Share

Rencana Kotor Elena

last update Last Updated: 2025-10-08 09:58:05

"Riven—aaahh, jangan terlalu cepat—"

"Cepat apa?!" seru Riven memotong perkataan istrinya, Diana. 

Elena yang belum tidur dan mengecek Jay, menghentikan langkah di depan kamar Diana dan Riven. Ia menempelkan daun telinganya di pintu, guna mendengar lebih jelas perdebatan di dalam. 

"Ayolah, Riven. Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan seperti itu! Aku bekerja untuk membantumu juga, aku juga lelah, Riven."

Geraman Riven terdengar, suara pecahan kaca menyusul setelahnya. "Aku hanya meminta hakku sebagai suami, Diana! Kau selalu menolak dengan banyak alasan! Kita sudah hampir lima bulan tidak melakukan itu!"

Elena menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Entah sekental apa yang keluar nantinya," gumamnya dengan pikiran yang melayang jauh. 

Memori malam kemarin terlintas begitu saja, di mana Riven mendekatkan wajah padanya hingga helaan napas Riven bisa ia rasakan.

Bagaimana bibir tebal itu memperingatkannya, dengan suara berat nan serak yang membuat perutnya geli. 

Suara ribut barang-barang yang terdengar di dalam sana, membuyarkan lamunan Elena. Entah apa yang dilakukan Diana hingga Riven kembali berteriak. 

"Mau kemana lagi?! Bertemu pria bayaranmu dengan alasan membuat konten?! Apa kau sudah berhubungan dengan mereka, hingga tidak mau melayaniku lagi, Diana?!"

Plak! 

Di dalam sana, Diana menunjuk Riven dengan telunjuknya dan raut yang nyalang. "Jaga bicaramu, Riven Ashborn!" serunya. 

"Aku akan pergi selama tiga bulan ke luar negeri, kau tidak punya hak melarangku!" sambungnya. 

"Aku suamimu, jelas aku memiliki hak!"

Prang! 

Riven balas berteriak, bising kembali tercipta sebab ia melempar guci. Elena sudah bergetar di depan pintu, walau hatinya berbunga mendengar Diana yang akan pergi lama. 

Namun, suara anak kecil membuatnya tegap seketika. 

"Bibi Elen, apa Papa dan Mama ribut lagi?"

Itu Jay, ia terbangun mendengar kebisingan malam ini dengan tangan yang mengepal menggosok matanya. 

Elena dengan cepat menggendong Jay, membawanya kembali ke kamar anak itu. "Tidak apa, Tuan Muda bersama Bibi dulu, ya?"

Dapat ia rasakan wajah Jay menelusup ke lehernya, dan mengangguk pelan. Elena mengusap punggung Jay dengan lembut. 

Sampai di kamar Jay, Elena bermaksud memindahkan Jay ke atas kasur, namun tangan Jay menarik pakaiannya. 

Mau tidak mau, Elena ikut membaringkan tubuhnya bersama Jay yang masih ia dekap. Bibirnya bergumam pelan mengalunkan nada asal yang terdengar merdu. 

Sampai dengkuran halus terdengar dari bilah bibirnya sendiri yang ikut terjun ke alam mimpi bersama Jay.

Beberapa jam berlalu. Mimpinya bahkan belum selesai, namun sentuhan pada lengan atasnya membuat ia menggeliat tak nyaman. 

"Bibi Elen?" Suara Jay terdengar, Elena terduduk dengan nyawa yang masih ia kumpulkan. 

"Maaf, Bibi tertidur di sini semalaman," sesalnya. Namun, Jay menggeleng pelan. 

"Jay senang tidur bersama Bibi, selama ini Jay tidur sendirian terus," gerutu Jay dengan raut polos. 

Elena gemas melihatnya, ia mendekap Jay dengan erat. Anak majikannya yang sering dicap nakal, mulai menunjukkan perubahan. 

"Tuan Muda anak baik, mau bersiap untuk sekolah?" tanya Elena antusias.

Jay mengangguk cepat. "Jay mau mandi sendiri, Bibi Elen," ujarnya. 

Elena tertawa, kemudian mengusap bahu Jay. "Baiklah, Bibi akan menyiapkan sarapan, ya."

Setelah Jay menuju kamar mandi, Elena merapihkan tempat tidur dan menyiapkan seragam Jay. 

Ia kemudian turun menuju dapur. Suasana terasa dingin setelah hujan turun semalaman, Elena membawa handuk untuk menutupi bagian atas tubuhnya yang masih dibalut piama satin.

"Elena!"

Bibir Elena hampir menganga, melihat penampilan Riven yang hanya dibalut celana pendek di atas lutut. 

