Share

RUMAH

"Bangun woyyy,". Teriak Anaya pada Gempa yang masih terlelap di atas tempat tidur.

"Gempa. Woyy, bangun,". Teriak Anaya lebih keras dari sebelumnya.

Teriakan Anaya memang cukup kencang, tapi itu tidak mengurungkan niat Gempa untuk tetap tertidur dan bolos sekolah.

"Gue banjur ya, Gem." Ancam Anaya. Namun Gempa tidak begitu memperdulikan ancaman itu, toh itu hanya gertakan gak mungkin juga kan Anaya setega itu. Fikir Gempa.

Tapi dugaan Gempa salah, karena Anaya benar benar membawa segayung air di tangannya dan,

Byurrr

Anaya mengguyur tubuh Gempa dengan segayung air yang ada di tangannya. "Anjing. Lo bener bener ya, Nay". Teriak Gempa dan langsung beranjak duduk dengan wajah yang basah kuyup.

"Durhakot lo Nay sama gue, minta maaf gak!" Teriak Gempa kesal. Bukannya meminta maaf Anaya malah berjalan keluar kamar dan meninggalkan Gempa yang basah kuyup dengan wajah kesalnya.

"Anaya awas aja lo,". Teriak Gempa dari dalam kamar. Anaya hanya acuh dan terus melanjutkan jalannya menuju dapur untuk membantu bunda mertuanya menyiapkan sarapan.

"Eh, menantu bunda udah bangun,". Ucap Santi basa basi.

“Bunda lagi masak apa?" Tanya Anaya menghampiri Santi yang sedang memasak di dapur.

"Bunda lagi masak ayam rica rica kesukaan Gempa,". Jawab Santi tersenyum.

"Selain ayam rica rica, Gempa suka apa lagi bun?". Tanya Anaya. Yaa walaupun mereka menikah karena perjodohan tapi Anaya tetap harus melakukan kewajibannya sebagai istri yang baik dan menjadi istri idaman untuk Gempa.

Ceileh istri idaman, istri idaman mana yang berani guyur suaminya pake air segayung?!

"Gempa itu golongan omnivora, jadi gak ada yang dia gak suka,". Jawab Santi terkekeh. Anaya pun ikut terkekeh. "Bunda bisa aja,".

"Bunda kalo Anaya sama gempa tinggal di apartemen aja boleh nggak?" Tanya Anaya hati hati, takut bunda mertuanya tersinggung dengan ucapannya.

"Emang kenapa Anaya mau tinggal di apartemen? Apa Anaya gak betah tinggal sama bunda?" Tanya Santi tanpa mengalihkan pandangannya dari bahan bahan masakan.

"Emmm… Bukan gitu bun, Anaya cuma gak enak aja sama bunda," jawab Anaya tak enak hati.

"Lohh, gak enak kenapa? Bunda seneng kok kalo kalian tinggal di sini,". Ucap Santi beralih menatap Anaya yang berdiri disebelahnya.

"Eeee... Maksud Anaya..."

"Udahlah bun, biarin aja itung itung melatih mereka supaya terbiasa hidup mandiri,". Ucap Magma yang baru saja datang kedapur.

"Nanti kalo mereka pergi, rumah jadi sepi dong,". Balas Santi dengan wajah yang sendu.

"Nanti kalo Anaya sama Gempa libur sekolah, kita pasti kesini nengokin bunda,". Ucap Anaya tersenyum.

"Janji yaa, kalo perlu kalian nginep disini,". Balas Santi dengan raut wajah sedihnya. "Iya Anaya janji,". Jawab Anaya lalu memeluk Santi dari samping.

"Drama apaan nih? Pagi pagi udah sedih aja,". Teriak Gempa yang baru saja datang.

"Tadi Anaya minta pindah ke apartemen,". Ucap Magma santai.

"Bagus tuh bagus, biar lebih leluasa". Balas Gempa tanpa merasa malu sedikitpun.

Magma dan Santi menatap Gempa dan Anaya secara bergantian. "Leluasa buat nyuruh nyuruh Anaya beres beres rumah. Gitu aja kok ambigu,". Jelas Gempa dengan santainya lalu duduk di kursi.

"Anjing si Gempa, kalo bukan depan mak bapaknya udah gue bunuh lo Gem,". Batin Anaya.

"Tolong bawain ini ke meja makan ya Nay,". Perintah Santi sambil menyodorkan piring yang berisi ayam rica rica itu pada Anaya.

