Hari itu Leo bersama dua sahabatnya yakni Reynal dan Aditia tengah bermain basket karena jadwal pelajaran hari itu adalah Pendidikan Jasmani.
"Dit, ganti baju yuk! Bentar lagi pelajaran Kimia. Takutnya marah Bu Lasmi kalo telat," ajak Reynal pada Aditia.
"Oh iya, lupa gue. Leo! Ganti baju! sekarang bagian pelajaran Bu Lasmi nih." Aditia berdalih menyeru Leo.
Mendengar hal itu, Leo pun berhenti memainkan bola basketnya dan mulai menghampiri keduanya.
"Bentar dulu, ini kembaliin dulu bola basketnya ke ruang fasilitas, nanti baru ganti baju," sahut Reynal.
"Oke ayo," balas Aditia.
Mereka bertiga mulai meninggalkan lapangan. Setelah menyimpan bola basket di ruang fasilitas, mereka langsung mengganti pakaian mereka dengan baju seragam.
Setelah mengganti pakaiannya, mereka kembali ke kelas. Namun tidak dengan Leo, ia berbelok ke arah ruang loker penyimpanan untuk mengambil jaket yang kemarin ia simpan dan lupa untuk membawanya pulang.
Leo akhirnya tiba di ruang loker penyimpanan, hanya ada dia seorang karena orang lain tengah masuk kelas dan dirinya juga baru selesai jam pelajaran Penjas. Namun saat ia mulai membuka loker penyimpanannya, tiba-tiba ...
Puluhan lembar kertas memenuhi loker penyimpanannya. Sehingga pada saat Leo membuka lokernya puluhan kertas itu berjatuhan dan berserakan di lantai.
Leo membuka lebar matanya karena terkejut. Terheran-heran akan lembaran kertas itu, ia pun menggambil salah satu kertasnya dan membaca tulisannya.
kumohon koreksilah ceritaku
Leo mendengus kasar setelah membaca tulisan itu. Ternyata puluhan kertas itu bertuliskan tulisan yang sama. Ia pun meremas kertas yang ia pegang, dan membantingnya. Ia sudah tau siapa orang yang telah menulisnya dan menyimpannya di loker miliknya itu.
Ya, kini pikiran Leo dibayangi dengan sosok Key.
Leo yang kesal kemudian pergi dari ruang loker menuju kelasnya, ia tak peduli meski kertas itu berantakan di depan loker penyimpanannya. Karena kesal juga, Leo seakan-akan lupa dengan niat awalnya yang hendak mengambil jaket di lokernya.
Sesampainya di kelas ia langsung duduk di kursi pojoknya, ia berdiam diri sambil merendam kekesalan pada Key yang tidak ada kapoknya memohon permintaan yang sudah ia tolak sebelumnya.
Kini Leo mulai memancarkan aura horornya lagi. Ia duduk sendiri di bangkunya dan memikirkan sosok gadis aneh bernama Key itu.
Tak lama kemudian, pikirannya dibuyarkan oleh Reynal yang menghampiri dirinya dan mengajak bicara.
"Oey! Biasa aja mikirnya, gak perlu kerutin alis gitu, serem liatnya," ucap Reynal yang menghampiri Leo.
Respon Leo hanya mendengus.
"Kenapa ni? Kaya lagi marah. Jangan marah-marah dong, nanti orang takut sama lo. Ini juga nih penyebab lo duduk sendiri," jelas Reynal.
Leo menajamkan tatapan matanya pada Reynal.
"Woles dong, jangan langsung lemparin marahnya ke gue, gue mah cuma mau minjem buku kimia lo doang, boleh gak? Boleh ya," pinta Reynal.
Leo berakhir memutar malas bola matanya.
"Gitu amat si, sama kawan sendiri," ujar Reynal.
Kemudian Leo memgambil buku kimia dalam tasnya lalu dilemparkan ke arah Reynal.
"Wey, biasa aja dong kalem bro!"
Leo masih diam tidak bicara.
