Home / Romansa / Ah! Enak Mas Dokter / Tadi Kamu Kemana?

Share

Tadi Kamu Kemana?

Author: Dita SY
last update Last Updated: 2025-05-24 11:02:43

Jam lima sore, ketika Febby baru saja selesai menyiapkan makan malam untuk Andi. Dan tak lama suaminya itu pulang ke rumah.

Terdengar suara mesin mobil yang memasuki garasi, Febby buru-buru menyelesaikan sisa pekerjaan di dapur dan bergegas keluar.

Dilihatnya sang suami yang berjalan lesu sambil membuka dasi di leher dan duduk di sofa ruang tamu.

Febby menghampiri, duduk di sebelah suaminya. "Kok tadi kamu ngga ke praktek Dokter Dirga, nyusul aku?" tanyanya menahan kesal.

"Aku dapat panggilan dari kantor. Tadinya mau balik ke praktek itu, tapi Ibu nelpon bilang kamu udah pulang ke rumah." Andi menjawab dengan lesu sambil membuka kancing kemeja satu per satu.

"Kok bisa Ibu nelpon kamu Mas? Bukannya hape kamu ngga aktif dari siang," lirik Febby, curiga.

Andi berdecak, malas meladeni ocehan istrinya yang bawel.

"Harusnya kamu nemenin aku Mas."

Andi melirik tajam, "Kalau aku nemenin kamu. Terus yang nyari duit siapa? Jangan manja dong! Kamu ngga mikir kalau aku punya tanggung jawab di kantor? Aku ini cuma karyawan biasa, bukan CEO."

Febby terdiam sambil menundukkan kepala. Niat hati ingin marah-marah, dia justru dimarahi oleh suaminya itu.

"Udahlah, jangan dibesar-besarkan. Cuma pekara ngga nemenin kamu aja, pake ngeluh segala. Lagian nanti kan kita ke praktek Dirga lagi. Ibu udah bikin janji di hari weekend. Jadi aku bisa ke sana nemenin kamu."

"Maaf Mas," ucap Febby pelan.

"Jangan bikin aku emosi, aku cepak baru pulang kerja."

"Biasanya kamu juga sering emosi, meskipun lagi ngga capek," celetuk Febby, menatap suaminya.

Rasanya sudah muak melihat sikap suaminya yang dingin dan selalu berbicara ketus padanya.

"Udah jangan mulai! Aku ngga mau berantem sama kamu cuma karena masalah sepele. Lagian suami baru pulang kerja, bukannya bikin minuman. Ini malah ditangan yang macem-macem. Aku capek." Andi berdiri dari sofa.

"Mau aku buatin apa Mas? Teh atau kopi?"

"Apa aja, anter ke kamar. Aku mau istirahat sebentar."

"Sebelum istirahat, mandi dulu Mas. Kamu kan habis dari luar."

"Hem," sahut Andi datar, berjalan dengan gontai ke kamarnya.

Febby menatap punggung suaminya yang perlahan hilang dari pandangan mata. Andi masuk ke kamar dan menutup pintu.

Menghela napas dalam-dalam, ia tidak pernah tidak kecewa atas perlakuan suaminya selama dua tahun menikah.

Pasti ada saja yang membuat Andi emosi, meski hanya pembahasan sepele seperti tadi.

Malas memikirkan itu, Febby berjalan ke dapur, menyiapkan minuman untuk Andi. Biasanya minuman itu sudah siap, namun karena kesal dengan sang suami, dia malas membuatkannya.

Sambil mengaduk gula dalam gelas, Febby kembali terbayang-bayang sikap Dirga yang sangat lembut padanya. Jauh berbeda dengan sikap Andi.

Ah!

Febby buru-buru membuang pikiran itu jauh-jauh. Tak ingin membandingkan laki-laki mana pun dengan suaminya sekarang. Toh, dia sudah memilih Andi untuk menjadi pasangan seumur hidup.

Selesai membuat kopi, Febby ke kamar, melihat suaminya sedang berbaring tanpa busana dan hanya menyisakan boxer menutupi bagian bawah tubuh.

