Di antara miliaran manusia, pasti Tuhan memiliki alasan mengapa kau dan aku dipertemukan.
~ Perahu Kertas ~
***
"Lepaskan, Darren!" Xavia berontak berusaha melepaskan dirinya.
"Xavia, katakan padaku dulu. Kenapa kau bersikap dingin padaku? Aku yakin, ini bukan karena teman lamamu tadi, kan?" Darren menatap Xavia dengan lembut tanpa mengendurkan dekapannya atas tubuh sintal gadis itu. Xavia terdiam sejenak, dia memalingkan wajahnya dari pria di bawahnya itu.
"Xavia, kumohon katakan. Aku paling tak suka dibeginikan oleh seorang gadis," lanjut Darren masih menatap Xavia sembari menikmati aroma wewangian yang ditimbulkan dari tubuh dan rambut panjang gadis itu.Xavia membasahi bibirnya lalu berkata, "Kenapa kau tak katakan padaku, jika kau sudah memiliki seorang kekasih, Darren." Xavia memasang wajah kesalnya.
Darren membulatnya matanya lalu menelan salivanya dengan kasar. Tangannya mulai mengendur dari tubuh Xavia. Keduanya pu
Menjalin hubungan bukan berarti tanpa ada pertengkaran. Kita bertengkar, tapi setelah itu kita saling memaafkan dan mencintai satu sama lain, lebih dari sebelumnya.. (Quote) *** Xavia terjaga dari tidurnya. Dia membuka matanya perlahan, netranya terasa sangat perih dan sembab, mungkin karena dirinya menangis semalaman sampai akhirnya tertidur. Pupilnya samar-samar menatap pada jam besar yang berdiri di sudut kamarnya. Jarum pendek jam itu menunjuk angka empat, sedang jarum panjangnya hampir menunjuk angka enam, namun belum sempurna. Xavia segera bangkit dan duduk di tengah ranjangnya. Dia menetralkan tubuhnya dan mengingat apa saja yang telah terjadi sebelum akhirnya dia tertidur dengan bantalnya yang dibasahi air mata. Xavia menghela napas panjang, ya, dia mengingat semuanya. Termasuk sikap plin-plan Darren yang membuatnya sangat kesal. Ah, Xavia segera turun dari ranjangnya lantas berjalan menuju kamar m
Aku hanyalah kunang-kunang, dan kau hanyalah senja, dalam gelap kita berbagi, dalam gelap kita abadi. ~ LOVE ~ *** Darren semakin mendekatkan wajahnya dan hampir saja dia mencapai ciumannya. Xavia mulai menejamkan matanya, seolah memberi akses untuk Darren atas keinginannya padanya. Hasrat mulai ambil alih, bergelora di antara mereka berdua. Darren maupun Xavia menginginkan satu sama lain. "Ehem!" terdengar seruan seorang wanita. Xavia segera membuka matanya, dia menoleh pada sumber suara itu. Ternyata Nyonya Hawk yang sedang berjalan menuju mereka, sedang Jeremy masih berdiri di ambang pintu. Wanita itu tersenyum manis sembari menjepit batang rokoknya di antara jari tengah dan telunjuknya. Sedangkan tangan kirinya menenteng sebuah tote bag. Darren segera memalingkan wajahnya dari tatapan ibunya. Ah, pasti Nyonya Hawk berpikiran yang bukan-bukan tentang dirinya. Kedua pipinya bersemu
Sore yang cerah, tampak Angela yang sedang duduk sendiri di dalam sebuah cafe. Tangan kanannya memegang secangkir espresso dengan pandangan netranya yang asik memandangi lalu lalang jalan di luar sana dari dinding kaca cafe yang ada di samping mejanya. Rupanya dirinya sedang menunggu Nyonya Hawk. Angela sengaja membuat janji temu dengan ibunya Darren lewat rekannya yang kebetulan bekerja sebagai sekertaris Nyonya Hawk. Tujuan Angela ingin bertemu dengan wanita angkuh berdarah Jerman itu semata-mata untuk menjalankan misinya. Ya, besok malam Darren dan Xavia akan bertunangan, Angela bertekad untuk mengagalkan pesta besar itu. Apakah yang akan Angela lakukan, ralat, rencanakan untuk membuat pesta besar yang telah Nyonya Hawk siapkan di hotel bintang lima di Manhattan gagal total. Tentunya dia sudah menyiapkan rencana khusus dan siap diri dengan segala kemungkinan yang akan dihadapinya nanti. Angela segera meletakkan cangkir kopinya dan b
Sore itu di apatrmen Viktoria. Angela tampak sedang duduk menghadap meja kerjanya. Di pandanginya cuple pakaian yang baru saja selesai ia buat untuk Darren dan Xavia kenakan esok malam. Sepasang netranya menatap nanar pada cuple yang telah terbungkus plastic bening dengan hangernya yang menggantung di seberang sana. Angela tersenyum pahit menatapi hasil rancangannya itu, sebuah gaun pengantin warna putih dan setelan jas dengan warna senada. Pasti cuple itu akan sangat bagus dikenakan oleh Darren dan Xavia nanti. Angela menghela napas lalu menanggahkan wajahnya pada langit-langit. Dia sedang menahan air matanya yang ingin segera terjatuh. Rencananya telah gagal, dia tak bisa menghalangi pertunangan Darren dan Xavia. Bahkan cuple pakaian yang Nyonya Altano pesan untuk mereka telah selesai ia buat. Tak ada yang bisa dirinya lakukan selain merelakan Darren untuk Xavia. Angela menelungkupkan wajahnya pada meja kerjanya beralaskan kedua lengannya di san