"Iya bun,", Jawab Anaya tersenyum dan menerima piring yang diberikan Santi lalu membawanya kemeja makan.

"Apalagi bun?". Tanya Anaya pada Santi yang masih berada di dapur.

"Udah kok tinggal nasi goreng nya aja, yu kita makan". Jawab Santi lalu berjalan menuju meja makan diikuti Anaya dari belakang.

Anaya mengambilkan nasi dan ayam rica rica untuk Gempa’ "Nih makan,". Perintah Anaya pada Gempa.

"Makasih sayang,". Ucap Gempa menggoda Anaya.

Disisi lain Santi dan Magma menatap mereka dengan hati yang sangat bahagia. Walaupun Anaya dan Gempa menikah karena perjodohan tapi mereka terlihat sangat romantis seperti suami istri pada umumnya.

"Seneng ya bun kalo liat mereka kaya gini,", Bisik Magma pada Santi.

"Iya bunda juga seneng, jadi pengen cepet cepet punya cucu deh,". Jawab Santi sambil senyum senyum sendiri.

"Ayah sama bunda kenapa Gem? Kok mereka mesem mesem kaya gitu?". Bisik Anaya yang hanya bisa didengar oleh Gempa.

"Kayanya mereka lagi rencanain bikin adik buat kita deh,". Jawab Gempa asal.

"Lo bisa gak sih kalo di tanya tuh yang bener jawabnya,". Kesal Anaya. Gempa hanya mengangkat bahunya acuh.

Selesai sarapan Anaya berjalan menuju kamarnya untuk bersiap siap berangkat sekolah.

"Nay, lo yakin kita mau pindah ke apartemen? Gue takut lo gak mampu jadi babu yang baik buat gue,". Ucap Gempa yang sedang terduduk santai di sofa.

Anaya menoleh pada Gempa. "Apa kata lo? Coba ulang sekali lagi?" Teriak Anaya.

"Lo budek? Cantik cantik kok budek sih, minus banget." Ledek Gempa.

"Lo di diemin malah ngelunjak ya, Gem." Anaya berjalan menghampiri Gempa yang sedang duduk santai sambil bertumpang kaki.

"Apa? Lo kira gue SUTATRI,". Ucap Gempa dengan nada menantang. Dia beranjak dari duduknya dan berdiri tepat di depan Anaya.

"Apa lo?" Bentak Anaya.

"Ya gue takut lah, aaaaa… Anaya jangan bentak gue,". Rengek Gempa seperti anak kecil.

Anaya mengerutkan keningnya heran. Bisa bisanya si pentolan sekolah yang terlihat sangar dan berwibawa, ternyata bermental yupi seperti ini.

"Gempa lo mental yupi banget sih,". Ucap Anaya menatap aneh pada Gempa.

"Lo bentak gue,". Jawab Gempa cemberut.

"Dasi lo mana?" Tanya Anaya saat melihat Gempa tidak memakai dasinya. Gempa mengangkat bahunya pertanda tidak tahu.

"Cari cepet, nanti gue pakein". Perintah Anaya lalu kembali berjalan menuju meja riasnya.

"Sumpah gue lupa naro dasi itu dimana, gak usah pake dasi lah lagian ini juga bukan hari senin,". Balas Gempa santai, dia malah duduk kembali di sofa.

"Emang ada peraturan pake dasi kalo hari senin doang? Ayo cepet cari, gak usah banyak alasan". Ucap Anaya yang masih sibuk merapihkan pakaiannya di depan cermin.

Gempa tidak menghiraukan ucapan Anaya, dia masih duduk santai di sofa sambil menatap Anaya yang sedang merapihkan pakaiannya.

"Gempa! Lo gak denger gue bilang apa?!" Bentak Anaya kesal.

"Lo marah marah mulu deh, Nay. Pusing kepala gue tau gak!". Balas Gempa tak kalah kesal.

Anaya memutar bola matanya malas, dia memutuskan untuk mencari dasi milik Gempa sendirian tanpa bantuan Gempa si tengil itu.

"Nyari apaan lo?" Tanya Gempa yang heran melihat Anaya yang mengobrak ngabrik lemari pakaian nya.

"Nyari dasi lo lah, masa nyari fuck boy". Sinis Anaya. Gempa berjalan menuju lemarinya dan mengambil sesuatu dari lemari paling atas. "Nih, pakein." Perintah Gempa sambil menyodorkan dasi miliknya.

"Kenapa gak dari tadi tolol." Kesal Anaya.

