Share

Bab 8

Karena kecerobohannya, Melia lupa menyimpan celana dalamnya.

Yohan terbatuk-batuk, membuang muka dan tidak melakukan apa pun.

Sebaliknya, dia duduk bersila dan mulai berlatih "Raja Obat Aliran".

Setengah tahun yang lalu, dia telah mencapai puncak prajurit tingkat sembilan dan dia juga adalah seorang genius seni bela diri yang jarang terlihat dalam seribu tahun.

Menurut gurunya, di atas prajurit tingkat sembilan, masih ada dunia baru.

Hanya saja, Yohan tidak membuat kemajuan sama sekali meski telah berlatih selama 6 bulan terakhir.

Satu jam kemudian, Melia pulang dan mulai memasak.

Tidak lama setelah itu, tercium bau harum masakan.

Yohan berhenti berlatih dan berjalan ke arah dapur.

Dia melihat Melia yang memasak dengan serius.

Pemandangan ini sangat menyentuh hati.

Tidak diragukan lagi, Melia adalah gadis yang sangat baik hati dan cantik.

Gadis lain seusianya saat ini pasti masih sibuk belajar, tetapi dia harus memikul beban hidup.

"Kak Yohan, kenapa kamu ada di sini? Dapurnya penuh dengan asap, tunggu saja di luar."

Yohan menggelengkan kepalanya, "Nggak apa-apa. Melia, apa kamu nggak kuliah?"

Melia tampak sedikit murung, "Aku diterima di Universitas Jigara, tapi ...."

Tanpa diberi tahu pun Yohan mengerti apa penyebabnya.

Yohan berpikir bahwa ketika 400 miliar miliknya sampai di rekening banknya, dia bisa menggunakan sebagian uang itu untuk membayar uang kuliah Melia.

Akan sangat disayangkan kalau gadis sebaik itu tidak kuliah.

Heri baru saja sembuh dari penyakit kronisnya dan belum bisa makan makanan yang terlalu berminyak.

Oleh karena itu, Melia membuatkannya bubur daging tanpa lemak.

Di meja makan, Melia membuka dua kaleng bir untuk setiap orang.

"Kak Yohan, aku menghormatimu dan berterima kasih karena telah menyelamatkan ayahku."

Setelah mengatakan itu, dia mengambil bir dan meminumnya.

Alisnya yang indah mengerut, terlihat jelas dia tidak tahu cara minum bir.

Sebelum Yohan bisa mencegahnya, dia telah meminum setengahnya.

Usai bersendawa, wajahnya memerah hingga membuat orang gemas saat melihatnya.

"Kamu nggak perlu memaksakan diri untuk minum bir."

"Nggak apa-apa, hari ini aku sangat senang." Melia membawakan hidangan untuk Yohan. "Cobalah tiram ini."

Melia memasak banyak masakan, semuanya bermacam-macam dan sangat enak.

Yohan makan sambil mengangguk. "Kamu sangat pandai memasak. Siapa pun yang menikahimu nanti pasti akan sangat bahagia."

Mata Melia sedikit buram dan dia merasa malu ketika mendengar ini, dia menatap Yohan dan bertanya dengan lembut, "Kakak, apa kamu ... punya pacar?"

Yohan menggelengkan kepalanya. "Nggak punya."

Melia merasa sangat senang.

Tidak lama kemudian, gadis itu sudah mabuk.

Yohan mengatakan beberapa patah kata, tetapi tidak ada jawaban, jadi dia membawanya kembali ke kamar tidur.

Saat ini, Melia adalah gadis yang lemah.

Wajahnya merah, matanya tertutup rapat dan bulu matanya sedikit bergerak.

Kulitnya putih dan kenyal, terlihat sangat indah.

Hati Yohan bergejolak dan aliran darahnya sedikit meningkat.

Dia perlahan menurunkan Melia dan menutupinya dengan selimut. Kemudian, dia berjalan keluar dari kamar tidur.

Meski dia berada pada masa puber, bukan berarti dia bisa memanfaatkan orang lain pada situasi seperti itu.

Akhirnya, dia tidur di ruang tamu.

Dia bangun tepat jam 6 pagi.

Hal pertama yang dia lakukan adalah menyalakan ponsel jadul miliknya untuk melihat apakah uang sudah sampai di rekeningnya.

"Belum sampai?" Yohan sedikit mengernyit.

"Uang itu ditransfer kemarin jam satu siang, aku akan menunggu sedikit lagi."

Dia mengeluarkan sikat gigi dan pasta gigi dari ranselnya, mandi, lalu melakukan akupunktur pada Heri lagi.

Kali ini bukan Tiga Belas Jarum Penyelamat Dunia melainkan akupunktur sederhana untuk tujuan penyembuhan.

"Terima kasih banyak," kata Heri dengan penuh rasa terima kasih.

Dia jelas merasa bahwa kondisinya jauh lebih baik daripada kemarin.