"Makasih ya, lo emang bestfriend ternyata," ucap Reynal sambil terkekeh.
Belum juga Reynal meninggalkan tempat duduk Leo, Reynal dikejutkan dengan tulisan yang tertulis di buku kimia Leo. Reynal juga beberapa kali menatap Leo karena heran dan semu tidak percaya dengan apa yang ia lihat.
Leo mengerutkan alisnya karena melihat tatapan heran sahabatnya itu.
"Leo, ternyata lo... Gue gak nyangka," tutur Reynal dengan geleng kepala.
Leo semakin heran dan kali ini ia mengangkat sebelah alisnya.
"Lo ternyata punya hubungan lebih ya sama si Key cewek tomboy 'Sang Atlet' itu?"
"Apa maksudmu?" Kini Leo berbicara.
Reynal menunjukan tulisan yang baru saja ia baca dalam buku kimia Leo.
Aku menyukaimu
-Key
Kekesalan Leo pun semakin menggunung, tangannya pun refleks memukul meja yang ada di depannya.
Brak!
"Astagfirulloh!" ucap Reynal karena terkejut.
Leo semakin geram, ia pun berniat merobek kertas di buku kimianya namun dicegah oleh Reynal.
"Udah-udah Leo, itu sayang bukunya nanti rusak. Buku kan jendela antariksa," ucap Reynal.
"Jendela dunia woy, siapa tadi yang bilang 'buku jendela antariksa'?" seru Azizan.
"Iya iya maaf baketu," ucap Reynal.
"Eh, yang dipojokan bisa diem gak?" ketus Azizan.
"Sstt!" Reynal memberi kode pada Azizan dengan mengangkat satu jari telunjuknya ke mulutnya.
Saking kesalnya, Leo melampiaskan amarahnya pada siapa saja termasuk Azizan. Ia menatap Azizan dengan sorot mata tajam yang membuat nyali Azizan agak menciut.
"Tuh kan. Horor," ucap Reynal dengan pelan pada Azizan.
Nyali Azizan agak menciut saat melihat tatapan tajam Leo.
"Sorry Leo, maksud gue pojokan para cewek, bukan lu." Azizan mengelak.Setelah dilihat, jajaran pojokan para perempuan tengah tertidur semua, mustahil jika mereka berisik. Azizan hanya menepuk keningnya sendiri.
"Mampus dah dasar blo'on," ucap Azizan sambil menyembunyikan wajahnya dari Leo.
"Udah Leo, jangan marah. Kalo gak merasa ngapain marah?" ucap Reynal.
Perkataan Reynal ada benarnya. Kenapa ia harus marah? Bukankah ia tidak pernah ada urusan dengan Key lagi? Lagipula mana mungkin Leo memiliki hubungan lebih dengan Key?
Kecuali jika orang yang menulis permohonan padanya adalah Key. Bisa jadi gadis itu juga yang menulis itu di buku kimianya. Ah, hal ini patut dipertanyakan.
"Udah. Daripada lo sobek, mening gue ambil buku lo. Gue mah perlu banget jawaban tugas di buku lo," ungkap Reynal sambil membawa buku Leo menuju bangku miliknya.
Leo pun menenangkan dirinya dengan mengusap wajahnya. Sepertinya ia harus bersabar sampai ia bertemu dengan sosok Key.
****
Bel pulang sekolah berbunyi, seluruh siswa SMA Aryabina berhamburan keluar area sekolah. Seperti biasa, Leo terdiam sejenak menunggu orang lain pulang sampai suasana sekolah sepi.
Suasana sekolah hari itu memang agak sepi karena tidak ada jadwal pelaksanaan ekstrakurikuler. Menimbang kelas dua belas akan mengadakan ulangan, maka minggu ini memang siswa sedang bebas dari dari kegiatan ekstra. Sehingga sekolah cukup sepi dan hanya ada beberapa siswa senior dan para guru yang tersisa saat itu.
Leo berjalan keluar kelas dengan menggendong sebelah tasnya. Namun langkahnya terhentikan setelah mendengar ada suara langkah kaki orang yang sedang menuruni tangga dekat kelasnya.
