Share

APARTEMEN

Gempa dan Anaya sedang membereskan barang barangnya, karena sore ini mereka akan pindah ke apartemen.

"Nay, lo yakin mau pindah ke apartemen?" Tanya Gempa masih ragu apakah nanti Anaya bisa menjadi istri yang baik untuknya atau tidak.

"Yakin. Lagian gue juga udah biasa hidup sendiri, kan dari kelas sepuluh gue udah pisah rumah sama mama, papa". Jawab Anaya santai sambil memasukan baju bajunya kedalam koper.

Gempa terkejut dengan apa yang di katakana Anaya barusan. Apa katanya? Sudah pisah rumah sejak kelas sepuluh? Pasti ini prank, mana nih kameranya?. Fikir Gempa.

"Kenapa lo?" Tanya Anaya heran saat melihat Gempa celingak celinguk gak jelas.

"Lo beneran udah pisah rumah dari kelas sepuluh?" Tanya Gempa tidak percaya jika Anaya sudah pisah rumah dengan kedua orang tuanya sejak kelas sepuluh. Sedangkan Anaya hanya membalasnya dengan anggukan.

"Kenapa lo gak bareng mereka?" Tanya Gempa duduk di samping Anaya yang sedang memasukan pakaian nya kedalam koper.

"Karena gue mau mandiri,". Jawab Anaya santai. Gempa menatap Anaya dengan intens. "Jawab jujur Nay, gue gak bakal marah kok,". Ucap Gempa.

"Maksud lo?" Tanya Anaya heran, dia menutup kopernya lalu duduk disamping Gempa.

"Lo pasti udah nganu sama om om kan? Lo pasti-"

"MAKSUD LO APA HAH! NGOMONG KAYA GITU, LO FIKIR GUE CEWEK MURAHAN!" Bentak Anaya menarik kerah baju yang dipakai Gempa.

"Anaya mah jahat, bentak bentak mulu,". Ucap Gempa cemberut, nyali Gempa seketika menciut karena bentakan  dari Anaya.

"Lo yang nantangin gue,". Teriak Anaya masih memegang kerah baju Gempa.

"Aaaaaaa Anaya mah jahatt…" Rengek Gempa seperti anak kecil. Mode manja pun sudah mulai aktif.

"Anaya gak boleh bentak bentak, gue gak suka," teriak Gempa dengan wajah so-imutnya.

"Gak usah kaya bocah deh Gem, jijik gue liat nya. Lagian lo kalo di sekolah sok banget, giliran di rumah mental lo kaya yupi,". Ucap Anaya malas. Bukannya diam Gempa malah semakin merengek dan uring uringan tidak jelas.

"Aaaaaa kesel... Lo gak tau sih kalo gue itu gak suka di bentak." Teriak Gempa seperti anak kecil.

"Anaya jahat. Lo gak sayang gue. Lo bentak gue terus. Lo..." Teriakan Gempa berhenti saat Anaya memeluk tubuhnya.

"Cup, cup, cup". Ucap Anaya sambil mengelus ngelus rambut Gempa lembut.

"Lo jahat. Lo gak sayang gue. Tapi gue sayang lo gimana dong?" Teriak Gempa sambil terisak di dalam pelukan Anaya.

"Gue sayang kok sama lo, maaf yaa tadi gak sengaja bentak lo". Ucap Anaya lembut. Tangannya terus mengelus rambut Gempa agar lebih tenang.

"Jangan bentak gue lagi, gue gak suka di bentak sama lo". Isak Gempa.

"Iya, gue gak akan bentak lo lagi, udah yaa jangan nangis lagi," Jawab Anaya lembut.

Gempa melepaskan pelukannya. "Janji gak boleh bentak gue lagi,". Ucap Gempa sambil mengacungkan jari kelingkingnya dihadapan Anaya.

"Janji. Tapi lo gak boleh bikin gue emosi lagi,". Jawab Anaya mengaitkan jari kelingkingnya dengan kelingking Gempa.