"Ini kopinya Mas," kata Febby meletakkan gelas di atas meja samping tempat tidur.

Andi melirik, satu tangannya menggenggam lengan Febby lalu menariknya. "Layani aku sebentar. Aku pengen."

Febby berdecak. "Mandi dulu Mas." Tidak biasanya dia menolak seperti ini, membuat Andi melotot.

"Kamu nolak permintaan suami kamu?" kaget Andi langsung mengubah posisi menjadi duduk.

"Bukan nolak Mas, tapi aku ngga mau kamu kebiasaan. Kalau pulang kerja itu mandi dulu, baru minta jatah."

Andi mendengus kesal, menatap istrinya tajam, "Biasanya juga kamu ngga pernah protes. Lagian aku kerja di ruangan ber-AC. Badan aku ngga bau."

"Iya Mas, aku tahu. Tapi tetap aja kamu habis dari luar. Mending sekarang kamu mandi dulu." Wanita rambut panjang itu melepas genggaman tangan suaminya lalu berdiri. "Mandi dulu Mas."

Andi melotot, masih tak terima dengan penolakan Febby. Tidak seperti biasa, kali ini wanita cantik itu menolak mentah-mentah. Bahkan tak mau menatapnya sama sekali.

"Kamu masih marah soal tadi?" tanya Andi memelankan suaranya, mulai sadar sikapnya keterlaluan.

"Ngga, aku ngga marah lagi." Febby melangkah mendekati pintu. "Kamu mandi dulu ya. Aku tunggu di ruang makan." Ia keluar dari kamar, meninggalkan suaminya yang masih membeku di atas ranjang.

"Sial!" umpat Andi mengusap pusakanya yang sudah berdiri tegak. Baru saja dia ingin melampiaskan nafsunya yang sudah di ujung tanduk pada istrinya, namun moodnya bercinta hilang seketika karena penolakan.

Sementara, Febby merasa lega karena berhasil menolak permintaan suaminya. Biasanya dia selalu menurut, seperti kerbau yang ditusuk hidungnya.

Kalau dipikir-pikir, percuma juga dia melayani suaminya kalau yang merasakan kepuasan hanya Andi.

Febby duduk di depan meja makan, mengambil cemilan dan memakannya.

Dalam keheningan di ruang makan yang mini malis, terdengar suara ponsel yang mengusik ketenangan.

Febby mengambil benda pipih itu dan melihat satu panggilan dari ibunya.

"Halo Bu, ada apa?" tanya Febby.

"Kamu lagi ngapain Nak? Sibuk ngga?"

"Ngga Bu, kenapa?"

"Oh, ngga apa-apa. Ibu cuma kangen sama kamu. Ibu mau ngobrol sama kamu."

"Oh, kirain ada apa."

"Kamu sehat kan?"

"Sehat Bu. Kalau Ibu sama Ayah, gimana?"

"Kami sehat," jawab sang ibu. "Oh iya, kata Bu Ratih. Kamu dan Andi mulai konsultasi lagi ke dokter kandungan yang baru? Gimana hasilnya?"

"Iya Bu, tapi belum ada hasil apa-apa. Aku dan Mas Andi baru konsultasi, rencananya kami mau ke sana lagi."

"Semoga kali ini berhasil ya. Ibu dan Ayah kamu, udah ngga sabar punya cucu. Kalau kamu hamil nanti, kamu pulang ke kampung sebentar ya. Kamu tandatangani pengalihan harta waris atas nama kamu nanti."

"Kok buru-buru banget Bu? Kan anak aku juga belum lahir."

"Ngga apa-apa. Ayah kamu yang minta. Sekalian kamu tandatangani juga hak kepemilikan tanah, sawah dan kontrakan. Karena ibu dan Ayah kan sudah tua. Kamu dan suami kamu yang seharusnya melanjutkan semuanya."

Febby terdiam.

"Kenapa Nak?" tanya ibunya.

"Ngga apa-apa Bu. Makasih ya Bu, kalian udah mau berjuang untuk aku dan aku tinggal menikmati aja."

