Beranda / Romansa / Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven! / 3. Pertengkaran Keluarga!

Share

3. Pertengkaran Keluarga!

last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-08 10:00:46

Plak!

Elena menutup mulutnya dengan telapak tangan. Ia gemetar melihat Jay ditampar sangat kuat oleh Diana.

Tubuh kecilnya sampai jatuh, sedangkan Riven hanya acuh sambil bersedekap dada.

"Anak menyusahkan! Kau hanya bisa membuat nama baikku tercemar, JJay" bentak Diana.

Ia merasa sangat marah, ketika rekan satu projeknya dalam sponsor, mengirimkan berita Jay yang terlibat perundungan.

Akhirnya, beberapa brand tidak jadi bekerja sama dengan Diana. Hal itu, membuat Diana juga diejek oleh rekan influencer-nya.

Plak!

Kini, pipi Elena yang ditampar. Namun, belum sempat Diana memakinya, Riven sudah menarik lengan Diana untuk masuk ke kamar.

Jay berlari ke arah belakang rumah, lalu Elena mengikutinya. Ia dapat melihat Tuan Mudanya terduduk di bawah pohon.

Elena menghampiri, dan ikut duduk di samping Jay. Ia kemudian menepuk pundak Jay, hingga anak majikannya itu menoleh.

"Tuan Muda, mau Bibi Elen peluk?" tanya Elena, ia merentangkan tangannya.

Jay terdiam sejenak, kemudian langsung menerjang tubuh Elena dan menangis keras di sana.

"Bibi Elen, Mama tidak sayang Jay! Mama selalu pukul Jay!" racaunya.

Elena hanya mampu mengusap punggung Jay, berharap Tuan Mudanya bisa tenang.

Ia tidak mampu membela Jay atau menyalahkan Diana. Sebab di sini, ia hanya seorang pelayan.

"Bibi Elen, apa Jay lebih baik tidak lahir saja? Teman-teman Jay bilang, Jay anak tidak diharapkan."

Elena meringis mendengarnya. Lugu sekali perkataan Jay, membuat hatinya sakit dan perih.

"Jangan berkata seperti itu, Tuan Muda. Sekarang, Tuan Muda punya Bibi Elen. Bibi akan selalu ada untuk Tuan Muda."

Jay perlahan menghentikan tangisannya, ia mengusap mata yang basah dengan punggung tangannya.

"Bibi Elen, tidak akan memukul Jay?"

Wajahnya mendongak menatap Elena dengan raut lagu. Elena justru tertawa pelan, ia merasa sangat gemas dengan Jay.

"Tentu tidak, Tuan Muda. Tapi ...."

Elena menjeda ucapannya, ia kemudian meraih tangan kecil Jay dan menggenggamnya.

"Jika Tuan Muda berani memukul orang lain, Tuan Muda juga harus siap dipukul," tuturnya lembut.

Jay mengernyitkan dahi, tampak tidak terima dengan perkataan Elena.

"Tapi teman-teman Jay yang mulai duluan, Bibi!" pekiknya kesal.

Walau ragu, Elena tetap mengusap puncak kepala Jay. Ia memahami perasaan anak majikannya.

"Tuan Muda, semua perilaku manusia itu ada akibatnya. Baik atau pun buruk, itu pilihan," tutur Elena.

Jay menghela napas pelan. "Jay tidak paham, Bibi Elen!" ketusnya.

Elena tersenyum lembut. "Tuan Muda mau mendapat hadiah, atau pukulan seperti yang Tuan Muda berikan pada teman Tuan Muda?" tanyanya perlahan.

Dengn sabar, Elena akan menuntun Jay menjadi anak yang lebih baik. Karena ia menyukai anak-anak, dan sangat bahagia jika bisa dekat dengan mereka.

Jay tentu menjawab hadiah. Lantas, Elena kembali mengusap pundak Jay.

Anak itu juga berkata, ia ingin kedua orang tuanya tidak lagi memukulnya.

"Tentu, Tuan Muda bisa mendapatkan itu. Ayo, Tuan Muda minta maaf dulu pada Papa dan Mama."

Keduanya melangkah ke kamar Riven. Terdengar keributan antar suami istri itu, di dalam sana.

Elena mengetuk pelan pintunya, sedangkan Jay masih menunduk dengan perasaan kesal.

Pintu terbuka, menampilkan Riven yang masih diselimuti emosi. Sedangkan, Diana terlihat menangis di sana.

"Apa?" tanya Riven dengan raut datar.

"Tuan Muda–"

Jay menyentak tangan Elena, ia menatap nyalang ayahnya.

Elena tentu bingung, tangannya kembali terulur untuk meraih lengan Jay. Namun, anak itu terus menolaknya.

