Beranda / Romansa / Ah! Enak Mas Dokter / Ternyata Dokter itu....

Share

Ternyata Dokter itu....

Penulis: Dita SY
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-24 10:59:26

Merasa ada yang janggal dari pemeriksaan kesuburannya kali ini, Febby memutuskan pulang ke rumah tanpa suaminya.

Sudah ditunggu selama hampir satu jam di halte dekat tempat praktek Dirga, Andi sama sekali tidak menunjukkan batang hidungnya. Bahkan nomor ponselnya saja tidak aktif.

Daripada emosi dan marah-marah di jalanan seperti orang gila, Febby memilih pulang sendiri menggunakan ojek online.

Sesampainya di rumah kontrakan, Febby membersihkan tubuh dan memilih untuk melupakan kejadian tadi.

Dia tidak ingin mengingat bagaimana Dirga menatapnya. Bahkan meminta untuk dia membuka celana dalam di ruangan yang dikunci tadi.

Seingatnya, pemeriksaan dokter tidak seperti itu. Apalagi harus mengunci pintu ruangan segala. Menakutkan.

Walaupun Dirga pernah mengisi hatinya saat masih SMA, tetapi tetap saja dia tahu mana yang benar dan salah.

Tidak pernah terlintas dalam benaknya untuk mengkhianati sang suami. Meskipun sikap Andi dingin padanya.

Selesai mandi, Febby bergegas ke dapur untuk memasak makan malam. Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore, kemungkinan Andi ke kantor dan pulang seperti biasa, jam lima.

Saat tengah mengeluarkan isi kulkas. Terdengar suara deringan ponsel. Febby melihat ke layar, satu panggilan dari mertuanya.

Tangannya meraih benda pipih itu dengan malas. Dia tahu sang mertua pasti ingin bertanya soal konsultasi kehamilan itu.

Febby menerima telepon tersebut dengan lesu, "Ada apa Bu?" tanyanya sambil memilah bahan makanan untuk dimasak.

"Halo Feb. Gimana konsultasi kehamilannya? Berjalan lancar kan? Dokter kali ini pasti lebih baik dari Dokter lain."

Febby menghela napas panjang. Tidak tahu harus menjelaskan apa. Masa dia bilang kalau dia diminta ini dan itu oleh Dirga.

"Gimana? Kok kamu diam?" tanya Ratih penasaran.

"Iya, katanya aku sehat Bu. Ngga ada masalah sama aku. Tapi ngga tahu kalau Mas Andi. Soalnya tadi dia ngga ikut periksa. Mungkin dia langsung ke kantor. Soalnya tadi aku turun di jalan dan Mas Andi ngga nyusul aku."

"Loh kok bisa Andi ngga ikut? Gimana sih dia. Apa dia ngga bisa meninggalkan pekerjaan satu hari aja."

"Kalau soal itu aku ngga tahu Bu. Mending Ibu tanya aja langsung sama Mas Andi. Soalnya aku ngga bisa nelpon dia. Hapenya ngga aktif." Febby malas berbicara panjang lebar, lebih baik dia menyerahkan urusan suaminya itu pada Ibu mertua.

"Ya udah, nanti Ibu tanya sama dia. Dia harus ikut periksa juga biar semuanya jelas. Kalau emang hari ini dia ngga sempat. Nanti Ibu bikin janji lagi sama Dirga hari minggu. Biar Andi bisa datang juga."

Deg!

Febby terdiam. Jujur saja, dia takut kembali ke praktek Dirga lagi, meskipun bersama suaminya.

"Kamu sama Andi harus balik lagi ya. Mumpung Dirga mau membantu kalian berdua. Apalagi pemeriksaan di praktek dia gratis. Coba bayangkan kalau kamu sama Andi menjalani progam kehamilan di tempat lain, tanpa BPJS, pasti menguras dompet."

Febby hanya diam saja. Malas meladeni ocehan mertuanya itu. Ratih dan kedua orang tuanya sama, mereka hanya bisa memaksa agar secepatnya diberi cucu.

Memang memiliki anak bisa semudah membeli satu ikat sayur kangkung di pasar.

"Kamu dan Andi harus mau mengikuti saran dari Dirga. Ya," lanjut Ratih.

"Iya Bu," sahut Febby dengan malas. "Kalau boleh tahu, kenapa Dokter Dirga mau membantu kami dengan cuma cuma? Apa dia ngga merasa rugi Bu?" Ia curiga ada sesuatu yang direncanakan oleh Dirga.

"Ya karena Andi sepupunya," jawab Ratih singkat. "Nanti Ibu ngomong sama Andi. Kamu hubungi saja Ibu kalau Andi udah pulang kerja. Ya."

"Iya Bu," sahut Febby. "Ngomong-ngomong Dokter Dirga, dia... udah punya istri belum Bu?"