"Sayang Anaya,". Ucap Gempa lalu memeluk tubuh Anaya dengan erat.

"Anaya, Gempa, sudah siap belum?" Teriak Santi di balik pintu.

"Udah kok bun,". Jawab Anaya berteriak.

"Lap air mata lo, masa cowo nangis". Ucap Anaya sambil berjalan keluar kamar dengan kopernya.

"Anaya tungguin,". Teriak Gempa seperti anak kecil.

"Yaudah cepetan,". Jawab Anaya menghentikan langkahnya. Gempa pun segera membawa kopernya dan tak lupa boneka love berwarna merah biru kesayangan nya.

"Ayoo,". Ajak Gempa lalu menggandeng tangan Anaya menuju lantai bawah.

"Nanti kalo libur main kesini yaa,". Ucap Santi dengan wajah sendu, matanya pun sudah berkaca kaca.

"Pasti dong bun, kan Anaya udah janji kalo libur sekolah kita usahain kesini,". Jawab Anaya sambil memeluk Santi.

"Bunda drama banget deh, lagian kalo kita gak kesini bunda bisa ke apartemen kita,". Ucap Gempa tanpa dosa sedikitpun.

"Anak lucknuth yaa kamu, bukannya sedih mau pisah sama bunda malah ngejek". Kesal Santi tak habis fikir dengan fikiran anaknya itu.

"Anaya sama Gempa pergi dulu ya bun, yah,". Pamit Anaya sopan, lalu menyalami Santi dan Magma.

"Salim dulu,". Perintah Anaya pada Gempa.

"Iya,". Jawab Gempa lalu menyalimi ayah dan bundanya.

"Kita berangkat ya bun, yah, Assalamualaikum,". Ucap Anaya sebelum masuk kedalam mobil. Sedangkan barang Anaya dan Gempa sudah di masukan kedalam mobil oleh mang Asep. Supir Magma.

"Mau beli makan dulu atau langsung ke apartemen?" tanya Gempa pada Anaya.

"Langsung ke apartemen aja, nanti gue masak sendiri,". Jawab Anaya, Gempa hanya membalasnya dengan anggukan.

Dua puluh menit kemudian mereka sudah sampai di apartemen milik Gempa.

"Kok udah rapih? Katanya lo jarang kesini?" Tanya Anaya yang heran dengan apartemen Gempa yang sangat rapih dan bersih.

"Kan tiap hari ada yang beresin,". Jawab Gempa santai sambil duduk di sofa. Anaya hanya mengangguk anggukan kepalanya mengerti.

"Bawa koper lo ke kamar, nanti gue yang beresin bajunya,". Perintah Anaya pada Gempa.

"Nanti masakin gue ya, Nay. Gue laper,". Ucap Gempa lalu berjalan menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya dengan nyaman.

Beberapa menit kemudian Anaya sudah selesai membereskan pakaian nya dan pakaian Gempa. Dia berniat untuk memasak tapi matanya terfokus pada Gempa yang sedang terlelap diatas tempat tidur.

Sudut bibir Anaya terangkat membentuk lekukan senyum diwajahnya. Anaya pun melanjutkan langkahnya menuju dapur.

"Masak apa nih?" Tanya Anaya pada dirinya sendiri.

"Masak ayam rica rica aja lah, lagian ini juga udah malem takut kelamaan," Ucap Anaya lalu mulai mengeluarkan bahan bahan dari dalam kulkas.

Anaya masih sibuk dengan acara masaknya. Bagi Anaya ini sudah biasa, toh sejak kelas sepuluh pun dia sudah hidup mandiri seperti ini. Hanya bedanya sekarang dia juga harus melayani Gempa yang berstatus sebagai suaminya.

Ketika Anaya sedang fokus memasak, dia di kagetkan dengan kedatangan Gempa yang langsung memeluknya dari belakang. "Lagi masak apa, Nay?" Tanya Gempa dengan suara serak khas bangun tidur.