"Tidak mau! Papa dan Mama saja selalu bertengkar. Jay tidak mau minta maaf!"

Anak itu langsung berlari ke kamarnya, lalu menguncinya dari dalam. Elena menghela napasya perlahan.

"Maaf, Tuan. Sebelumnya, Tuan Muda ingin minta maaf pada Tuan dan Nyonya. Tapi–"

"Siapa kau?!"

Suara Diana menggelegar, Elena langsung menoleh dengan raut terkejut. Majikannya itu terlihat sangat kacau.

Rambut Diana sudah berantakan, dengan riasan yang luntur karena air mata.

Riven berdecak malas mendengarnya. Diana selalu mudah terpancing emosi pada hal-hak kecil.

"Siapa kau, berani menyuruh anakku minta maaf, ha?!" seru Diana lagi.

Dapat Elena rasakan, Riven menggenggam tangannya dengan erat saat ia menunduk.

"Pergilah, Elena."

Elena menurut, ia memilih pergi dari sana. Samar-samar, telinganya mendengar sisa-sisa perdebatan majikannya.

"Kau selalu membelanya! Apa kau menyukai pelayan murahan itu, ha?!" sentak Diana.

Kemudian, suara pecahan barang terdengar. Riven berteriak lantang, dan tangisan Diana kembali terdengar.

"Kau selalu menuduhku, Diana! Kaulah yang berselingkuh dengan teman-teman influencer-mu itu!"

Elena menggeleng takut, ia mempercepat langkahnya menuju kamar. Elena harus mengganti pakaiannya, karena sudah tidak nyaman.

Elena menggerutu, setiap hari selalu ada keributan antara Riven dan Diana. Entah membahas pekerjaan Diana sebagai influencer, atau Diana yang terlalu materialistik.

"Aku mungkin lebih baik untuk Tuan Riven," gumamnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven!   83. Peringatan dari Diana

    Setelah sama-sama sibuk dengan pikiran mereka, Riven dan Elena kembali beraktivitas seperti semula. Riven sudah berangkat lebih dulu, saat dini hari karena harus pulang pergi ke luar kota. Sedangkan Elena masih sibuk mengurus Jay, yang semakin manja seperti ayahnya. "Jay, ayo bangun, Nak. Mandi, lalu pakai bajunya ya, mmmmuah!"Elena membujuk, seraya mengecup pipi Jay. Sesuai kemauan anak itu, yang memintanya membujuk dan mengecupnya dulu baru ia akan bangun. Selesai dengan Jay, Elena langsung ke arah dapur. Di sana sudah ada Jelia yang menyiapkan sarapan, dan dapat Elena lihat dari pintu kaca, Deo tengah mengelap badan mobil di luar sana. "Kau sudah sangat cocok menjadi ibu Jay, Elena," celetuk Jelia. Elena hanya tertawa pelan, tangannya dengan telaten merapihkan isi bekal Jay dan Riven. Katanya, Riven akan kembali dari luar kota siang hari nanti. "Ah, Elena. Nyonya Diana tidak akan pulang, mungkin sekitar sampai lima bulan ke depan," ujar Jelia. Elena langsung menjeda pergera

  • Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven!   82. Segala Aspek?

    Elena memenuhi segala Aspek, yang tidak diisi oleh Diana. Baik dari segi keibuan, sampai hal-hal yang menyangkut hasratnya. Dilihat dari sisi mana pun, Elena yang paling sempurna menurut Riven. Diana kalah telak, karena sejak awal, kesalahannya terletak pada wanita itu. Riven ingin ketulusan, bukan uang atau status semata seperti yang Diana lakukan padanya. Ia ingin seorang wanita, yang selalu bisa menemaninya, bukan yang sibuk sendiri dengan urusannya. Dan Elena 'lah yang memenuhi semua ekspetasinya. Memang, awalnya Riven hanya ingin menjadikan Elena sebagai pelampiasan napsu. Namun, ia justru jatuh pada pesona Elena, yang memenuhi segala hal yang Riven butuhkan. Elena mengisi kekosongan di hatinya, selama menjalani rumah tangga dengan Diana. Ia yang bersumpah, tidak akan tergoda, justru malah jatuh sedalam-dalamnya, dan enggan kembali pada istri sahnya. Malam ini, akan menjadi malam yang panjang untuk Riven dan Elena. Baru saja, Diana menelponnya, dan mengatakan, bahwa Diana a

  • Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven!   81. Tuanku yang Menawan