"Gue seneng kalo liat lo lagi marah gini Nay,". Ucap Gempa sambil terus menatap Anaya yang sedang memasangkan dasi dilehernya.

"Gak usah gombal, ini masih pagi". Balas Anaya dengan wajah datarnya.

"Berarti kalo malem boleh dong?" Tanya Gempa menggoda Anaya.

"Ya.. ya gak gitu juga, m-maksud gue.."

Cup

Gempa mencium kening Anaya sekilas. "Gak usah malu malu, biasanya juga lo malu maluin,". Ucap Gempa terkekeh.

"Gempa lo bener bener yaa." Kesal Anaya mengepalkan tangannya.

Gempa segera berlari keluar kamar sebelum mendapat amukan dari Anaya.

"Gempa! Jangan lari lo!" Teriak Anya kesal dan berlari mengejar Gempa keluar kamar.

"Gempa sini lo!" Teriak Anaya sambil berlari untuk mengejar Gempa.

"Lemah lo Nay, masa ngejar gue aja gak mampu,". Teriak Gempa mengejek.

"Gempa! Ketangkep gue bunuh lo Gem." Teriak Anaya kesal.

"Wleeeeeee…" Gempa mengejek Anaya dengan menjulurkan lidah dan melambai lambaikan tangannya diatas kepala.

"Jangan lari lo Gem,". Kesal Anaya dan mempercepat larinya.

"Aduhhhh, kalian kenapa lari lari?" Ucap Santi yang baru keluar dari kamarnya.

"Gempa nakalin Anay,a bun,". Adu Anaya sambil menghela napasnya yang hampir habis.

"Enggak! Fitnah itu bun,". Teriak Gempa yang tak mau disalahkan.

"Kalian gak sekolah? Ini udah jam delapan loh" tanya Santi pada Anaya dan Gempa yang malah asik kejar kejaran.

Anaya membulatkan matanya. "Jam delapan!" Teriak Anaya terkejut.

"Iyaa,". Jawab Santi apa adanya.

Anaya melihat jam yang menempel di tangan kirinya dan benar saja sekarang sudah jam delapan lebih lima belas menit.

"Bundaaaa… Anaya telat…" Teriak Anaya panik sambil menggigit jarinya. Ini merupakan pertama kalinya dia terlambat, dan ini semua gara gara si Gempa tengil itu. Coba saja tadi dia tidak lari pasti Anaya tidak akan terlambat seperti ini.

"Yaudah gakpapa nanti bunda izinin sama gurunya, mending kalian ganti baju gih,". Perintah Santi dengan nada yang sangat santai.

"Tapi bun nanti kalo Anaya ketinggalan pelajaran gimana?!" Ucap Anaya murung.

"Murid ambis mah beda,". Sindir Gempa.

"Gak mungkin sayang, kan cuma hari ini aja". Jawab Santi menenangkan.

"Yaudah deh Anaya ke kamar dulu ya bun,". Ucap Anaya lalu berjalan menuju kamarnya.

"Huuuuhhh, gila baru satu hari jadi istrinya aja udah kebawa sesat gini apa lagi kalo seumur hidup bisa ikut bejad kelakuan gue,". Gumam Anaya lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.

"Udahlah Nay, lebay banget lo baru juga bolos sehari,". Ucap Gempa yang baru saja datang.

"Yaaa lo mah enak sering bolos jadi guru guru gak aneh lagi, lah gue kan waketos. Mau ditaro dimana muka gue Gem! Malu gue malu sumpah." Ucap Anaya menutup wajahnya menggunakan bantal.

Terlintas sebuah ide licik didalam otak Gempa yang minimalis dan tidak beradab itu. Dia berjalan mendekat kearah tempat tidur dan,

"Hmbbtttttt, GEMPA ANJING!! lo mau bunuh gue hah!" Teriak Anaya karena Gempa menekan bantal yang digunakan Anaya untuk menutupi wajahnya.

Gempa tertawa terbahak bahak. "Gue seneng kalo lo mati, jadi gue bisa nikah lagi". Jawabnya sangat enteng.

"Gak!! Lo gak bisa nikah lagi." Tegas Anaya.

"Tapi gue mau poligami,". Ucap Gempa dengan santainya.

Anaya menatap Gempa tajam setajam silet. "Lo mau gue potong leher lo hah?!" Teriak Anaya sambil berkecak pinggang di hadapan Gempa.

Cup

Gempa mengecup dahi Anaya sekilas "Berisik,". Ucap Gempa lalu menarik Anaya kedalam pelukannya.