Ternyata saat dilihat, langkah seorang perempuan yang memakai rok panjang beserta jas navy turun dari tangga dengan membawa buku dari perpustakaan.
Setelah cukup lama Leo mengamati gadis itu, Ia melihat kondisi di luaran kelas masih ada sebagian siswa yang belum pulang. Kemudian ia berjalan cepat ke arah perempuan yang turun dari tangga itu. Lalu dengan sergap menarik tangan gadis itu dan membawanya ke suatu tempat.
Siapa lagi gadis itu kalau bukan Key. Key terkejut bukan main saat Leo tiba-tiba menarik tangannya dan menuntunnya ke suatu tempat. Key sempat meronta-ronta melepaskan cengkraman tangan Leo namun hasilnya nihil. Cengkraman pemuda itu sungguhlah erat, sehingga Key hanya pasrah dan mengikuti kemana dirinya akan dibawa.
Ternyata gudang sekolah merupakan tempat tujuannya. Sepertinya Leo menginginkan tempat yang sepi supaya tidak ada orang yang melihat tingkahnya kali ini. Hanya tumpukan meja kursi yang rusak dan beberapa barang lama yang menjadi saksi bisu pertemuan mereka berdua.
Leo melepaskan cengkramannya setelah ia membawa masuk Key ke dalam gudang sekolah. Key langsung memegangi tangannya yang gemetar ditambah ia gugup sampai jantungnya berdebar-debar dengan kencang.
Leo menatapi gadis itu dengan sorot mata tajam. Auranya mulai terasa mengerikan dan menakutkan.
"Apa maksudmu?!" tanya Leo dengan nada emosi.
"A-apa?" Key balik bertanya pada Leo.
"Kenapa kau lakukan itu?"
"Apa? Memangnya apa yang ku lakukan?"
"Jangan pura-pura tidak tau," tukas Leo.
Key menggulirkan matanya ke atas dan berfikir. Melihat hal itu, Leo menghela nafas panjang karena tingkah gadis lugu itu. Bagaimana bisa ia lupa dengan ulahnya sendiri? Jelas-jelas orang yang menyimpan lembaran kertas itu adalah dirinya.
"Oke, aku tanya kenapa kau menyimpan kertas-kertas itu?"
Key diam saja setelah Leo mengajukan pertanyaannya.
"Kenapa juga kau menulis tulisan itu di buku?"
"Tunggu dulu. Buku? Apa maksudmu?" Key keheranan.
"Kau menulisnya di buku kimia miliku!" tegas Leo.
"Aku tidak tau," lirih Key.
"Sudah kubilang jangan pura-pura tidak tau," desis Leo.
"Oke aku jujur," ucap Key sambil mengambil nafas dalam-dalam.
"Memang aku lah yang menyimpan kertas yang ada di lokermu itu, aku pikir kamu akan memberiku kesempatan. Tapi sungguh, aku tidak pernah menulis apapun di buku kimia milikmu," jelas Key.
"Mengapa kau tidak jujur saja bahwa kau yang menulis kata itu di buku?" tanya Leo.
"Tapi aku benar-benar tidak tau," jawab Key.
Leo pun tersenyum paksa menanggapi hal itu sambil berkata dengan sinis, "Sulit mempercayaimu."
"Kenapa kamu tidak bedakan tulisan di bukumu dengan tulisanku di kertas?"
Leo langsung terdiam seraya berfikir dan mengingat-ingat tulisannya. Kemudian ia berkata lagi.
"Oke, jangan bahas tulisan di buku. Kenapa kau menyimpan puluhan kertas itu di loker penyimpananku?"
"Itu sebagai permohonan dariku."
"Sudah berapa kali kubilang, 'tidak'!"
"Setidaknya bacalah karyaku dulu."
"Tidak!"
"Please!"
"Tidak!"
"Sedikit."
"Tidak!"
"Ayolah aku mohon," lirih Key pada Leo.
