Home / Romansa / After We Married / 20. Memiliki Kecantikan Sebagai Istri

Share

20. Memiliki Kecantikan Sebagai Istri

Author: Etna.S
last update Huling Na-update: 2021-07-28 21:41:39

"Sudah sampai." 

Kay mematikan mesin mobilnya. Dibelakang, Rhea melepaskan seatbeltnya. Tidak lupa kembali memakai kacamata hitam andalannya dan tas jinjing di tangan kirinya.

"Tidak ingin kutemani masuk?" Kay memastikan kembali.

Gedung didepannya ini adalah salah satu gedung terbesar di ibukota. Seluruh gedung telah dibeli dan digunakan seluruhnya oleh Prisma Group yang memiliki banyak anak perusahaan.

"Tidak usah. Tinggal masuk saja. Hansa bilang dia telah mengutus Jeremy untuk tur perusahaan." Rhea tertawa sendiri di bagian 'tur perusahaan'.

"Benar, tur perusahaan." Kay didepan mengangguk-angguk iri.

"Besok jangan lupa ada wawancara. Aku harus membawamu ke salon rambut terlebih dahulu." Kay mengingatkan.

"Okay." Balas Rhea sambil dengan melakukan gerakan tangan.

Seperti yang Hansa janjikan. Jeremy telah menunggunya di pintu masuk. Rhea belum mengenal Jeremy, yang dia tahu, pria itu asisten kepercayaan Hansa.

"Mari Nyonya."

Kedatangannya tampaknya membuat penasaran karyawan kantor yang berlalu lalang di lantai pertama. Meski begitu, mereka hanya melihat dan tidak berani menyapanya, apalagi merangsek kearahnya seperti yang dilakukan para jurnalis tadi pagi. Memikirkan tubuhnya ditarik-tarik membuat Rhea merapikan pakaiannya secara tidak sadar meski tidak ada bagian yang kusut.

"Lantai pertama untuk lobi utama dan umum. Disini juga ada kantin, Nyonya selalu bisa bertanya kepada resepsionis didepan jika bertanya atau ingin sesuatu. Lantai dua hingga enam digunakan oleh Prisma Online Market. Lantai tujuh..."

Rhea mendengarkan dengan seksama penjelasan Jeremy. Mereka menuju lift khusus dan menekan tombol 60.

"Sudah berapa lama kamu bekerja dengan Hansa, Jeremy?" Ia menyela.

Jeremy terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan. Dia berpikir sejenak untuk menghitung sebelum menjawab. "Delapan tahun." 

Rhea menggumamkan 'wow' dan perjalanan dilanjutkan dengan informasi Jeremy mengenai perusahaan.

Singkatnya, suaminya ini adalah konglomerat kaya yang memiliki aset dimana-mana.

Lift berhenti dan mereka berjalan keluar. Dia langsung disambut oleh dua perempuan berpakaian rapi yang tersenyum hormat kepadanya.

"Ini Lily dan Maria. Mereka sekretaris Hansa."

"Halo." Rhea menawarkan jabat tangan.

Jeremy mengarahkan ke pintu berbahan baja stainless steel yang berwarna tembaga merah.

"Saya tidak perlu menginfokan kedatangan Nyonya,  karena kehadiran Nyonya sudah ditunggu Tuan." Jeremy memberitahu.

Rhea membuka pintu.

Pemandangan yang dia lihat adalah seorang pria yang tengah serius menatap layar komputer di meja kerjanya. Kedua lengan kemejanya telah digulung ke siku, dan efek cahaya dari jendela membuatnya tampak seperti model yang tengah memperagakan konsep kerja kantoran.

Dia bahkan tidak melihatnya masuk.

Rhea memutuskan untuk berjalan mendekat.

"Sibuk?" Ia menjulurkan badannya, mencoba untuk melihat layar monitor yang tengah ditatap Hansa dengan serius.

"S-sayang..." Hansa tersadar dari lamunannya. Ia menjawab gugup dan dengan cepat mematikan layar komputernya agar dia tidak bisa melihat.

"Melihat gambar delapan belas plus?" Rhea bertanya dalam nada datar setelah melihat layar monitor dimatikan.

Kegugupan Hansa bertambah. "A-apa maksudmu. Suamimu ini bukan pria seperti itu."  

