas itu sudah menghilang dengan cepat menaiki tangga menuju lantai dua butik. Diana sontak merasa ada sesuatu nakal sedang direncanakan terapisnya itu di atas sana. Ingin sekali ia meninggalkan pelanggan yang cerewet ini untuk menyusul. Namun, tanggung jawab menahan langkahnya. ‘Apa mereka berantem tadi? Jangan-jangan Mas Rayan …,’ batin Diana penasaran. Sialnya, ia hanya bisa menelan kegelisahan dan hasratnya untuk tahu apa yang sedang dilakukan sang

  • Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus   Bab 62: Merebut Milikku!

    “Tolong lebih cepat, Mas. Ada Mas Rayan di butik,” teriak Diana dari balik helm.“Apa? Mau apa dia di sana?!” balas Dhava, suaranya tidak kalah tinggi.Diana menggeleng tegas, meskipun Dhava tidak bisa melihatnya. Namun, ia Kembali mengeratkan pelukannya di punggung pria itu. Meskipun jantungnya berdebar hebat, ia percaya bersama Dhava segalanya akan lebih mudah. Ya, setidaknya sang terrapis ini melindunginya.Motor sport merah itu melaju kencang, membelah jalanan utama. Hanya dalam belasan menit, mereka akhirnya tiba di depan butik yang kini penuh sesak oleh kerumunan beberapa pria asing.“Ada apa ini?” gumam wanita itu.Diana buru-buru turun tanpa melepas helm-nya. Dalam langkahnya menuju pintu butik, ia sempat menangkap bisikan memilukan dari sekelompok pria yang menatap butiknya dengan jijik.“Katanya pria mabuk tadi suaminya pemilik butik itu.”“Hu’um. Kasihan sekali istrinya.”Seketika seluruh tubuh Diana membeku di tempat. Suhu pagi ini lebih mirip freezer besar baginya. Wajahn

  • Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus   Bab 61: Suami Kamu Sama Aku

    “Lu ‘kan ….” Renita menyipitkan matanya. Jarinya tertuju pada hidung Rayan yang kembang kempis menghirup campuran aroma alkohol dan parfum yang menyengat dari tubuh wanita itu.Rayan mengangguk tegas. “Iya, ini aku. Masih ingat aja. By the way kamu makin seksi, Re.”Tatapan Rayan jelas menyiratkan ia pria kelaparan. Bola mata hitamnya bahkan tidak berkedip, terpatri pada dada wanita itu yang luar biasa besar dan tumpah ruah. Menggunakan tank top ketat bertali tipis, puting Renita terlihat mencetak kain, sungguh menantang untuk disentuh.Rayan menelan ludah, gairah liar berkumpul di kejantanannya. Tentu, ia ingin meraup mangsa yang lebih dari sekadar gratis malam ini.Alih-alih marah mendapat tatapan itu, Renita justru terbahak. Membuat Rayan tercengang, dan ia berhasil melepaskan diri dari pria itu. Meskipun tubuhnya masih oleng."Gila! Kenapa lu … di sini? Ada masalah sama istri lu, si anak alim itu?" ejek Renita, dengan mata yang memicing nakal.Tanpa menunggu jawaban, wanita itu me

  • Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus   Bab 60: YOLO! You Only Live Once! Kamu Hanya Hidup Sekali

    Diana menatap Dhava lekat. Meskipun tahu ini salah besar, ia malah memeluk pria itu. Tidak ingin melepaskannya sedetik pun. Untuk hari ini, ia benar-benar menginginkan Dhava lebih dari apa pun.**Di tempat lain, kemarahan Rayan sudah memuncak saat ia membanting pintu utama rumah. Suara dentuman itu mengagetkan Rina yang sedang menonton televisi.“Astaga, Rayandra! Apa-apaan kamu ini?” gerutu Rina, menghampiri putranya. “Kok, bajumu, ih, bau!”Rayan langsung menuju kamarnya, merobek kemeja yang berbau muntah dan mengabaikan ocehan Rina tentang pakaiannya. "Diam, Bu! Aku lagi kotor dan jijik!" hardiknya di balik pintu.Beberapa saat kemudian, Rayan keluar kamar, sudah rapi. Ia mnghampiri Rina yang menunggunya di ujung tangga dengan wajah garang.“Kamu tahu nggak kalau Diana—” Rina belum selesai.Rayan menyela, “Kalau dia pulang, tolong kasih tau aku.” Langkahnya bergerak cepat menuruni anak tangga.“Heh, mau ke mana lagi, sih?!” Rina berteriak dari atas. “Istrimu pergi, tahuuuu!”“Kelab

  • Aduh, Sayang Jangan Goda Aku Terus   Bab 59: Kenapa Suamiku Bukan Kamu Aja?

    “Nggak!” tolak Diana yang langsung menutup mulutnya dengan rapat.Rayan terkekeh sinis dan membelai pucuk rambut istrinya. Pria itu berbisik lagi, “Kenapa? Kamu ‘kan selalu mau dipuaskan? Ayo pulang!”Tanpa menunggu jawaban, Rayan mencengkeram lengan Diana sekuat tenaga, menariknya secara paksa keluar dari rumah utama.Diana tersentak, menghentakkan kaki dan menarik diri mati-matian, berbisik memohon Rayan melepaskannya, “Jangan gini, Mas! Aku mohon!”Sialnya, Rayan tak peduli, ia membuka pintu Mini Cooper dan mendorong tubuh Diana kasar masuk ke dalam, menguncinya dari luar.“Mama dan Papa udah percayain kamu ke aku! Jadi nurut sama, Mas, ya.” Rayan tersenyum tipis penuh rencana.Tubuh Diana ambruk di kursi penumpang. Ia menatap liar sekeliling kabin mobil itu dengan jijik yang mendalam. Setiap sudut mobil ini terasa terkontaminasi. Kenangan ciuman Rayan dan wanita lain langsung menghantam, membuat perutnya bergejolak mual.Rayan masuk mobil, dan memasang sabuk pengaman.“Ceraikan aj

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status