"Gue lagi masak ayam rica rica, gakpapa kan? Soalnya ini udah malem takut kelamaan kalo masak yang lain,". Tanya Anaya tanpa mengalihkan pandangannya dari arah kompor.

"Apapun yang lo masak pasti gue suka,". Jawab Gempa menggoda Anaya.

"Apaan sih, lebay lo Gem,". Balas Anaya terkekeh.

"Gue sayang banget sama lo, Nay." Bisik Gempa sambil memeluk Anaya dari belakang.

Anaya mematikan kompor nya lalu berbalik badan. "Gue juga sayang sama lo,". Balas Anaya sambil merapihkan Rambut Gempa yang berantakan.

Cup

Cup

Cup

Gempa mencium wajah Anaya bertubi tubi dari mulai kening, kedua pipinya, dan hidung Anaya.

"Udah, cuci muka sana, terus kita makan malam". Perintah Anaya. Gempa mengangguk lalu berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci wajahnya.

Gempa kembali kemeja makan dengan wajah yang lebih segar. "Makan yang banyak,". Ucap Anaya menyodorkan sepiring nasi dan ayam rica rica kesukaan Gempa.

"Makasih sayang,". Jawab Gempa lembut lalu mulai memakan makanannya.

Mereka makan dengan aman dan tentram tanpa ada yang mengeluarkan sepatah kata pun. Selesai mencuci piring dan gelas yang kotor, Anaya berjalan menghampiri Gempa yang sedang terduduk di sofa sambil menonton televisi.

Anaya duduk di sebelah Gempa dan memainkan ponselnya yang sedari kemarin dia matikan.

"Anaya gak boleh main handphone!" Teriak Gempa merebut ponsel Anaya dengan kasar.

"Gue cuma mau cek group doang, Gem. Takut ada info dari osis yang gue gak tau,". Ucap Anaya berusaha mengambil ponselnya kembali.

"Janji yaa cuma liat group osis, jangan yang lain,". Ucap Gempa lalu memberikan ponselnya kembali pada Anaya.

"Iya janji,". Jawab Anaya sangat lembut.

Dia segera mengecek group osis yang hampir lima ratus pesan belum terbaca. Anaya membuka dan membaca satu persatu percakapan yang ada di group osis nya dengan teliti, takut takut dia ketinggalan informasi.

Dito

Kemana aja Nay? Kok baru aktif?

Ketika sedang fokus membaca pesan fokus Anaya teralihkan saat dia mendapat pesan dari Dito. Sang ketua osis SMA Mandala. Anaya pun segera beralih menuju room chat nya bersama Dito.

Dito - Kemana aja Nay?

Kok baru aktif?

Anaya - Ada kok, cuma lagi gak mood main hp aja

Dito - Lain kali gak boleh kaya gitu, takut ada info lo gak tau.

Lo kan wakil gue, jadi lo harus tau semua info tentang osis.

Anaya - Iya sorry Dit, gue gak bakal gitu lagi kok

Dito - Oke, gue maafin

Btw lo besok berangkat sekolah sama siapa?

Anaya - Gak tau

Dito - Bareng gue yaa, nanti gue jemput

"Anaya! Lo ngelanggar perjanjian!" Teriak Gempa saat melihat Anaya malah asik chatan dengan Dito.

"Gue cuma bahas osis Gem," Jawab Anaya apa adanya.

"Urusan osis mana yang nanyain berangkat sekolah sama siapa hah?!" Teriak Gempa yang merasa terbohongi.

"Gue kan gak bales Gem,". Ucap Anaya lembut.

"Tapi lo ngelanggar janji." Teriak Gempa emosi.

"Yaudah gue minta maaf, gue tadi..."

"Terserah. Gue kesel sama lo." Final Gempa lalu pergi memasuki kamar dengan wajah kesalnya.

Anaya menghela nafasnya sejenak kemudian berjalan menyusul Gempa kedalam kamar.