Gara-gara ucapan Rhea, sekelebat gambar istrinya tengah memakai baju seksi terlintas dipikirannya, membuat pipinya memerah.

Rhea memutar bola matanya. 

"Jadi kapan kita pergi?" Tanyanya.

"Sekarang." 

Hansa mengambil jas hitamnya yang tersampir di kursinya. Setelah membereskan dokumen menjadi satu tumpukan disamping untuk dilanjut esok hari, dia berjalan menghampiri Rhea. Menawarkan tangannya.

Rhea menyambut dan menggenggam tangannya dan berjalan bersama keluar. Itu membuat Hansa tersenyum kecil. Pikirannya sekarang tengah mengadakan pesta besar dan bersorak gembira.

"Jeremy, kunci mobil." Pintanya.

"Bukannya saya yang mengemudikan Tuan?" Jeremy bertanya. Bukannya bosnya itu pengemudi yang buruk, hanya saja ini sudah menjadi kebiasaan teratur kalau kemana-mana, dialah yang menyetir.

"Kau mau menjadi orang ketiga Jeremy?" Sindir Hansa pedas.

Telinga Jeremy memerah mendengar perkataan bosnya. Kedua sekretaris disampingnya bahkan telah cekikikan menertawai kepolosannya.

Jeremy mengeluarkan kunci dari saku dalam jasnya dan menyerahkannya.

"Kami pergi dulu." Pamit Rhea sambil melambaikan tangan.

***

Rhea berpikir pemakaman orang tua Hansa berada di pemakaman elit di tengah kota. Alih-alih, Hansa mengemudikan mobilnya menuju keluar kota, dan setelah setengah jam perjalanan yang diisi dengan keheningan, Rhea memutuskan untuk melakukan percakapan.

"Bagaimana orang tuamu?" Tanyanya.

Hansa menoleh sejenak kearahnya sebelum kembali fokus ke jalan raya didepan.

"Mereka orang yang baik." Jawabnya.

Rhea masih menanti kalimat lanjutan.

"Sebetulnya kenangan tentang mereka samar. Mereka pergi saat aku berumur sembilan tahun." Hansa melanjutkan dengan jujur.

Orang tuanya telah meninggal dalam kecelakaan beruntun di jalan tol. Itu terjadi ketika dia masih berada di sekolah dasar. Mengenyampingkan mereka telah meninggalkannya sejak kecil, Hansa selalu tidak dekat dengan mereka. Mereka adalah orang tua yang baik, Hansa tahu itu. Tapi selebihnya hubungan mereka tampak asing untuk masuk kategori keluarga bahagia. Tidak ada foto-foto intim bersama yang memperlihatkan keceriaan sebuah keluarga. Yang ada hanyalah foto keluarga palsu yang kini terpajang di dinding lantai dua rumahnya.

"Tidak keberatan untuk mampir ke toko bunga sejenak?" Ia menanyakan.

"Tentu saja tidak."

Hansa menepikan mobilnya ke sebuah toko bunga yang tidak terlalu besar dan sedang sepi jika dilihat dari tempat parkirnya yang lengang. Rhea memutuskan untuk tidak menyembunyikan wajahnya dan keluar bersama Hansa. Menggandeng tangannya dan menampilkan citra pasangan sempurna.

Masuk ke toko bunga membuat Rhea jadi teringat proyek taman bunganya yang setengah jadi. Tinggal ditanami. Seharusnya besok dia akan berbelanja bibit bunga seharian, tetapi karena ada wawancara sejenak, dia memutuskan untuk mengundurkan acara tanam bunganya.

"Yang ini." Hansa menunjuk bunga anyelir merah.

Rhea di sisi lain membiarkan Hansa memilih bunga karena dia tidak tahu bunga kesukaan mertuanya. Dia lebih memilih melihat-lihat kumpulan bunga yang dipamerkan di vas-vas besar.

Saat melihat-lihat, Rhea merasa dia sedang dilihat oleh seseorang. Dia berbalik dan mendapati seorang remaja perempuan yang melihatnya dengan malu-malu.

"Bolehkah aku berfoto denganmu?" Tanyanya.

Setelah berpikir sejenak, Rhea mengangguk mengiyakan.

Remaja perempuan itu tampak bersorak gembira, membuat Rhea tersenyum karenanya. Mereka melakukan swa foto bersama. Tetapi Rhea bisa melihat gadis itu kesusahan medapatkan angle yang baik.

