Share

Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven!
Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven!
Author: Velune Nyvaris Miratha

Pelayan Nakal!

last update Last Updated: 2025-10-08 09:53:11

"Aaahh, enak sekali Elena," ujarnya dengan mata terpejam dan bibir yang terkulum.

Elena tertawa kecil. "Apa sangat enak, Tuan?" 

Riven Ashborn, lelaki yang menjadi majikannya itu mengangguk, rasanya seluruh penat dan pikiran kotornya hilang setelah menyesap kopi buatan Elena. 

"Ini tidak pahit, tapi tidak terlalu manis. Rasanya pas, aku menyukainya. Tolong buatkan lagi, dan bawa ke kamarku. Bawakan camilan juga, ya!" titahnya. 

Elena mengulum senyuman, merasa tersanjung dengan pujian sang majikan. Setelah bekerja selama satu minggu di sini, ia mulai memahami kondisi para majikannya. 

Riven selalu pulang larut malam dan menyeduh kopi sendiri untuk tetap terjaga hingga dini hari, dan menyelesaikan pekerjaannya. 

Diana Anyelir, istri Riven yang merupakan seorang influencer itu jarang berada di rumah untuk syuting dan mengurus keperluan endorse dan sponsor. 

Mereka memiliki satu anak bernama Jay Ashborn yang cukup nakal. 

Beruntung Elena menyukai anak-anak dan bayi, tingkah Jay bisa ia atasi dengan baik. 

Malam ini, Diana tidak pulang lagi. Jay sudah tidur dan Riven datang untuk membuat kopi. Ia menawarkan diri untuk membuatkannya. 

Riven tidak menolak, dan merasa puas dengan kopi buatan Elena sampai meminta satu cangkir lagi. 

Setelah kopi siap dengan asap yang masih mengepul, Elena mencari camilan. Ia menemukan setoples cookies. Segera ia susun cookies itu di sebuah piring lalu disusun bersama kopi di nampan. 

Sebenarnya, Elena sadar bahwa Riven memperhatikan tubuhnya yang hanya dibalut dress malam berbahan satin, dengan tali satu berwarna merah muda. Ia melihat bagaimana Riven berusaha mengalihkan pandangannya saat ia membuat kopi. 

Sesampainya di depan pintu kamar Riven, ia mengetuk lebih dulu sebelum diizinkan masuk. 

"Ini kopi dan sepiring cookies-nya, Tuan," ujarnya. Seraya menaruh piring dan gelas di atas meja kerja Riven. 

Elena sengaja menundukkan tubuh lebih dalam, sampai Riven kembali terfokus pada payudaranya yang menggantung hampir memperlihatkan dua benjolan kecilnya. 

Elena juga tidak memakai bra, membuat Riven semakin gelisah. 

"Apa semua pakaianmu terbakar, Elena?" cetus Riven dengan suara berat dan sedikit bergetar. 

Elena sontak menutupi dadanya dengan nampan. "Maaf, Tuan. Seluruh pakaian besarku dicuci, karena aku harus menggantinya dua kali sehari untuk bekerja pagi hingga sore," sahutnya lembut dengan kepala tertunduk dalam. 

Riven menghela napas kasar. "Pakailah handuk atau apapun selagi masih berada di luar kamarmu, Elena," ujarnya. 

Elena mengangguk pelan, ia mengangkat wajah untuk menatap Riven yang masih memakai jas dan dasinya. Ia ingat di rumah ini hanya ada ia dan Riven, Jay sudah tertidur pulas. 

Perlahan, Elena menaruh nampan di atas meja kerja Riven. Ia melangkah ke samping meja kerja untuk lebih dekat dengan majikannya. 

Riven yang masih tenggelam dalam pikiran kotornya, tidak sadar ketika kursinya ditarik ke belakang dan Elena dengan lancangnya menaruh lutut di atas sang 'adik'. 

Riven tergagap, tubuhnya seolah beku dan membiarkan jemari Elena mulai menelusup membuka jas dan dasinya. 

Pinggang Elena sangat kecil dan pas jika dirangkul dengan satu tangan, membayangkan bagaimana jika pinggang itu ia cengkram, membuat 'adik'nya terbangun. 

Elena mendekatkan wajah ke leher Riven, dengan tubuh sedikit meliuk. Melepas dasi Riven dengan jemari yang menyentuh leher si lelaki secara sensual. 

"Eunngh ...." Riven melenguh saat miliknya terasa keras, telapak tangan Riven terangkat bermaksud menyentuh punggung Elena.

Namun, Elena dengan cepat bangkit membawa jas dan dasi yang sudah terlepas. "Maaf telah lancang, Tuan. Kau terlihat lelah, aku hanya bermaksud membantumu," ujarnya. 

Riven tidak menjawab, tangannya masih tergantung. Sedangkan Elena segera melangkah pergi ke dapur.

