Laura benar-benar kewalahan mengimbangi permainan Abraham. Suaminya itu benar-benar brutal di atas ranjang. Tidak hanya berlangsung sekali, tapi juga berulang kali dan tentu sulit bagi Laura untuk menolaknya. Gejolak dalam diri Laura ternyata terlalu besar untuk sekedar mempertahankan nalar yang selama ini sedang ia coba pelajari. Desakan kebutuhan Abraham atas dirinya tidak main-main. Abraham menguasai tubuh Laura dari pagi sampai menjelang pagi lagi. Seperti halnya saat ini. Hentakan demi hentakan kembali memenuhi inti kenikmatan Laura. Laura tidak mempu lagi menahan desahan demi desahan karena goncangan dahsyat menghujam dirinya. Erangan Abraham pun ikut lolos ketika Laura membenamkan tangannya disela rambut dan meremas kuat disela-sela tautan lidah mereka. Saling mengecap di setiap permukaan dan
Pulau Bali adalah salah satu dari sekian banyak destinasi yang dikunjungi pasangan yang ingin memadu kasih dengan pasangan mereka. Bayangkan ada berapa banyak jiwa setiap tahunnya yang berkunjung ke sana baik itu wisatawan dalam ataupun luar. Bahkan angka kunjungannya melebihi jumlah penduduk asli Bali itu sendiri. The Island of Paradise adalah satu dari banyak gelar yang disematkan untuk Bali. Hampir setiap tempat di Bali memanjakan mata wisatawan yang berkunjung di sana. Contohnya Ubud yang kental dengan suasana sawah dan hutannya, Bedugul yang indah dengan pegunungan serta danau-danau sekitarnya, atau mungkin daerah Kuta yang familier dengan pantainya. Semua tergantung dari selera tiap individu. Selama tiga hari di Bali kemarin Laura tidak banyak mengeksplorasi tempat-tempat eksotis lainnya. Laura hanya berkeliling di area Seminyak dan selebihnya hany
Masih dalam suasana pasca honeymoon tampaknya Abraham tidak mau terpisah dari istrinya. Pagi itu benar-benar menjadi pagi bersejarah untuk Laura. Ia mengira Abraham akan langsung pergi setelah menurunkannya di depan lobby gedung kantor, nyatanya tidak. Abraham malah ikut masuk ke dalam lobby sembari menggandeng tangan Laura sampai di depan pintu lift. “Loh, Mas mau ke mana?” tanya Laura heran saat suaminya itu malah ikut masuk kapsul lift.
Laura mengira perilaku aneh Abraham tidak akan berlangsung lama, nyatanya tidak. Suami Laura itu tampak menikmati keseharian barunya mengekori ke mana Sang Istri pergi. Dua hari berlalu sejak kehebohan yang telah Abraham perbuat di depan lobby kantornya, belajar dari kesalahan sebelumnya tampaknya Abraham mulai bertindak hati-hati. Suami Laura itu hanya mengantarnya sampai depan lobby bawah dekat area parkiran. Area yang cukup aman untuk mereka berdua berciuman sebagai salam perpisahan tanpa takut dipergoki orang. Sebetulnya ini hanyalah akal-akalan Abraham saja sebag
Rumah minimalis dua lantai, dinding bercat putih, dan pagar berwarna hitam telah siap dihuni oleh pasangan pengantin yang resmi menikah dua bulan lalu. Rumah inilah yang akan menjadi tempat di mana Laura dan Abraham menjalin kasih, membesarkan anak-anak mereka kelak dan menghabiskan masa tua bersama. Betapa Laura menjadi orang yang paling bahagia. Satu unit tenda telah terpasang di depan rumah. Kursi beserta meja telah tersusun rapi dengan balutan kain berwarna putih. Hari ini adalah hari yang paling ditunggu-tunggu Laura beserta keluarganya. Tasyukuran pindah rumah akan digelar malam ini dengan mengundang remaja masjid sebagai pembaca ayat-ayat suci Al-qur’an yang dipimpin oleh ketua takmir. Acara pun dimulai setelah Abraham mengucapkan sepatah dua patah kata sambutan selaku tuan rumah. Laura menengadahkan telapak tangannya—mengucap rasa syu