"Sudah kewajiban kami sebagai orang tua memberikan semua warisan ke kamu, anak kami satu-satunya. Karena kamu juga sudah mau berjuang memiliki anak."

Febby tersenyum, namun senyum itu tiba-tiba masam saat melihat suaminya datang.

"Siapa?" tanya Andi berbisik.

"Ibu," jawab Febby. "Bu, udah dulu ya. Aku mau nyiapin makanan untuk Mas Andi."

"Oh iya." Keduanya mengakhiri telepon. Febby berdiri, ingin memindahkan panci berisi sayur ke atas meja.

"Ibu kamu ngomong apa?" tanya Andi, penasaran.

"Ngomong soal anak. Biasalah, orang tua aku dan orang tua kamu kan berharap banget punya cucu."

"Ya udah, kita harus getol konsultasi ke Dokter Dirga, biar kamu cepet hamil," ucap Andi sambil tersenyum.

Febby mengerutkan kening. Agak aneh melihat senyum Andi. Bukannya tadi suaminya sedang kesal karena permintaannya ditolak?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ria Puspita
seru banget ceritanya menarik keren
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ah! Enak Mas Dokter   Pamit ke Jakarta

    Dring! Suara ponsel memecah keheningan kamar, sekaligus mengusik kemesraan dua insan yang tengah dimabuk asmara. Benda pipih hitam yang teronggok di atas meja samping tempat tidur itu berdering. Dari layar yang menyala terlihat jelas satu nama memanggil__Bella. "Hape kamu bunyi, Mas," ucap Febby pada Dirga yang baru saja ingin mencium bibirnya. Ia memalingkan wajah ke arah meja. Menghela napas panjang, Dirga menegakkan posisi duduk, melihat ke arah layar ponsel. "Katanya kamu ganti kartu, kok masih ada yang tahu nomor hape kamu?" tanya Febby menelisik. "Telepon dari Bella, dia tahu nomor hape aku," jawab Dirga meraih ponsel dan menerima telepon dari sang sahabat sesama Mantan Dokter Kandungan. "Ga, kamu ada di mana?" tanya Bella setelah Dirga menerima telepon darinya. "Aku ada di rumah," jawab Dirga seraya menatap Febby lekat. "Oh syukurlah."

  • Ah! Enak Mas Dokter   Permintaan Lilian

    Kedatangan Anugrah ke Klinik Kecantikan Anggun, membuat Janda satu anak itu kaget. Apalagi ayahnya datang bersama putri semata wayang_Lilian. Permintaan yang lolos dari bibir mungil cucunya, menyulut emosi Anugrah yang sampai saat ini sangat membenci Dirga. "Kalau ngomong pelan-pelan dong, Pa. Kasihan Lilian." Anggun memeluk anaknya erat, mengusap pucuk kepala gadis kecil itu lembut. Tangisan Lilian pecah di pelukan sang ibu. Bukannya meminta maaf, atau menunjukkan penyesalan, Anugrah justru menarik lengan cucunya dengan kasar. "Kamu dan Mami kamu sama saja. Kenapa sih kalian ngga bisa move-on dari laki-laki bernama Dirga itu? Memang kamu pikir dengan kamu datang ke sini, kamu bisa bertemu mantan Papi tirimu itu?" Karena ketakutan, Lilian mengeratkan pelukannya di tubuh Anggun. Ia membenamkan wajah dan menangis pilu. Anggun menghela napas panjang, menatap ayahnya lirih, "Udah dong Pa, jangan ma

  • Ah! Enak Mas Dokter   Memberi Kesaksian

    Tiba di Jakarta pada siang hari. Febby didampingi Pengacara Gunawan, beserta kedua orang tuanya dan calon mertua. Siap memberikan kesaksian pada Polisi tentang kasus yang menyeret nama Dirga Dewanto. Setelah dipersilahkan masuk, Febby melangkah seorang diri ke ruang interogasi. Sementara pendampingnya menunggu di luar. Duduk di depan Komandan Kepolisian bernama Bramanto Wiyana yang didampingi anggota Polisi lain, Febby mulai memberi pengakuan tentang hubungan terlarangnya dengan Dirga Dewanto. Beberapa pertanyaan dijawab satu per satu oleh Janda Muda itu dengan lancar. Hingga pertanyaan selanjutnya mengarah ke hal pribadi. "Apa benar Anda selingkuh dengan Dokter Kandungan Anda sendiri dan melakukan hubungan itu hingga Anda mengandung?" tanya anggota Polisi yang duduk di depan mesin tik sambil menatap ke arah Febby. "Anda dengan kesadaran penuh melakukan hubungan terlarang itu?" Febby mengangguk pelan, "Iya, s