"Dokter Dirga, dia udah punya istri dan anak. Istrinya Dokter juga. Dokter kecantikan. Anaknya baru satu. Usianya sepuluh tahun, perempuan."

Deg!

Febby terdiam. Ternyata laki-laki yang dulu dia idam-idamkan menjadi suami, sudah memiliki keluarga. Namun, kenapa Dirga seperti ingin melakukan sesuatu padanya di ruangan tadi.

Ah! Memikirkan itu membuat Febby semakin ngeri untuk datang ke praktek Dirga lagi.

"Nanti Ibu bicara lagi sama Dirga. Kamu mau kan ke sana lagi?"

Febby tak memiliki jawaban. Ingin menolak, takut mertuanya tantrum.

"Harus mau ya! Semua ini kan demi kebaikan kalian. Ibu malu ditanya kapan punya cucu. Apalagi orang tuamu juga ngga sabar pengen punya cucu juga," sambung Ratih, sedikit memaksa.

"Iya Bu, aku mau," jawab Febby terpaksa. "Tapi aku maunya datang sama Mas Andi. Aku ngga mau datang ke sana sendiri. Tolong bujuk Mas Andi ya Bu. Jangan kayak tadi, tiba-tiba dia pergi kerja."

"Iya, dia pasti ikut. Kan Ibu bikin janji hari libur," sahut Ratih. "Oh iya. Malam minggu nanti, keluarga Dirga mau mengadakan acara makan malam. Kamu diundang. Kamu dan Andi datang ya. Ibu sama Bapak juga datang."

"Iya Bu, aku pasti datang," sahut Febby. Sebenarnya dia penasaran seperti apa wajah istri Dirga yang Dokter kecantikan itu. Pastinya selera Dirga tinggi. Wajah wanita itu pasti secantik Bidadari.

"Bagus. Malam minggu nanti ya. Hari minggunya kamu dan Andi ke praktek dia."

"Iya Bu," sahut Febby. "Udah dulu ya Bu. Aku mau masak. Takut Mas Andi pulang kerja."

"Ya udah, Ibu juga mau masak buat Bapak." Keduanya mengakhiri telepon.

'Makan malam di rumah Mas Dirga.' Febby memandang kosong ke depannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (16)
goodnovel comment avatar
Dora Katiandagho
berbeda dengan novel lainnya
goodnovel comment avatar
Raffasya
lanjutkan,asyik cerita
goodnovel comment avatar
Lestari Anggun S
lanjut,seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Ah! Enak Mas Dokter   Bertemu Dirga

    Dari samping mereka, jarak sepuluh meter, Barta memandang dengan wajah cemas. Takut Andi mengacaukan semuanya. Bisa mati mereka semua.Sekian menit diam, Andi mengatakan, "Iya Mas, aku lagi nggak enak badan, tapi nggak apa-apa kok. Meskipun tenggorokan aku sakit, tapi bagian itu aku nggak sakit."Mendengar suara Andi yang dibuat-buat seperti wanita, Adrian dan Barta tersenyum kagum. Bagus!Adrian menunjukkan jari jempol pada Andi."Ayo Mas, kita cari tempat sepi," ajak Andi, merangkul lengan pria gendut itu. "Ayoo, gass Sayang." Pria itu bersemangat, melangkah berbarengan bersama Andi ke tempat yang sepi. Sementara Adrian masih berada di tempatnya sambil celingak-celinguk mencari pintu ruang bawah tanah."Cantik! Ayo, kenapa kamu diam saja di sana?" seru anak buah Marco yang tadi memilih Adrian. "Eh, iya, Mas. Maaf ya." Adrian pun kembali ke mangsanya yang sudah menunggu.Tepat di sampingny

  • Ah! Enak Mas Dokter   Si Cantik Andi

    Andi menelan ludah keras. Wajahnya terlihat panik saat pria gendut di depannya semakin mendekat. Sambil mengusap perut buncit, pria itu menatap Andi terus menerus. "Sayang, ayo puasin Mas. Mas udah nggak sabar pengen digoyang sama kamu. Masukin punya Mas ke punya kamu." Andi bergidik ngeri saat mendengar kata-kata tidak pantas yang keluar dari mulut si gendut. Apalagi tatapan mesum itu, membuatnya mual. Ia mengusap bulu-bulu halus di tubuhnya yang meremang. Rasanya seperti didekati Genderuwo penghuni pohon besar. Andai ia wanita sungguhan, ia merasa sudah ditelanjangi di depan umum. Ingin rasanya menendang senjata milik pria gendut itu. Paling ukurannya hanya sebesar minyak angin, pikirnya. Membayangkan saja rasanya ingin muntah. "Kenapa diam Sayang? Kamu takut ya sama Mas?" goda si gendut. Andi mendelik jijik, ingin rasanya mencabik dan mengeluarkan isi perut pria itu menggunak