"Hansa." Dia memanggil suaminya.

"Bisakah kamu memfoto kami?" Tanyanya.

"Tentu saja sayang." Hansa mendekat dan mengambil handphone remaja itu.

Rhea dan anak itu berpose bersama dan berpelukan.

Hansa terpana melihat senyuman Rhea yang tampak tulus di layar kaca. Istrinya memang sangat cantik, bahkan dewi pun akan iri dengan kecantikannya. Untungnya dia tersadar  dan cepat-cepat menekan tombol shut.

"Terimakasih. Kakak sangat cantik sekali." Ucap anak itu.

Rhea mengucap salam perpisahan karena Hansa telah selesai dengan belanjaan. Mereka kembali menuju mobil.

"Apa?" Rhea bertanya ketika Hansa tampak tidak mengalihkan pandangannya kearahnya.

"Istriku ternyata sangat cantik." Ujar Hansa blak-blakan.

"Kau ini, bisa tidak sehari tidak menggodaku?" Tuntutnya.

Tidak pernah dalam hidup Rhea membayangkan bahwa Hansa yang berstatus suaminya berbeda seratus delapan puluh derajat dari image misteriusnya di majalah-majalah. Hansa lebih seperti suami penggoda yang ulung.

Hansa meletakkan buket bunga anyelir di kursi belakang.

Rhea menarik seatbeltnya tetapi sepertinya benda itu sedang tidak mau berkompromi.

"Kesulitan?" 

Tanpa menunggu jawaban, Hansa mendekat dan membantu memasangkan seatbelt istrinya.

"Terimaka-"  Ucapan Rhea terputus ketika menyadari seberapa dekat mereka sekarang. Saking dekatnya Rhea bisa merasakan hembusan nafas Hansa yang semakin berat.

Bibir mereka semakin dekat. Rhea merasa jantungnya berpacu tiga kali lipat.

Ini akan terjadi. Mereka akan berciuman. Pikirnya. 

Dia, anehnya dia tidak merasa keberatan dengan pikiran itu.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • After We Married   79. Comeback Yang Mengejutkan

    Rhea menatap dirinya di cermin. Jelas dia sedang tidak dalam keadaan baik. Rambutnya kusut karena ia sendiri lupa kapan menyisir rambut. Pelupuk matanya sedikit bengkak karena habis menangis satu malam. Rhea tidak menyukai tampilannya.Dia melewatkan sarapan bersama pagi ini karena ingin menghindari ibunya. Dia juga akan keluar rumah hari ini, pergi ke tempat baru yang akan ia tuju mengikuti seberapa jauh dia bisa mengendarai mobilnya. Sendirian, tanpa memberitahu Kay atau siapapun. Dia ingin menghilang sejenak, menenangkan diri, dan berpikir mengenai masa depannya yang baru.Dia memakai jaket dengan kaos putih dibaliknya dan ripped jeans yang ia beli beberapa tahun yang lalu yang untungnya masih muat. Dia memakai pakaian yang seadanya yang masih tertinggal di lemarinya.Ketika dia keluar, dia berpapasan dengan Eda.Adiknya bertanya, "Mau kemana?""Pergi." Balasnya singkat.Eda menatapnya selama beberapa detik sebelum mengangguk, lalu pergi.

  • After We Married   78. Kebenaran Pahit

    Dua hari setelah dia bangun dari koma dan dinyatakan sehat, dia akhirnya bisa meninggalkan rumah sakit. Rhea senang dengan hal itu karena dia tidak menyukai berlama-lama tinggal di ruangan dengan alat-alat kesehatan dan bau obat yang menguar di setiap dindingnya.Berbeda dengan sikap penuh bunga yang ditampilkan Rhea. Christina menampilkan aura sebaliknya. Bukan karena dia tidak suka anaknya sembuh, Christina bahkan hampir gila ketika menunggui Rhea agar terbangun dari komanya yang berjalan selama sepuluh hari. Hanya saja, dia sebal dan ingin mulutnya gatal untuk memarahi anak sulungnya itu yang sekarang duduk di kursi belakang mobil suaminya dengan Edward disampingnya.Rhea tidak seharusnya pulang kerumahnya. Dia harusnya pulang bersama Hansa, bukan bersama mereka.Christina sebagai ibu sudah menyadari hubungan Rhea dengan suaminya sedang kisruh alias tidak sedang baik-baik saja. Itu membuatnya bingung, dia hanya tidak mengerti jalan pikiran anaknya yang sepert