"Gempa maafin gue dong,". Bujuk Anaya yang sudah duduk disamping Gempa. Gempa tidak menjawab, dia malah asik memainkan ponselnya.

"Gempa!" Teriak Anaya mulai kesal karena Gempa tidak menghiraukan ucapannya.

"Apasih. Ganggu aja,". Kesal Gempa.

"Lo jangan ngambek gini dong, gue bingung kalo lo kaya gini". Ucap Anaya frustasi.

"Gue gak suka lo deket sama cowo lain,". Ucap Gempa memalingkan wajahnya.

"Iya sorry, gue gak bakal gitu lagi." Balas Anaya lembut. Padahal dia tidak membuat kesalahan yang fatal kenapa dia harus meminta maaf? Yasudahlah demi keharmonisan rumah tangganya yang baru satu hati ini.

"Gue maafin, tapi lo blok nomor Dito sekarang juga." Sinis Gempa.

"Gak usah ngada ngada deh Gem, mana bisa gue blok nomor dia,". Jawab Anaya kesal. Kenapa suaminya ini terlalu kekanak kanakan.

"Yaudah gue gak mau maafin lo," . Ucap Gempa lalu membaringkan tubuhnya menatap sofa.

"Yaudah, gue juga gak rugi kalo lo marah,". Final Anaya dia pun ikut berbaring dengan menatap gorden kamarnya. Posisi mereka saling membelakangi satu sama lain.

Terdengar gerutuan dari Gempa namun Anaya hanya membiarkan nya tanpa sedikitpun ingin membujuk ataupun menenangkan Gempa.

Karena sudah sangat kesal dan uring uringan, Gempa membalikan tubuhnya menghadap Anaya. "Lo jahat. Lo lebih milih Dito daripada gue." Teriak Gempa. Namun Anaya masih setia pada posisinya.

"Anaya lo jahat. Gue benci sama lo." teriak Gempa. Anaya membalikan tubuhnya menghadap Gempa.

"Coba ulang, tadi lo bilang apa?" Tanya Anaya. Nyali Gempa kembali menciut, entah kenapa setelah mereka menikah nyali Gempa berubah menjadi yupi. Berbeda dengan hari hari sebelumnya yang sangat angkuh dan tak mau di malah kan.

"Aaaaaaaa… gu-gue gak tau lupa." Ucap Gempa lalu menutup matanya rapat rapat.

"Gak boleh ngambek malem malem, nanti dosa." Peringat Anaya lalu memeluk tubuh Gempa sambil terkekeh.

"Lo gak marah?" Tanya Gempa memastikan.

"Kenapa? Lo mau gue beneran marah?" Tanya balik Anaya.

"Eh enggak, maksud gue gak gitu. Aaaaaa… Anaya gue sayang banget sama lo,". Teriak Gempa di dalam pelukan Anaya.

"Besok sikapnya biasa aja yaa, jangan manja kaya gini kalo di sekolah". Ucap Anaya lembut.

"Kenapa?" Tanya Gempa dengan polos.

"Kan gak ada yang tau kalo lo sama gue udah nikah," Jawab Anaya lembut.

"Temen temen gue pada tau,". Balas Gempa.

"Yaakan cuma temen lo sama temen gue, yang lain belum pada tau,". Jawab Anaya memberi pengertian.

"Tapi gue gak mau lo deket sama cowok lain,". Rengek Gempa seperti anak kecil.

"Emang lo pernah liat gue deket sama cowok disekolah?" Tanya Anaya yang langsung mendapat gelengan kepala dari Gempa.

Prinsip Anaya ke sekolah ya untuk belajar dan menuntut ilmu, bukan untuk main main apalagi untuk berpacaran.

"Tapi gue gak suka lo deket sama Dito,". Jawab Gempa cemberut.

"Gue usahain jaga jarak sama dia,". Balas Anaya tersenyum.

"Makasih Anaya,". Ucap Gempa lalu memeluk tubuh Anaya dengan Erat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status