  • Ah! Enak Mas Dokter   Ditangkap Polisi

    Polisi berhasil menemukan posisi Andi di Bandung, tim mereka meringkus Duda itu yang tengah berada di dalam mobil bersama seorang wanita muda. Salah satu Polisi yang mengamankan Andi bertanya dengan nada dingin, "Siapa wanita itu?" Tangannya menggenggam erat lengan Andi yang disilang ke belakang. "Apa perlu kita bawa wanita itu juga, Dan?" tanya anggota Polisi lain. Andi menggeleng cepat, "Jangan Pak, dia bukan siapa-siapa saya. Dia cuma teman yang mau nganter saya ke rumah mantan istri saya. Dia ngga ada hubungannya sama semua ini." Dua anggota Polisi saling tatap dan mengangguk paham. Tidak mungkin mereka membawa orang asing tanpa surat ijin. "Bawa dia ke mobil!" titah Komandan Kepolisian. "Siap, Dan!" Anggota Polisi tersebut membawa Andi ke mobil, mendudukkannya di kursi belakang. Dua mobil Polisi melaju meninggalkan minimarket yang dipenuhi para warga. Mereka tampak menikmati

  • Ah! Enak Mas Dokter   Dijemput Polisi

    Masih di Bandung, Sisca baru saja selesai berdandan. Sengaja dia berlama-lama agar memiliki alasan untuk tidak mengirim foto Febby pada Andi."Buat apa foto Teh Febby? Pasti mau diupload terus dibikin caption sedih. Iih, jijik banget. Udah cerai atuh udah berakhir, ngapain ditangisin lagi," gerutu Sisca sambil berjalan keluar dari rumah.Untung saja di rumah itu dia hanya sendiri, sang ayah baru saja pergi mengantar neneknya ke rumah sakit untuk menjalani kontrol bulanan. Sedangkan ibunya sibuk berbelanja bahan dagang."Sebentar lagi ketemu sama Aa," senyum Sisca, tak sabar ingin secepatnya melakukan kopi darat dengan Andi. Setelah hampir dua bulan mereka menjalin hubungan lewat dunia maya.Seperti janji sebelumnya, Sisca menunggu Andi di depan minimarket yang tak jauh dari jalan Suka Tani. Ia mengeluarkan ponsel dari tas, menghubungi duda tanpa anak itu."Halo A, aku udah ada di depan minimarket Melodi. Aa ada di mana?" tanya Sisca celin

  • Ah! Enak Mas Dokter   Polisi Bergerak

    Saat berada di dapur, kedua calon mertua Febby datang. Mereka saling berkenalan sebelum kembali menyambung pembicaraan serius tentang rencana ke Jakarta pagi ini. "Jadi keputusannya gimana, Pa? Kita jadi ke Jakarta?" tanya Dirga setelah mendengar kabar baik dari ayahnya. "Kita tetap ke Jakarta, Febby harus memberi keterangan lanjutan agar proses hukum yang dilaporkan Andi tidak ditindaklanjuti," jawab Dewanto tegas. Fandi mengangguk setuju dengan ucapan besannya. "Sebelum ke Jakarta, kita sarapan dulu Pak Dewanto." Ia menarik kursi, mempersilahkan calon besannya untuk duduk. Ratna, Dewanto dan Dirga duduk di seberang meja, berhadapan dengan Febby, Inneke dan Fandi. Di atas meja makan sudah tersedia berbagai makanan berat dan ringan, buatan Inneke dan Kesayangan sang Duda. Ratna terkagum melihat hidangan di atas meja, pandang matanya langsung beralih pada Febb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status