  • After We Married   77. Mengukir Pengulangan Kisah

    Hansa seketika mematung. Dia sangat terkejut dengan perkataan Rhea yang tiba-tiba mengungkit soal perceraian. Tangannya berhenti bergerak dan dia menatap Rhea yang sekarang tengah memalingkan muka dan menolak menatapnya.Kedua mertuanya yang berdiri disampingnya juga sangat terkejut atas perkataan Rhea. Bagaimana tidak? Kalimat pertama yang diucapkan Rhea selepas terbangun dari komanya adalah meminta perceraian didepan suaminya yang merawatnya dengan baik ketika dia tenggelam dalam koma."Rhea, apa kau sadar apa yang kau katakan?" Christina bertanya dengan penuh kehati-hatian. Dia melirik menantunya yang wajahnya langsung berubah drastis dari kebahagiaan menjadi penuh tanda tanya.Rhea menolak untuk melihat mereka. Matanya menunduk dan lebih memilih melihat selang infus yang menyalurkan nutrisi ke tubuhnya."Kalian keluar saja. Aku ingin sendirian bersama Hansa." Ucapnya enggan.Christina ingin mendebat namun tangan Theodorus yang menyentuh bahunya

  • After We Married   76. After We Married

    Rhea terduduk saking tidak bisa berdirinya dia setelah mengetahui akhir kisah dari Sekar yang ada dalam mimpinya. Itu bukan kisah yang akan dia harapkan. Rhea tidak pernah menebak Sekar akan berakhir mati di tangan Arya, juga tidak pernah menebak kehidupan pernikahan Sekar akan lebih sering terselimuti duri dibanding bahagia.Tanpa sadar air mata telah mengalir dari kedua matanya yang ia tujukan kepada Sekar yang masih duduk didepannya."Sekarang kamu telah tahu ceritaku." Sekar menatap Rhea dengan pandangan yang tak terbaca.Itu membuat Rhea semakin tidak mengerti kenapa dia harus memiliki pengalaman seperti ini. Dia sendiri tidak tahu dia masih hidup atau mati, dan sekarang dia sedang berhadapan dengan tokoh di mimpinya. Rasa-rasanya Rhea sudah tahu seperti apa keterkaitan antara mereka berdua tetapi dia mencoba untuk tidak berpikir kearah itu."Jatuh cinta membuat kita bodoh bukan?" Tanya Sekar, melanjutkan kisahnya dengan

  • After We Married   75. Sekar : Akhir Dari Cerita

    Tepat hari minggu pertama sejak istana berduka atas kematian permaisuri, alun-alun kota ramai dengan berbagai kalangan yang kesemuanya punya satu tujuan. Melihat perang tanding antara rajanya dengan patihnya hingga salah satu diantara mereka mati.Mereka semua sudah tahu mengenai berita cinta segitiga diantara raja ratu dan patihnya. Rakyat biasa mengira itu hanyalah rumor yang dibuat untuk mencoreng nama permaisuri. Namun sekarang melihat dua pria itu bertanding yang kabarnya berhubungan dengan kematian Sekar membuat mereka tertarik mendengar gosip lebih dalam lagi.Pertandingan masih akan dimulai di sore hari namun saat siang alun-alun sudah padat dengan orang. Para pejabat kerajaan sudah berdiri di poskonya masing-masing. Terbagi menjadi dua kubu. Kubu pendukung Ayudhipa dan kubu pendukung Arya yang rata-rata dari prajurit bekas perang terakhir.Ketika matahari mulai tergelincir dari puncaknya, rombongan Aryalah yang pertama kali muncul. Dia

