Berbeda dengan istrinya yang baru saja menikmati dosa terindah. Di tempat lain, Andi lagi-lagi, harus menerima cacian dan makian dari atasan karena kesalahan sepele ... baginya."Lain kali salin dulu semua dokumen penting di komputer kantor. Jangan asal pulang aja. Pikiran kamu cuma rumah aja. Ngga profesional banget sih! Kamu udah berapa lama sih kerja di sini. Kayak anak baru aja. Beri contoh yang bener untuk karyawan lain!"Andi hanya menundukkan kepala pasrah saat dimaki oleh bos di kantornya. Kesalahan yang baginya tidak terlalu fatal, tetapi selalu saja menjadi alasan untuk memarahinya di depan para karyawan lain.Wajahnya sudah tebal seperti kulit Badak. Biasa baginya terkena marah, apalagi di depan teman kerja."Bukan cuma kamu, tapi semua karyawan di kantor ini. Kalau mereka melakukan kesalahan, pasti saya akan marahi! Kalian itu kalau bekerja harus teliti."Andi menghela napas panjang sambil melirik ke kiri dan kanan. Semua karyawan terlihat sedang berbisik, sudah pasti yang
Mengikuti permintaan suami dan Ibu mertua, Febby menjalani program kehamilan, namun dengan cara dibuahi oleh dokternya sendiri.Seandainya Andi tahu, kemungkinan laki-laki yang tidak terlalu tampan itu, akan membakar tempat praktek Dirga sampai rata dengan tanah.Meskipun terkesan cuek dan dingin pada istrinya, tetapi Andi sangat takut kehilangan Febby sebagai aset satu-satunya dalam hidup."Boleh minta nomor ponselmu?" Dirga dan Febby masih berada di atas ranjang. Saling memberikan kehangatan satu sama lain di ruangan dingin itu.Keduanya berada di bawah selimut tipis, masih polos tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh."Kalau Mas Andi ngga ngijinin, aku ngga bisa ngasih nomor hape aku sama siapa-siapa." Jemari lentik Febby, terlihat sibuk menarik bulu-bulu halus di atas dada Dirga."Andi melarangmu memberikan nomor ponsel padaku?" tanya Dirga, mengangkat satu alis tebalnya.Febby mengangguk pelan. "Bahkan sama teman aku sendiri. Yang tahu nomor hape aku cuma Ibu sama Bapak di kampu
Untuk pertama kali seumur hidup, Febby merasakan nikmatnya sentuhan laki-laki.Dirga sangat pandai memberikan itu, sesuatu yang tidak bisa diberikan oleh Andi. Setiap sentuhan nakal Dirga, itulah yang diinginkan oleh Febby sejak lama."Ah!"Febby mengigit jarinya saat sentuhan Dirga sampai ke buah da da yang menjulang tinggi seperti Gunung Kembar.Dirga tersenyum, sadar wanitanya sudah terlena dalam sentuhan nakal bibirnya. Diam-diam, sang Dokter memperhatikan Febby yang menikmati kecupannya.Satu tangan mulai melepas satu per satu kancing kemeja. Tangan lain, sibuk menjelajahi tubuh sintal cinta pertamanya itu."Mas!" Tubuh Febby menggeliat. Ingin menolak, tetapi sesuatu di dalam sana menginginkan lebih."Aku akan memberikan sesuatu yang tidak pernah diberikan suamimu." Dirga turun dari ranjang, membu-ka pak-aian dan celan-anya.Setelah tub-uhnya polos seperti bayi baru lahir. Dirga kembali naik ke atas ranja-ng.Febby tersenyum manja, melihat Sosis Jumbo Dirga sudah berdiri tegak, s
Berada di dalam ruangan bercahaya temaram bersama laki-laki setampan Dirga, membuat tubuh Febby kaku seperti patung manekin, sulit digerakkan. Belum lagi, Dirga berada di depannya dengan jarak sangat dekat. Hembusan napas hangat sang dokter terasa menyapu bulu-bulu halus yang meremang di tubuh sintal Febby. Bisikan lembut Dirga, membuat degup jantung Febby berdetak tak karuan. Desir darah mengalir deras, memberikan efek panas pada tubuhnya. "Aku akan merahasiakan semuanya dari Andi. Aku pastikan kamu akan mengandung buah cinta kita," bisik Dirga, seolah kewarasannya hilang karena cinta terlarangnya itu. Febby menggeleng tegas, menolak ajakan gila mantan kakak kelasnya. Mana mungkin dia mengandung anak dari laki-laki lain, sedangkan dia masih menjadi istri orang. "Andi menginginkan anak, bukan?" Dirga mengingatkan Febby. Satu tangannya memegang dagu, mengangkat wajah sendu wanita cantik itu. "Apa kamu lupa, kalau suamimu menginginkan anak?" Mata Febby yang terpejam, perlahan terb
"Hari ini kalian semua pulang lebih awal. Praktek tutup jam tiga sore.""Baik Dok."Sebelum masuk ke ruangan, Dirga memberitahu pada semua perawat, petugas resepsionis dan tukang bersih-bersih di tempat prakteknya.Hari ini mereka semua pulang lebih awal dari biasanya yang pulang jam lima sore, bahkan bisa lebih malam kalau pasien membludak.Tentu saja pemberitahuan itu membuat semua pekerja senang. Mereka langsung menyiapkan jadwal pertemuan keluarga, teman dan dengan pasangan masing-masing."Tumben ya pulang cepet. Apa Dokter Dirga ada acara?" bisik petugas resepsionis pada temannya."Kayaknya sih ada acara keluarga. Istrinya hamil kali.""Bisa jadi.""Sering-sering aja begini, biar bisa santai.""Apa dia ngga ngerasa rugi prakteknya tutup lebih awal. Sejak praktek ini dibuka 'kan, pasien dia banyak banget.""Dia udah kaya, istrinya aja kaya raya. Apa kamu ngga pernah denger kalau istrinya punya beberapa klinik kecantikan di Jakarta.""Iya juga sih, suami-istri pada sukses."Kedua p
Hari ini menjadi awal program kehamilan yang akan dijalani Febby, namun sejak bangun tidur tadi, Andi lah yang sibuk meminta istrinya bersiap-siap dan mengingatkan untuk mencatat apa saja yang harus dilakukan setelah program berjalan.Bahkan, tak seperti biasanya, Andi bangun lebih pagi dari Febby. Namun tetap saja, wanita muda itu yang harus membuat sarapan dan merapikan kamar.Andi hanya sibuk dengan ponsel, memposting kegiatan dan rencananya untuk menjalani program kehamilan."Do'akan semuanya lancar. Istriku cepat hamil dan kami secepatnya punya anak laki-laki. Kalau anak kami lahir, kemungkinan kami akan memulai usaha baru."Sambil senyum-senyum Andi menulis caption pada unggahan foto istrinya yang tengah merapikan tempat tidur."Aku ngga sabar lihat istriku yang cantik ini mengandung. Pasti anak kami tampan, sama seperti aku."Ada beberapa postingan sejak semalam yang Andi unggah di aplikasi chat Sejuta Umat. Dan semua postingan itu dilihat oleh Dirga sebagai orang pertama.Sebe