"Kenapa kau selalu memohon? Bukankah aku sudah menolak?"
"Aku yakin kau akan memberiku kesempatan."
"Cari saja orang lain."
"Aku hanya percaya padamu."
"Kenapa kau ini? Apa yang membuatmu percaya padaku? Aku ini hanya orang asing bagimu!" Leo sedikit membentak Key, namun ia masih bisa mengontrol emosinya.
Key terdiam sejenak. kemudian mulai berbicara, "Kamu lah orang pertama yang memuji karyaku. Kamu tidak ingat perkataanmu di tangga hari itu?"
Leo diam sejenak. Memang benarlah ia pernah memuji tulisan Key waktu pertama kali bertemu.
"Kalau begitu, aku tarik kembali kata-kataku. Karyamu itu sangatlah buruk!" ejek Leo.
"Tapi aku hanya percaya pada ucapan pertamamu hari itu," ungkap Key.
"Terserah!" Leo berbicara dengan nada tajamnya.
Kemudian mereka berdua sama-sama terdiam cukup lama. Key cemberut karena penolakan Leo, sedangkan Leo kesal karena permohonan Key. Setelah selang lama kemudian,
Tiba-tiba pintu gudang tertutup dan terkunci sehingga mereka berdua terjebak di dalamnya.
"Gawat!" batin Leo.
Gebrugh!Ceklek.Pintu gudang sekolahpun mendadak tertutup, dan terdengar juga suara sayup orang yang menguncinya."Hey, tunggu jangan dikunci! Di dalam masih ada orang, hey!" Key berlari kearah pintu yang terkunci sambil menyeru seseorang yang telah menguncinya berdua bersama Leo."Pak? Pak Mandor? Buka Pak pintunya jangan dikunci ada orang di dalam!" Seruan Key dari dalam gudang.Tidak salah lagi, siapa lagi orang yang bertugas mengunci semua pintu selain Pak Mandor?"Pak? Buka Pak!" Key terus berteriak berharap Pak Mandor masih ada di area gudang.
Gebrugh. Pintu gudang sekolah akhirnya terbuka. Dan ternyata ... Dugh. Saking kerasnya Key mencoba membobol grendel kunci, dorongannya sampai overdosis hingga ia menabrak tihang yang berdiri di depan gudang. "Aduh!" Key terpental kembali dan langsung tergeletak di lantai. Leo tak kuasa menahan geli di hatinya setelah melihat kelakuan Key, ia beberapa kali terlihat senyum kecil namun ia mencoba menahan senyumannya itu.
Malam itu terlihat Aditia tengah asyik memainkan ponselnya di sebuah caffe menunggu Leo dan Aditia yang belum muncul. Brak! "Ya Alloh," ujar Aditia yang terkejut karena tiba-tiba Leo datang dan memukul meja yang ada di hadapannya. Terlihat juga Leo menatapnya dengan sorotan tajam yang mematikan. "Kenapa nih?" tanya Aditia yang keheranan melihat tingkah Leo. Leo memicingkan mataya. "Kau orangnya?" "Selow selow, maksudnya gimana nih?" "Kau yang menulis tulisan itu!" desis Leo. Aditia langsung tertawa terbahak-bahak mendengar pernyataan Leo. "Acieee, lo pasti kebaperan ya gue nulis itu," goda Aditia. "Kalo enggak, mana mungkin lo marah cuma gara-gara gue nulis itu." "Jangan-jangan lo ngira kalo Key yang nulis tulisan itu ya, Acieee ---" "Diam! atau kubunuh kau!" d