    "Selamat siang, Bunda!" sapa Riven di seberang sana. Lelaki itu belum menyadari, apa yang ada di layar laptopnya. Elena sengaja menaikkan tubuhnya yang bersandar, sampai belahan dadanya terlihat jelas. "Selamat siang, Papa ...." Elena membalas sapaan itu, dengan nada yang mendayu. Ia menepuk air dengan lembut, menciptakan suata ambigu, untuk menarik perhatian Riven. Elena juga menggumam sensual beberapa kali, karena sang tuan tidak juga teralihkan. "Suara apa itu, Bun–"Gleg! Jakun Riven naik-turun, karena salivanya sulit diteguk. Elena melihat hal itu, ia melempar tatapan menggoda pada Riven. Telapak tangannya mengusap tubuhnya sendiri, membawa air pada bagian bahu dan dadanya yang terlihat di permukaan air. Elena juga membasahi lehernya, dan menyingkap rambunya yang terurai, yang menutupi bahunya. "Iya, Papa?" Suaranya berbisik, seolah menggoda Riven tepat di pangkuannya. Riven sendiri terpaku, pada belahan dada Elena yang bergoyang, setiap kali Elena bergerak. Terlihat ken

  • Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven!   80. Menenangkan Diri

    Jay hanya mengangguk, membalas gumaman Leo. Elena membawa anak majikannya pulang, dengan perasaan yang bercampur aduk. Jay juga hanya diam di atas pangkuan Elena, yang tengah mengabari Gez untuk datang ke kediamannya. Saat mereka sampai ke rumah, Gez tidak lama datang juga. Ia memeriksa Jay, lalu mengganti seragam Jay dengan pakaian santai. Sedangkan Elena, menyiapkan bubur, potongan buah, air hangat untuk Jay, dan minuman untuk Gez. "Bunda, kepala Jay pusing," keluh Jay pada Elena. Mendengar panggilan Jay itu, Gez langsung mendelik. Tidak ia sangka, Elena sudah sedekat ini dengan Jay. Jay juga terlihat sangat nyaman, saat Elena membantunya melahap potongan buah. Setelah Jay tidur karena obat yang diberikan Gez, Elena dan dokter itu pergi ke ruang tamu. Elena mengambil camklan dan minuman yang sebelumnya sudah disiapkan, untuk dibawa ke ruang tamu. Gez menatapnya sangat dalam, membuat Elena mengernyit bingung. "Kenapa kau menatapku begitu?" tanya Elena. Gez menggeleng pelan,

  • Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven!   79. Kegelisahan Elena

    Setelah mendengar cerita Kio, Elena termenung di lahan kosong itu. Kio sendiri sudah pergi, karena dipanggil oleh salah satu lansia untuk membantunya. Tak lama, Gez menghampiri Elena. "Ada apa? Kau merasa bersalah, setelah mendengar cerita Kio?" tanya Gez, tepat sasaran. Elena enggan menjawab, bibirnya digigit dengan posisi wajah yang tertunduk dalam. Jujur saja, hatinya sangat gelisah. Ia sudah menyayangj Jay, namun bagaimana jika nanti Jay tidak ingin lagi bersamanya, karena kedua orang tuanya yang bisa saja berpisah di masa depan. Bagaimana jika bayangan dan imajinasinya, tentang hidup bersama Riven, akan menjadi abu ke depannya? Jay bisa saja membenci Elena, karena telah membuat Riven dan Diana berpisah, seperti kedua orang tua Kio. Karena Elena justru tidak menjawab, Gez menghela napas pelan. Ia melipat stetoskopnya, lalu ditaruh ke dalam saku celana. Jasnya dibuka, untuk diselimuti pada punggung Elena. Cuaca semakin redup, udara juga jauh lebih dingin. Pakaian Elena cukup

  • Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven!   78. Bersama Gez

    "Baiklah, Elena. Aku mengizinkanmu, tapi laporkan juga pada Riven, ya? Aku takut, ada kesalahpahaman nanti," ujar Vinzo. Elena baru saja meminta izin pada Vinzo, untuk berjalan ke dalam permukiman bersama Gez. Elena juga menceritakan hal-hal yang ia tangkap dari Gez, dan meminta bantuan Vinzo untuk mengawasinya juga. Vinzo pun menyuruh beberapa anak buahnya membeli makanan dan bahan masak, selagi Elena menunggu dan menyiapkan camilan di tenda untuk anak-anak itu. Kini, Elena berada di dalam tenda, ia mengikat rambutnya secara asal untuk bisa memasak. Ada robot khusus pembuat cookies dan biskuit, yang membuatnya mudah. Namun, kondisi di dalam tenda cukup panas, membuat Elena kurang nyaman. Ponselnya bergetar, menampilkan nama Riven di sana. Elena yakin, Riven sudah menerima laporan dari Gez. "Hallo, Tuan?" sapa Elena. "Elena, tolong hati-hati, ya. Para warga bisa lebih berbahaya dari yang kau kira, aku akan mengirim beberapa anak buahku, untuk mengawasimu juga," ujar Riven. El

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status