Malam itu langit sangat cerah dengan taburan bintang-bintang yang membentang cakrawala malam. Mobil-mobil mewah tampak memadati pelataran parkir sebuah hotel mewah bintang lima di Manhattan. Hotel Manhattan City, sebuah hotel bintang lima milik Tuan Hardin Hawk, ayah Darren. Gedung pencakar langit dengan 30 lantai itu tidak di pungsikan untuk umum. Hanya digunakan untuk acara-acara resmi keluarga Hawk saja, atau digunakan untuk menyambut Clien mereka saat berkunjung ke kota New York. Lobi hotel dijaga dengan sangat ketat oleh beberapa pria bertubuh kekar yang bertugas menjaga keamanan di sana. Para tamu undangan sudah memadati seisi hotel. Mereka datang berbondong-bondong untuk menghadiri pesta besar-besaran yang diadakan oleh Nyonya Hawk dan suaminya itu. Suatu kehormatan bagi mereka untuk bisa hadir dan menyaksikan pertunangan Darren dan Xavia. Tamu undangan bukan hanya datang dari kota-kota di sekitaran Amerika saja, tapi beberapa di an
Pukul 12 malam, pesta pun telah usai. Para tamu mulai meninggalkan area pesta dan beralih menuju kamar-kamar hotel yang telah disiapkan untuk mereka. Nyonya Hawk memang menjamu para tamunya dengan sangat baik. Dia menyiapkan kamar-kamar mewah di hotel itu untuk semua tamunya beristirahat. Cuaca di Manhattan sangat dingin malam itu. Namun Darren justru merasa sangat kepanasan, dia sampai membuka seluruh kancing kemejanya sembari duduk lalu berdiri dan mondar-mandir tak jelas di kamarnya. Nyonya Hawk memandanginya dari ambang pintu. Tampaknya obat perangsang yang ia campurkan pada wine yang diminum oleh Darren telah bereaksi. Nyonya Hawk menghembuskan asap rokoknya yang terakhir lalu membuang sisanya ke lantai dan menginjaknya sampai penyek. Dia tersenyum miring lalu melangkahkan tungkainya menuju Darren sembari memegang sebuah kotak perhiasan. "Darren, apa yang sedang kau lakukan, Sayang?" tanya Nyonya Hawk pada puteranya yang sedang tampak
Suhu udara sore itu cukup dingin karena sudah memasuki awal musim dingin di kota New York. Bahkan di pusat kota mulai terlihat butiran-butiran salju yang bertaburan, indah sekali. Musim salju merupakan musim yang paling disukai oleh anak-anak, selain sekolah mereka yang diliburkan, mereka juga bisa menikmati bermain salju di halaman rumah. Namun tidak bagi orang dewasa, musim salju membuat gerak mereka terhambat karena banyak akses jalan yang ditutup karena tebalnya tumpukkan salju. Apalagi jika sampai terjadi badai salju, mereka harus siap siaga untuk mengantisipasinya. Badai salju bisa datang kapan saja, dan badai salju bisa meluluh lantakkan rumah-rumah atau bangunan lainnya. Hm, musim yang menyenangkan tapi juga meresahkan. *** Darren sedang duduk di bangku kebesarannya. Sebuah bolpoint hitam tampak terselip di antara jari telunjuk dan jari tengahnya. Sembari melamun ia memainkan bolpoint itu. Sejak kejadian kemarin malam di hotel
Pukul enam sore Darren sedang berada di kamar mandi. Semburan air hangat dari shower membasahi tubuhnya yang polos. Darren menggosokkan sabun cair yang membusa ke sekujur tubuh atletisnya. Kebetulan wangi sabun itu berbau lavender, persis wangi yang ditimbulkan dari rambut panjang Xavia. Darren mengulas senyum tanpa sadar, dia teringat akan percintaannya dengan Xavia kemarin malam. Sungguh, tak ada percintaan yang lebih indah dari itu, yang pernah ia alami selama ini. Meski dengan Angela sekali pun! Kesucian Xavia sungguh membuatnya sangat menggila. Bahkan ia seakan ingin mengulangnya lagi. Ah, gila! Kejantannannya tiba-tiba menegang. Terngiang-ngiang di telinganya desahan serta erangan Xavia saat dirinya menyentuh tubuh indah gadis itu. Astaga, Darren segera menggelengkan kepalanya. Sial! Apa yang sedang terjadi padanya? Kenapa tiba-tiba otaknya menjadi mesum begitu. Darren segera menyudahi mandinya. Dia mematikan shower lalu meraih handuk putih yang