Aditia kembali ke dalam cafe dan kembali duduk di kursinya. Dilihatnya hanya ada Reynal dan Leo, ia pun bertanya-tanya"Lahh, sepupu lo belum datang juga Rey?" "Ini juga masih ditunggu. Heran, kemana dulu itu anak? Gara-gara lo juga nih, kelamaan di toilet." "Lah? Kok jadi gue?" Aditia keheranan. "Tadi gue mau cari Fayla keluar, tapi mana mungkin gue tinggalin Leo sendiri disini, yaudah gue harus nunggu lo balik. Eh, ternyata lu lama gak balik-balik kayak ditelen bumi," celoteh Reynal "Ya maaf, soalnya tadi di toilet gue debat sama cewek," tutur Aditia "Hah? Yang bener aja, yang ada lo gombalin tu cewek." Reynal sesikit tertawa mendengarnya. "Asli bukan palsu Rey, tadi ada cewek kerudungan yang ngintip gue lagi kencing," "Yaelah Dit, mana mungkin ada cewek mau ngintip lo di toilet cowok. Apalagi lo bilang ni cewek kerudungan, ngaco l
Bel pulang sekolah berbunyi. Key menelusuri koridor sekolah yang mulai sepi dengan kedua kaki yang gemetar dan jantung yang berdebar-debar. Karena hari ini ia akan berbicara serius dengan sosok yang ia kagumi. Key tidak pernah seperti ini sebelumnya. Hanya satu alasan kenapa ia sangat mengagumi sosok yang bernama Leonar itu. Leo adalah orang pertama yang memuji karangan tulisannya. Seandainya Leo tidak memuji karangan Key waktu itu, Mungkin mereka tidak akan saling kenal saat ini. Sepertinya gudang sekolah adalah markas pertemuan mereka dan pulang sekolah adalah waktu mereka untuk melakukan pertemuan itu. Saat Key hampir sampai, terlihat Leo yang tengah bersandar di dinding pinggir gudang. Key tidak bisa membohongi dirinya, lelaki itu benar-benar terlihat tampan. Dengan tas yang disoren di sebelah bahunya, beserta kedua tangan yang dimasukan kedalam saku celananya. Lalu berdiri sebelah dengan kaki kanan yang disandar li
Reynal kemudian berjalan pelan menghampiri ketiga perempuan itu sambil tidak melepaskan pandangannya dari Sira. Sedangkan Sira sendiri hanya mencoba membuang muka ke arah lain. Namun, Reynal hanya diam saat sudah berhadapan langsung dengan ketiga perempuan itu. "Lah? Kok pada diem? Dogy ama meong gak mau salaman gitu?" ucap Fayla sambil melirik Reynal dan Sira yang dari tadi hanya saling diam. Reynal kemudian menyodorkan tangan isyarat mengajak Sira bersalaman, kemudian Sira juga menjabat tangan Reynal dan keduanya berakhir salaman tanpa sepatah kata pun. Key yang melihat itu mendadak tersenyum, ia teringat akan pertemuannya dengan Leo saat pertama kali di tangga lantai dua. Keduanya kaku saat hendak bicara, ternyata hal serupa bisa terjadi pada sahabatnya Sira. "Ekhem! Ciee pada malu-malu, biasanya kan pada berantem mulu," ujar Fayla yang memecahkan keheningan diantara mereka. Key juga terlihat senyum
"Kau adalah perempuan teraneh yang pernah aku temui Khansa Arima Iriana." ~Leonar Halim Al-ghifari~
Leo duduk termenung di rerimbunan pohon yang berdiri tegak di pinggir danau. Ia benar-benar berfikir keras untuk keluar dari masalahnya itu. Untuk saat ini, ia membutuhkan jawaban atas segala pertanyaan di benaknya itu. Sesekali ia memijat keningnya karena terlalu keras berfikir. Apa aku harus menerima tinggal bersama Ayah? benaknya bertanya-tanya, menurutnya itulah langkah pertama untuk mengetahui kebenaran tentang tragedi masa lalunya. Menurutnya, ada beberapaa kejanggalan yang harus ia selidiki. "Duaarrr!" Suara itu jelas membuat Leo terhentak karena terkejut, renungannya juga buyar seketika karena mendengar suara itu. Kala ia menoleh ke sumber suara, matanya sempat terbelalak mendapati Khansa yang dari tadi jongkok sambil menertawakannya. "Kaget ya? Hehe maaf," ujar Khansa sambil mengambil po