  • After We Married   74. Sekar : Memeluk Kematian

    Arya langsung melepaskan gagang pedangnya. Seluruh tubuhnya gemetar ketika menyadari apa yang baru saja ia lakukan."Tidak," bisiknya.Dia terduduk lemas ditanah. Matanya menatap siapa yang ia hunus dengan pandangan tidak percaya.Ini semua tidak ada dalam rencananya.Ayudhipa lah yang ingin dia bunuh. Bukan perempuan yang dicintainya yang sekarang tengah berbaring di tanah didepannya dengan darah bersimbah di perutnya."Sekar!" Teriak Ayudhipa.Pria itu menatap pedang yang menancap di perut Sekar dengan ketakutan. Dia segera bersimpuh dan memangkunya."Rwanda!" Teriaknya. Memanggil bawahannya yang izin buang air kecil.Senopati muda itu datang tergopoh-gopoh mendengar teriakan rajanya. Matanya melihat kejadian didepannya dan keterkejutan serta ketakutan terlihat di matanya."Panggil tabib! Cepat!" Perintah Ayudhipa. Suaranya bergetar karena menahan tangis. Matanya telah berkac

  • After We Married   73. Sekar : Garis Takdir Yang Kejam

    Laksita memberitahunya kabar. Kabar yang membuat dia langsung menebaskan pedangnya ke kumpulan bambu didepannya saking inginnya untuk membunuh seseorang. Tidak peduli dia tengah dilihat oleh pasukannya dibelakangnya.Mereka telah memenangkan pertarungan berdarah selama lima bulan sejak dia diutus memimpin wilayah barat. Arya telah mengerahkan seluruh kemampuan mengatur strateginya untuk menaklukkan pasukan koalisi tiga kadipaten paling barat yang ternyata lebih tangguh dari prediksinya. Lalu apa yang dia dapatkan? Hukuman mati dari raja menantinya di ibukota dengan tuduhan perselingkuhan yang tidak pernah dia lakukan bersama Sekar."Tenang Arya, kami disini berada disisimu." Ucap salah satu senopatinya yang segera diangguki yang lain.Namun itu tak menyurutkan kemarahan Arya yang ditujukan kepada rajanya."Bagaimana keadaan permaisuri?" Tanyanya kepada Laksita yang memang tidak ikut dengannya ke perang terakhir.

  • After We Married   72. Sekar : Ingkaran Janji Kedua

    Sekar jelas-jelas sangat terkejut dan tersinggung dengan tuduhan yang Ayushita arahkan kepadanya. Bagaimana tidak? Dia tidak peduli dan sama sekali tidak ikut campur dengan kehamilan Ayushita sejak awal. Jika bukan karena adat pun dia tak akan mengunjungi selir itu. Kemarin pun dia datang hanya untuk kunjungan singkat. Kegilaan apa yang tengah Ayushita miliki hingga berani menuduhnya seperti itu?"Jaga ucapanmu selir Ayushita. Kau tahu sendiri aku tidak pernah berhubungan denganmu selain kemarin, itupun kau tahu sendiri aku melakukan apa di rumahmu." Balasnya dengan penuh penekanan.Tuduhan semacam ini hanya akan memunculkan rumor yang semakin menyudutkannya."Sebelum kedatanganmu, bayiku sehat-sehat saja. Tapi gara-gara kamu, aku harus kehilangan anakku!" Balas Ayushita histeris. Dia masih menangis terisak dengan tangan memegangi perutnya. Disampingnya seorang dayangnya tengah mencoba menenangkannya."Yang Mulia, kamu harus bersik

  • After We Married   71. Sekar : Bunuh Dua Burung Dalam Satu Batu

    Bulan-bulan berlalu seperti lintasan sekejap mata. Kediaman Sekar masih tertutup dan tampak terlihat dingin dibanding rumah-rumah lainnya. Dia lebih suka tinggal di pendopo belakang rumahnya sambil menyesap teh dan melihat senja berakhir.Hubungannya dengan Ayudhipa masih renggang, sesekali dia menerima pria itu datang dan bermalam di rumahnya tapi hubungan mereka tidak sebagus sebelum mereka menikah.Hari ini dia akan menemui salah satu selir. Kehamilan selir Ayushita telah berusia lima bulan dan sesuai adat istiadat, sang permaisuri harus mengunjunginya dan memberi berkat ke bayi itu. Karena sesuai legalitas, setiap anak yang dilahirkan selir akan menjadi milik permaisuri dan anak itu akan memanggil permaisuri dengan sebutan 'ibunda'.Sekar memakai pakaian resminya yang berwarna merah. Dia naik tandu untuk pergi ke kediaman selir yang dituju dengan sepuluh dayang dan kasimnya yang mengikuti dari belakang."Salam Kanjeng Ratu." Serempak

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status