Yohan melambaikan tangannya. "Sama-sama. Itu sudah kewajibanku untuk mengobati pasien."

Heri menatap Yohan, makin dia melihatnya, dia menjadi makin menyukainya.

"Ayah, Kak Yohan."

Melia membuka pintu dan masuk, kemudian dia berteriak dengan keras.

Dia tampak sedikit malu dan tidak berani menatap Yohan.

Sebenarnya, tadi malam dia mabuk dan terbangun di tempat tidurnya.

Pasti Yohan yang membawanya kembali ke kamar.

Dia juga tidak tahu apakah Yohan melakukan sesuatu tadi malam ....

Memikirkan hal itu, dia menjadi makin malu, tetapi dia tidak merasa jijik sama sekali.

Heri terkekeh. "Putriku sudah bangun, cepat masak."

"Baik, Ayah!"

Tak perlu ditanyakan lagi, dia bisa melihat kondisi Heri yang sudah pulih dengan baik dan wajah Heri yang jauh lebih cerah.

Hal ini membuat Melia makin merasa berterima kasih kepada Yohan

Setelah makan, Yohan menulis resep makanan suplemen untuk Heri.

"Kalau kamu mengikuti cara makan ini selama sebulan, kamu akan sembuh total."

Setelah mengatakan itu, dia berkata, "Sudah waktunya aku pergi."

Hati Melia menegang. "Kak Yohan, mau ke mana?"

"Aku akan pergi ke Universitas Jigara." Yohan menyentuh kepala Melia. "Kondisi ayahmu sudah membaik, kamu bisa kuliah. Untuk biaya kuliahnya, aku bisa meminjamkannya dulu kepadamu dan kamu bisa mencicilnya saat kamu punya uang nanti."

Dia tidak mengatakan untuk memberi gadis itu uang.

Gadis ini terlihat lemah, tetapi dia tetap memiliki harga diri yang tinggi.

Melia sedikit menggigit bibirnya. "Mengapa kamu sangat baik padaku?"

Yohan berkata sambil bercanda, "Karena aku ingin menipumu dan menjadikanmu istriku."

Wajah Melia memerah lagi dan dia berkata dengan pelan, "Oke."

"Apa?" Suara Melia terlalu pelan dan Yohan tidak mendengarnya dengan jelas.

"Nggak, nggak ada ..." Melia berkata sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.

"Oke, kalau begitu sudah beres, berikan aku nomor teleponmu."

Melia dengan cepat memberikan nomor teleponnya kepada Yohan.

Setelah itu, Yohan pun pergi.

Melia menatap punggung Yohan dengan sangat enggan.

Yohan pergi ke halte bus dan mencari rute menuju ke Universitas Jigara.

Sepertinya hari ini ada banyak mobil di jalan dan pasti ada kemacetan.

Yohan membelakangi jalan dan melihat rute bus.

Citt ...!

Sebuah mobil sport mewah melaju dan mengerem mendadak, mengeluarkan suara yang tidak menyenangkan saat bannya bergesekan dengan aspal jalan.

Jendela mobil diturunkan dan seorang pria sedang merokok sambil berkata, "Hari ini ramai sekali. Mereka semua pasti sedang merayakan ulang tahun kakekku."

Yohan yang sedang melihat rute sedikit mengerutkan keningnya.

Dia menyadari bahwa pemilik suara ini tidak lain adalah suara Zidan.

Dari dalam mobil, terdengar sebuah suara menawan. "Hadiah apa yang akan kamu siapkan untuk kakekmu kali ini?"

Zidan tertawa dan berkata, "Aku kasih tahu kamu, kemarin ada orang bodoh yang menjual 5% sahamnya kepada ayahku. Nilainya sekitar 400 miliar, tapi setelah mentransfer uangnya, ayahku menelepon bank untuk membatalkannya. Jadi, kemarin aku mendapat 400 miliar secara cuma-cuma. Kita ke toko barang antik dulu, kali ini aku akan membelikan barang antik seharga puluhan miliar untuk kakekku supaya dia senang!"

Yohan berbalik dengan wajah muram dan mobil sport itu sudah menderu-deru.

Ekspresi wajah Yohan menjadi dingin saat melihat mobil sport itu menghilang dari pandangannya.

"Bagus, bahkan kalian berani bersekongkol untuk melawanku. Kalian benar-benar cari mati!"

Dia mengeluarkan ponsel jadulnya dan menelepon Susilo.

Dia perlu tahu di mana kakeknya Zidan merayakan ulang tahunnya.

Setelah menanyakan alamatnya, dia masuk ke supermarket untuk membeli jam, setelah membungkusnya dia menuju ke pusat kota.

Di sisi lain, Susilo meletakkan ponselnya dan berkata sambil berpikir, "Dokter Yohan ingin mengucapkan selamat kepada Wiyono di hari ulang tahunnya? Kalau begitu aku juga harus pergi ke sana!"

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status