"Lepas!!" Berontak Anaya.

"Nay...,". Panggil Gempa lembut namun itu malah membuat bulu kuduk Anaya berdiri. Firasat tidak enak pun sudah dirasakan Anaya.

"Nay..,". Panggil Gempa lagi.

"Jangan macem macem ya, Gem." Ucap Anaya taku, jantung nya pun sudah berdebar kencang.

"Cuma satu macem kok,". Jawab Gempa lembut.

"Gem sumpah gue belum siap,". Ucap Anaya mulai panik sendiri.

Gempa tertawa terbahak bahak. "Fikiran lo kotor Anaya." Keke Gempa saat melihat wajah Anaya yang ketakutan.

"A-apaan si lo,". Kesal Anaya.

"Gue cuma mau meluk lo Nay, gak mau unboxing lo." Ucap Gempa sambil tertawa.

"Y-yaa gue kan cuma jaga jaga aja." Balas Anaya membela diri.

"Tapi kalo lo mau ayoo,". Ajak Gempa dengan penuh semangat.

"Gak yaa. Gue gak mau,". Teriak Anaya cepat.

"Yaudah, gue juga gak bakal maksa lo kok,". Balas Gempa santai.

"Tumben baik?" Batin Anaya.

"Lo gak lagi sakit kan, Gem?" Tanya Anaya sambil menatap Gempa dengan tatapan menelisik.

"Gak." Jawab Gempa sambil menggelengkan kepalanya.

"Gue ngantuk Nay, bobo yuu". Ajak Gempa. Mode manja pun sudah mulai keluar.

"Masih pagi Gem, gak baik". Balas Anaya mengingatkan.

"Tapi gue ngantuk,". Rengek Gempa sambil menggerak gerakan kepalanya di cekukan leher Anaya.

"Gak boleh, pamali Gempa tidur jam segini." Ucap Anaya.

"Nay,". Panggil Gempa dengan suara yang sudah mulai lirih.

"Hmm,". Jawab Anaya sekenanya.

"Elusin punggung gue dong,". Perintah Gempa dengan suara manjanya.

"Gak mau, nanti lo tidur lagi". Tolak Anaya.

"Aaaaaaaa… Anaya mah gitu,”. Teriak Gempa seperti anak kecil.

Karena lelah dengan semua rengekan Gempa akhirnya Anaya pun menuruti keinginan Gempa untuk mengelus punggungnya. Dia mengelus punggung Gempa lembut. "Jangan tidur.” Perigat Anaya.

"Gempa geli,". Desis Anaya saat Gempa bernapas tepat di lehernya.

"Wangi,". Ucap Gempa singkat dan terus mengendus endus leher jenjang Anaya dengan lembut.

"Gempa sumpah gue gelian orangnya,". Desis Anaya lagi karena Gempa semakin mengendus lehernya bahkan dia menciumnya sangat kuat. Anaya tidak diam saja tadi tubuhnya dipeluk Gempa dengan sangat erat jadi dia tidak bisa bergerak sedikitpun.

Cup

Cup

Cup

Gempa mengecup leher Anaya tiga kali kemudian melepaskan pelukannya. "Candu banget wangi lo, Nay,". Ucap Gempa lalu merangkul tangan Anaya dengan posisif.

"Itumah lo nya aja yang mesum,". Jawab Anaya malas.

"Ngantuk,". Ucap Gempa sambil ndusel ndusel di tangan Anaya.

"Gak boleh, ini masih pagi," Anaya membalikan badannya menjadi berhadapan dengan Gempa.

"Tapi gue ngantuk,". Rengek Gempa seperti anak kecil.

"Gak boleh,". Peringat Anaya lembut.

"Aaaaaaaaa… tapi gue ngantuk Anaya." Teriak Gempa semakin kencang.

"Gak boleh,". Ucap Anaya dan terus mengelus elus pipi Gempa lembut.

Bukannya membuat mata Gempa menjadi melek justru perlakuan Anaya malah membuat Gempa semakin ngantuk, Gempa pun perlahan menutup matanya dan terlelap dalam pelukan Anaya.

Anaya tersenyum saat melihat wajah Gempa yang sedang terlelap. Damai rasanya melihat wajah suami tengilnya jika sedang tertidur seperti ini.

"Good sleep baby boy,". Ucap Anaya lalu memeluk tubuh Gempa.

Beberapa menit kemudian Anaya pun terlelap menyusul Gempa menuju alam mimpi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status