Tubuh bagian atasnya terbuka, menampilkan perut dengan enam kotak yang kokoh dan urat yang menjalar bagai akar. 

Pupilnya semakin membesar, melihat bagaimana urat itu turun ke bawah membentuk huruf V. Lalu tonjolan besar yang mencetak di balik celana Riven, membuatnya meneguk ludah. 

"Elena!" panggil Riven sekali lagi. Perutnya terasa geli menangkap gelagat Elena yang gugup. 

"A-ah, iya, Tuan. Apa Tuan butuh sesuatu?" 

Riven melangkah lebih dekat dengan Elena. "Aku mau berenang, tolong antarkan handuk setelah selesai mengurus Jay," titahnya. 

Elena mengangguk kaku, tangannya sudah sangat gatal ingin menyentuh enam kotak di perut Riven. 

Tubuhnya terasa panas, bahkan setelah Riven pergi. Bagian bawahnya kembali terasa lembab dan gatal, pikirannya melayang ke hal-hal kotor. 

Kedatangan Jay yang sudah siap dengan seragam sekolahnya, membuat Elena tersadar dari lamunan kotor. 

"Ah, Tuan Muda. Ayo sarapan lebih dulu, nanti Bibi panggilkan supir untuk mengantarkan ke sekolah seperti biasa," ujar Elena. 

Jay mengangguk, ia mulai memakan roti yang dibalut selai cokelat dengan khidmat. 

Sedangkan Elena pergi mengambil handuk, dengan rencana yang kotor. 

Ia berkaca sejenak di kamarnya, menyentuh dua bongkahan dada yang ujungnya sudah menegang. "Kolam renang tidak buruk juga untuk menggodanya," gumam Elena.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven!   Diana Curiga

    Kondisi Riven dan Jay sudah membaik, setelah tiga hari merepotkan. Keduanya semakin lengket dan manja pada Elena.Seperti saat ini, anak dan ayah itu terus membuntuti Elena yang sedang membersihkan kolam."Makanlah lebih dulu, Elena! Kau melewatkan sarapanmu!" teriak Riven.Elena dengan cepat menghampiri Riven dengan napas terengah-engah, dan keringat yang membasahi pakaiannya.Ia menerima suapan dari Riven, kemudian atensinya beralih ke arah Jay yang berlari menghampiri."Bibi Elen! Ayo makan jelly ini! Jay juga ingin menyuapi Bibi Elen!" seru Jay sambil menyodorkan satu sendok penuh jelly yang terpotong berantakan.Elena membuka mulutnya, menerima suapan dari tangan kecil Jay. Perutnya terasa penuh, setelah menerima banyak suapan dari ayah dan anak di hadapannya.Dering ponsel Riven terdengar, Elena yang duduk di pangkuannya pun merasakan getarannya.Nama Diana tertera di layar, Riven menghela napas malas sebelum mengangkat panggilannya."Riven! Kian bilang padaku, kau bercumbu deng

  • Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven!   Tuan-Tuan yang Manja

    Suasana kediaman Riven cukup sunyi siang ini. Jay sedang sakit, jadi tidak ada yang membuat keributan dengan ocehannya. Sedangkan Riven masih berkutat di kantor, ada sebuah pertemuan dengan orang-orang besar untuk membahas bisnis. Elena yang sudah dibalut kaus oversize dan celana di atas lutut, menyiapkan bubur, air hangat, kompres, dan handuk. Sesampainya di kamar Jay, Elena duduk di tepi kasur. Tangannya meraba kening Jay yang masih terasa hangat. "Tuan Muda, Bibi menyiapkan bubur. Ayo makan dulu," tuturnya lembut, seraya mengelus kepala Jay. Lenguhan terdengar serak dari bibir Jay. "Bibi Elen, semuanya terasa sangat panas. Jay tidak suka," keluhnya. Tubuh Jay dibantu untuk bersandar pada kepala ranjang. Elena menyuapi Jay dengan bubur yang ia bawa. "Makanlah dulu, setelah itu Tuan Muda mandi agar tidak terasa panas," ujar Elena. Jay membuka mulutnya untuk menerima suapan Elena. Kepala Jay menggeleng saat Elena menyiuk suapan keempat. Elena menaruh mangkuk di atas na

  • Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven!   Festival Robot

    Ruangan terasa sunyi. Elena tertidur pulas di sofa, sedangkan Riven masih berkutat dengan berkas-berkasnya. Tak lama, pintu terbuka menampilkan Jay dan Dean yang baru saja datang. Dean kembali pulang, sedangkan Jay masuk ke dalam ruangan. Riven acuh pada anaknya yang akan mengganggu tidur Elena. "Bibi Elen! Bibi Elen!" panggil Jay, tangan kecilnya menyentuh pipi Elena beberapa kali. Elena melenguh panjang, kemudian matanya melebar antusias melihat kehadiran Jay. Ia spontan memeluk Jay dengan gemas, mengusap punggung anak itu dengan lembut. "Bibi Elen, Jay lelah sekali! Hari ini Jay lari keliling lapangan," adunya dalam dekapan Elena. Belum sempat Elena menjawab, suara Riven sudah terdengar menyebalkan. "Kau saja yang payah, baru lari sudah mengeluh," ujar Riven meremehkan. Dapat Elena rasakan, Jay melepas paksa dekapannya dan berlari ke arah Riven dengan tangan terkepal. Jay memukul perut Riven beberapa kali, sedangkan Riven hanya tertawa. Melihat mata Jay yang sudah berkac

  • Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven!   Pergi ke Kantor Riven

    Pagi ini, Elena sudah siap dengan kemeja merah ketat yang menampilkan dada besarnya. Rok hitam di atas lutut, dan stocking hitam yang menyelimuti seluruh kakinya, cocok dengan kemeja yang ia pakai. Ditambah high heels merah, riasan tebal, dengan bibir merona dan bulu mata anti badai. "Mmmuaachh," gumam Elena setelah mengaplikasikan lipstik merah menyala. Ia menekan beberapa kali bibirnya, dan berpose di depan kaca dengan bibir mengerucut.Setelah Jay berangkat sekolah, ia menyiapkan sarapan untuk dibawa ke kantor Riven. Majikannya itu berangkat sangat pagi, hingga tidak sempat sarapan. Setelah menyemprotkan banyak parfum, ia melangkah keluar untuk menghampiri supir yang akan mengantarnya. "Paman Dean, bisa tolong antarkan aku ke kantor Tuan Riven?" tanya Elena, suaranya mengalun lembut dengan nada bicara yang dibuat-buat. Dean, pria yang usianya sudah setengah abad itu mengangguk. Pandangannya tidak beralih dari belahan dada Elena yang tampak sangat jelas. Setelah mengeluarkan

  • Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven!   Akhir Pekan yang Damai

    Elena mengoleskan pelembab pada kaki dan tangannya dengan lembut disertai pijatan kecil, hingga ketukan pintu membuat Elena menghentikan sejenak aktivitasnya. "Elena?"Suara Riven terdengar di luar sana, Elena menaruh pelembabnya dan melangkah untuk membukakan pintu. "Tuan? Ada apa?" tanya Elena. Riven tampak mengusap tengkuknya karena perasaan canggung. Matanya menelisik raut wajah Elena yang tidak tampak masam."Apa kau masih merajuk, Elena? Maaf, sungguh, aku tidak mengetahui apa kesalahanku," ujarnya dengan nada santai. Elena melihat raut Riven yang sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah. Kedua tangan pria itu pun masuk ke dalam saku celana, seolah acuh dengan perkataannya sendiri. Elena menghela napas kasar. "Jika tidak tau salahmu apa, lantas Tuan meminta maaf untuk hal apa?" ketusnya. "Tuan Muda Jay itu masih kecil, Tuan. Kau harus bisa memperhatikannya juga, jangan hanya menilainya anak nakal," sambung Elena. Elena dapat melihat Riven membuang wajahnya, kemudian m

  • Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven!   Elena Merajuk?

    "Kenapa rautmu kecewa seperti itu, Elena?" tanya Riven dengan langkah kaki yang sengaja dilambatkan. Elena mendesah malas, jemarinya mengelus rahang kokoh Riven. "Aku belum puas, Tuan," bisiknya sensual dengan lidahnya yang menari di bibir atasnya. Lemah sekali, 'adik' Riven langsung bereaksi hanya karena mendengar hal itu. Elena bisa merasakan langkah Riven yang semakin cepat menuju kamar. Ia mengira akan langsung dibanting ke kasur besar milik Riven. Namun, ia justru dibaringkan dengan sangat lembut di sana. Pakaian atasnya yang sudah basah dibuka oleh Riven. Kini, keduanya bertelanjang dada. Riven menumpukan tubuhnya dengan tangan tertekuk di kedua sisi tubuh Elena. "Apa ini sebenarnya tujuanmu bekerja di sini, Elena?" Elena menatap jahil, bibirnya mengerucut manja. Telunjuknya mengelus dada bidang Riven, dengan paha yang mulai menggesek lagi 'adik' Riven. "Ahhh, jangan lakukan itu! Jawab pertanyaanku, Elena!" pekik Riven tertahan. Sebelah tangan besarnya mencengkram paha El

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status