"Ssshh, lihat saja kau pelayan nakal," gumam Riven dengan jemari mengelus miliknya yang sudah sangat keras. 

Sedangkan Elena terkikik seraya melangkah ke dapur. "Memang benar, lelaki mana yang menolak sentuhan wanita sepertiku?" gumamnya membanggakan diri.

Ia menghirup jas Riven dalam-dalam, menikmati aroma mint yang tidak terlalu kuat namun mampu menghangatkannya. 

"Apapun tentang Tuan Riven selalu membuatku hangat," gumamnya. 

Dengan riang, ia melangkah ke kamarnya setelah menaruh pakaian Riven di keranjang pakaian kotor. 

Elena meraih ponsel di atas nakas, kemudian membanting tubuhnya ke atas kasur. Telentang dengan wajah berseri. 

Jemarinya menari di atas ponsel, menggulir aplikasi dan nomor. Setelah menemukan kontak ibunya, ia menekannya. 

"Ibu! Tuan Riven ternyata sangat sesuai dengan tipeku! Dia benar-benar panas!" pekik Elena saat suara sang ibu terdengar. 

Ibunya tertawa kecil. "Tentu saja, Elena. Jika kau suka, maka dapatkan dan jerat dirinya di dalam pesonamu!" sahut sang ibu dengan suara antusias di seberang sana. 

Elena tertawa sejenak, namun ia langsung bangkit saat mengingat ia belum menghangatkan air untuk Riven mandi. 

Tanpa membalas sang ibu, ia memutus sambungannya dan berjalan tergesa ke kamar Riven. 

Saat membuka pintu, Riven justru tampak sudah selesai mandi. Handuk menutupi bagian bawahnya, dengan rambut yang masih basah. 

"T-Tuan, maaf, aku lupa menyiapkan air hangat untukmu mandi," sesal Elena. Ia menunduk dalam dengan jemari memilin pakaiannya. 

Tubuhnya membeku kala jemari Riven mengangkat wajahnya perlahan. Jantung Elena berdegup kencang, wajahnya dengan wajah Riven sangat dekat sampai hembusan napasnya terasa panas. 

"T-Tuan ...."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven!   Diana Curiga

    Kondisi Riven dan Jay sudah membaik, setelah tiga hari merepotkan. Keduanya semakin lengket dan manja pada Elena.Seperti saat ini, anak dan ayah itu terus membuntuti Elena yang sedang membersihkan kolam."Makanlah lebih dulu, Elena! Kau melewatkan sarapanmu!" teriak Riven.Elena dengan cepat menghampiri Riven dengan napas terengah-engah, dan keringat yang membasahi pakaiannya.Ia menerima suapan dari Riven, kemudian atensinya beralih ke arah Jay yang berlari menghampiri."Bibi Elen! Ayo makan jelly ini! Jay juga ingin menyuapi Bibi Elen!" seru Jay sambil menyodorkan satu sendok penuh jelly yang terpotong berantakan.Elena membuka mulutnya, menerima suapan dari tangan kecil Jay. Perutnya terasa penuh, setelah menerima banyak suapan dari ayah dan anak di hadapannya.Dering ponsel Riven terdengar, Elena yang duduk di pangkuannya pun merasakan getarannya.Nama Diana tertera di layar, Riven menghela napas malas sebelum mengangkat panggilannya."Riven! Kian bilang padaku, kau bercumbu deng

  • Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven!   Tuan-Tuan yang Manja

    Suasana kediaman Riven cukup sunyi siang ini. Jay sedang sakit, jadi tidak ada yang membuat keributan dengan ocehannya. Sedangkan Riven masih berkutat di kantor, ada sebuah pertemuan dengan orang-orang besar untuk membahas bisnis. Elena yang sudah dibalut kaus oversize dan celana di atas lutut, menyiapkan bubur, air hangat, kompres, dan handuk. Sesampainya di kamar Jay, Elena duduk di tepi kasur. Tangannya meraba kening Jay yang masih terasa hangat. "Tuan Muda, Bibi menyiapkan bubur. Ayo makan dulu," tuturnya lembut, seraya mengelus kepala Jay. Lenguhan terdengar serak dari bibir Jay. "Bibi Elen, semuanya terasa sangat panas. Jay tidak suka," keluhnya. Tubuh Jay dibantu untuk bersandar pada kepala ranjang. Elena menyuapi Jay dengan bubur yang ia bawa. "Makanlah dulu, setelah itu Tuan Muda mandi agar tidak terasa panas," ujar Elena. Jay membuka mulutnya untuk menerima suapan Elena. Kepala Jay menggeleng saat Elena menyiuk suapan keempat. Elena menaruh mangkuk di atas na

  • Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven!   Festival Robot

    Ruangan terasa sunyi. Elena tertidur pulas di sofa, sedangkan Riven masih berkutat dengan berkas-berkasnya. Tak lama, pintu terbuka menampilkan Jay dan Dean yang baru saja datang. Dean kembali pulang, sedangkan Jay masuk ke dalam ruangan. Riven acuh pada anaknya yang akan mengganggu tidur Elena. "Bibi Elen! Bibi Elen!" panggil Jay, tangan kecilnya menyentuh pipi Elena beberapa kali. Elena melenguh panjang, kemudian matanya melebar antusias melihat kehadiran Jay. Ia spontan memeluk Jay dengan gemas, mengusap punggung anak itu dengan lembut. "Bibi Elen, Jay lelah sekali! Hari ini Jay lari keliling lapangan," adunya dalam dekapan Elena. Belum sempat Elena menjawab, suara Riven sudah terdengar menyebalkan. "Kau saja yang payah, baru lari sudah mengeluh," ujar Riven meremehkan. Dapat Elena rasakan, Jay melepas paksa dekapannya dan berlari ke arah Riven dengan tangan terkepal. Jay memukul perut Riven beberapa kali, sedangkan Riven hanya tertawa. Melihat mata Jay yang sudah berkac

  • Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven!   Pergi ke Kantor Riven

    Pagi ini, Elena sudah siap dengan kemeja merah ketat yang menampilkan dada besarnya. Rok hitam di atas lutut, dan stocking hitam yang menyelimuti seluruh kakinya, cocok dengan kemeja yang ia pakai. Ditambah high heels merah, riasan tebal, dengan bibir merona dan bulu mata anti badai. "Mmmuaachh," gumam Elena setelah mengaplikasikan lipstik merah menyala. Ia menekan beberapa kali bibirnya, dan berpose di depan kaca dengan bibir mengerucut.Setelah Jay berangkat sekolah, ia menyiapkan sarapan untuk dibawa ke kantor Riven. Majikannya itu berangkat sangat pagi, hingga tidak sempat sarapan. Setelah menyemprotkan banyak parfum, ia melangkah keluar untuk menghampiri supir yang akan mengantarnya. "Paman Dean, bisa tolong antarkan aku ke kantor Tuan Riven?" tanya Elena, suaranya mengalun lembut dengan nada bicara yang dibuat-buat. Dean, pria yang usianya sudah setengah abad itu mengangguk. Pandangannya tidak beralih dari belahan dada Elena yang tampak sangat jelas. Setelah mengeluarkan

  • Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven!   Akhir Pekan yang Damai

    Elena mengoleskan pelembab pada kaki dan tangannya dengan lembut disertai pijatan kecil, hingga ketukan pintu membuat Elena menghentikan sejenak aktivitasnya. "Elena?"Suara Riven terdengar di luar sana, Elena menaruh pelembabnya dan melangkah untuk membukakan pintu. "Tuan? Ada apa?" tanya Elena. Riven tampak mengusap tengkuknya karena perasaan canggung. Matanya menelisik raut wajah Elena yang tidak tampak masam."Apa kau masih merajuk, Elena? Maaf, sungguh, aku tidak mengetahui apa kesalahanku," ujarnya dengan nada santai. Elena melihat raut Riven yang sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah. Kedua tangan pria itu pun masuk ke dalam saku celana, seolah acuh dengan perkataannya sendiri. Elena menghela napas kasar. "Jika tidak tau salahmu apa, lantas Tuan meminta maaf untuk hal apa?" ketusnya. "Tuan Muda Jay itu masih kecil, Tuan. Kau harus bisa memperhatikannya juga, jangan hanya menilainya anak nakal," sambung Elena. Elena dapat melihat Riven membuang wajahnya, kemudian m

  • Ah! Jangan Berhenti, Tuan Riven!   Elena Merajuk?

    "Kenapa rautmu kecewa seperti itu, Elena?" tanya Riven dengan langkah kaki yang sengaja dilambatkan. Elena mendesah malas, jemarinya mengelus rahang kokoh Riven. "Aku belum puas, Tuan," bisiknya sensual dengan lidahnya yang menari di bibir atasnya. Lemah sekali, 'adik' Riven langsung bereaksi hanya karena mendengar hal itu. Elena bisa merasakan langkah Riven yang semakin cepat menuju kamar. Ia mengira akan langsung dibanting ke kasur besar milik Riven. Namun, ia justru dibaringkan dengan sangat lembut di sana. Pakaian atasnya yang sudah basah dibuka oleh Riven. Kini, keduanya bertelanjang dada. Riven menumpukan tubuhnya dengan tangan tertekuk di kedua sisi tubuh Elena. "Apa ini sebenarnya tujuanmu bekerja di sini, Elena?" Elena menatap jahil, bibirnya mengerucut manja. Telunjuknya mengelus dada bidang Riven, dengan paha yang mulai menggesek lagi 'adik' Riven. "Ahhh, jangan lakukan itu! Jawab pertanyaanku, Elena!" pekik Riven tertahan. Sebelah tangan besarnya mencengkram paha El

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status