  • Ah! Enak Mas Dokter   Berhasil Masuk

    Sebelumnya~"Kalian sudah siap?" Adrian berdiri di depan enam orang wanita berpenampilan seksi.Dua di antaranya wanita setengah jadi, tetapi wajah mereka tak kalah cantik dari wanita asli. Polesan make-up berhasil membuat wajah mereka terlihat seperti wanita sesungguhnya."Siap!" Ke-enam orang itu berseru dengan semangat.Mereka siap menjalankan missi berbahaya kali ini, dan yakin akan berhasil.Setelah memastikan penampilan mereka sempurna, Adrian meminta Sasa_wanita paling cantik di antara tiga lainnya untuk berjalan lebih dulu."Kamu harus benar-benar meyakinkan mereka," ucap Adrian pada wanita berkulit putih mulus itu. "Buat kedua laki-laki itu lengah."Adrian menunjuk dua orang pria bersenjata yang berdiri di depan gerbang markas.Dua pria itu terlihat fokus memperhatikan sekitar sambil memegang senjata panjang. Sasa menatap ke arah yang ditunjuk. "Siap Pak," angguknya, kemudian melangkah dengan

  • Ah! Enak Mas Dokter   Dua Nyawa Hilang

    Di dalam ruangan sempit, pengap dan gelap ... Dirga duduk bersandar ke dinding dengan tubuh yang semakin melemah.Seluruh tenaganya terkuras habis setelah memindahkan Anggun ke sudut ruang di bawah tangga.Dengan napas terengah-engah, Dirga menatap wanita masa lalunya itu yang tak lagi bernyawa. "Aku membunuhnya." Ia menatap kedua tangan yang pucat. Masih tak percaya ia membunuh seseorang dengan tangannya sendiri.Menarik napas panjang, Dirga mencoba menerima kenyataan itu, bahwa ia adalah pembunuh.Saat ini yang ia harapkan hanya kebebasan, bertemu dengan keluarga, dan menyelamatkan anak pertamanya.Apapun akan dilakukan.Di ruangan gelap itu, tiba-tiba ponsel di tangannya menyala. Ia terhenyak, sempat berpikir yang menghubungi adalah Marco. Namun, keterkejutan itu sirna saat ia melihat satu pesan yang masuk dari Kepolisian. [Pak Dirga, kami sudah mengirim bantuan ke sana. Tolong jangan berpindah posisi. Sebentar lagi Dokter Barta dan Detektif Adrian akan menyelamatkan Anda]Memba

  • Ah! Enak Mas Dokter   Rencana Pertama

    Andi dan timnya tiba di pintu masuk pelabuhan. Mobil Avanza hitamnya dihentikan oleh salah satu anggota Polisi bersenjata api. Pria berkumis tipis itu membuka kaca jendela dan berbicara dengan Polisi tersebut. Setelah berbicara panjang lebar, Andi dan keempat wanita bayaran itu turun dari mobil dan melangkah ke arah bangunan kosong yang berada tak jauh dari parkiran.Di sana, sepuluh anggota Polisi bersenjata api lengkap sedang mengawasi sekitar. Salah satu dari mereka mendekati Andi saat tim yang ditunggu itu datang. "Silakan masuk, Anda dan wanita-wanita ini sudah ditunggu di dalam." Polisi berpakaian preman itu membawa Andi, memasuki gedung yang sudah lama kosong.Dinding-dinding bangunan terlihat sangat suram. Cat-catnya mengelupas dan terlihat jamur menempel di lapisan dinding tersebut.Bau apek dan pengap, mengganggu indera penciuman mereka. Belum lagi, udara lembab dan lantai yang licin, membuat mereka kesulitan melangk

  • Ah! Enak Mas Dokter   Missi Besar

    Nila menghela napas pasrah saat pria bertato menaikan roknya ke atas, dan melebarkan kedua kakinya."Mas, jangan kasar." Dengan tatapan memohon, Nila memelas."Sstttt, sudah basah Sayang," kekeh pria itu, menyentuh belahan di bawah sana menggunakan jari dan menariknya. "Wangi, kamu pintar merawatnya Sayang."Bulir bening mengalir, membasahi wajah Nila yang pucat pasi. 'Mas Andi, tolong .... 'Seakan Malaikat maut sudah menunggu di sampingnya, ia yakin akan mati malam ini. Mati di usia muda."Aku masukan ya." Pria itu mengarahkan tombaknya ke belahan di bawah sana.Namun belum sempat memasukan senjata besar berurat itu ke dalam terumbu karang milik Nila, tiba-tiba seorang wanita memanggil wanita itu.Kelima pria menoleh ke asal suara secara berbarengan."Nila! Lo di sini. Lo dipanggil sama Mami. Cepet ke sana! Mami lagi tantrum tuh, kayaknya dia kehilangan duit!" seru Sasa. Nila tersenyum lega. Buru-bur

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status