Gigi adalah satu-satunya penghubung antara Laura dan Galileo. Sudah sejak satu tahun yang lalu Laura mempercayakan Galileo untuk merapikan susunan dari giginya yang terbilang rapi namun tidak cantik. Dan sekarang tinggal memilih waktu yang tepat saja untuk melepasnya.“Yang bener?!?” Laura tiba-tiba saja melebarkan matanya karena kabar yang Galileo berikan. Galileo mengangguk mantap ketika sesi kontrol gigi itu berakhir. “Aku jadi nggak sabar. Kapan rencananya?”“Kita lihat dua sampai tiga bulan ke depan ya. Aku harus pastikan gigimu nggak
Seruputan terakhir Americano menyadarkan Abraham. Pukul 01.00 dini hari dan sebentar lagi café milik Danesha akan segera ditutup. Suasana café yang berangsur sepi menandakan kalau dirinya juga harus bergegas pulang menemui Sang Istri di rumah. Abraham mengecek ponsel yang sejak awal ia telantarkan di meja bersama dengan dua gelas kosong yang telah tandas sejak beberapa jam yang lalu. Hampir tidak ada pesan ataupun telepon dari Laura. Salahnya juga kenapa ia tidak mencoba menghubungi istrinya lebih dulu saat istirahat siang. Apalagi ia juga tahu kalau hari ini Laura akan ke klinik untuk kontrol bersama Galileo. Bicara soal Galileo, Abraham menggeram dengan tangan mengepal. Ia hampir tidak bisa menyembunyikan rasa cemburunya saat Laura tengah bersama laki-laki itu. Kerja nalarnya buntu seketika. Abraham bahkan tidak tahu kenapa dirinya berubah seperti ini. Bahkan ketika ia dulu bersama dengan Alana, rasa itu tidak pernah ada. Ralat. Ada, tapi tidak membabi buta seperti s
Sesuai janjinya Abraham pergi menemui Alana di tempat yang telah mereka berdua sepakati sebelumnya. Jam makan siang membuat restoran keluarga ini tampak ramai di kunjungi oleh pengunjung. Abraham menyeruput es teller yang baru saja ia pesan sembari memperhatikan Alana yang tengah menyendok besar spagetti bolognise yang menjadi makanan kesukaannya ke dalam mulut lebarnya. Tingkah Alana itu membuat pikiran Abraham berkelana ke sepuluh tahun yang lalu. Di mana ketika keduanya masih bersama. Di mana waktu seakan terasa indah ketika menghabiskan waktu bersama-sama. Di mana mereka pernah dinobatkan menjadi best couple saat mengikuti ajang di kampus. Sayangnya itu dulu. Dulu ketika dirinya masih terlalu naif atas semua sandiwara yang selama ini telah Alana lakukan terhadapnya. Senyum seringai menghiasi garis bibir Abraham. Ia bahkan malu sendiri karena sadar akan kebodohannya itu.“Langsung saja, Al. Apa yang telah kamu katakan pada Laura di klinik kemarin? Jawab secara jujur
Laura mengerjapkan matanya berulang kali. Sosok Abraham sudah menyambutnya di depan pintu lift yang terbuka. Senyumnya yang sejak kemarin tidak Laura lihat mendadak membuat dirinya dilanda rindu. Jika bukan karena pemandangan sialan siang itu, Laura tentu tidak akan pergi dari rumah semalaman. Laura mengalihkan pandang ke Freya yang malah tampak biasa saja melihat kemunculan Abraham di depannya. Sahabatnya itu tampak tidak terkejut dengan kehadiran Abraham di apartemennya.“Aku kangen.” Itu adalah sapaan pertama yang berhasil membuat hati Laura melemah. “Kamu masih mau pulang bersamaku, kan?” See? Salahkah jika Laura menjadi lunak karena ditanyai seperti itu? “Daripada pulang ke rumah Mama, gimana kalau kita pulang ke rumah kita saja?”Ulah Si Freya rupanya, batin Laura.Laura kembali mengalihkan pandang ke arah Freya yang sudah terngaga melihat tingkah laku Abraham. Lucu sih, tapi sayangnya