Share

Sang Atlet

Di pagi hari yang masih hangat dengan sinar mentari, Leo datang ke sekolah lebih awal dari sebelumnya. Terlihat buku kecil yang ia sebut sebagai jurnalis pribadi itu dibawa untuk menjadi pegangan kesehariannya. Laki-laki yang satu ini memiliki hobby membaca buku, ditangannya selalu terlihat bermacam-macam buku saku setiap harinya. Kehabisan bahan bacaan, karena itulah pagi ini dirinya menyempatkan pergi ke perpustakaan yang berada di lantai tiga salah satu bangunan sekolahnya itu.


Leo mengabaikan banyak sorotan mata yang tertuju padanya ketika ia mulai memasuki perpustakaan. Tidak ada yang berani bertanya padanya, yang ada laki-laki ini justru selalu mengabaikan berbagai sapaan orang lain.


Alasannya sederhana, Leo hanya sebatas terkenal dengan sifatnya yang dingin gemar mengabaikan orang lain dan wajahnya yang kelewatan tampan --bukan karena otaknya yang jenius dan memiliki kemampuan menganalisa. Dirinya yang tidak aktif dalam kegiatan sekolah membuat pandangan orang pada Leo sebagai anak cerdas dan jenius teralihkan.


Leo mulai menjelajahi setiap sudut perpustakaan sampai akhirnya ia berhenti di sudut tenggara perpustakaan. Dia pun menyimpan buku jurnalisnya di sebuah meja, lalu melanjutkan mencari buku yang cocok dijadikan bahan bacaan di sebuah rak buku Geografi.


Cukup lama ia mencari buku yabg cocok untuk dirinya, akhirnya ia menemukan buku yang tepat. 'Titan dan Rea, dua pedamping Saturnus' adalah judul buku yang ia pilih.

Judul yang bagus untuk dijadikan project novel, pikirnya.


Ia pun berniat kembali sebelum akhirnya ia melupakan sesuatu yang mengharuskan dirinya kembali lagi. Leo keheranan setelah mendapati buku jurnalis pribadinya tidak ada di meja penyimpanan map. Akhirnya ia memutuskan untuk menjelajahi sudut tenggara untuk mencari bukunya itu. Jujur saja, ia tidak terlalu ingat di meja mana ia menyimpan buku jurnalisnya itu.


Senyum lega terukir di raut wajah Leo setelah ia menemukan buku jurnalisnya itu di atas meja atlas dan globe, tanpa pikir panjang ia pun memasukkannya ke dalam tas supaya tidak tertinggal lagi.



   ****



Bel menunjukan istirahat, seluruh siswa-siswi SMA Aryabina bertebaran keluar dari kelasnya masing-masing. Namun tidak dengan Leo, remaja yang satu itu memilih diam sendiri sambil termenung memandangi luaran jendela yang menampakkan club voli yang tengah mengadakan pelatihan. Namun renungannya pun akhirnya buyar setelah dua temannya menghampiri dirinya.


  "Hey Leo, lo diem-diem bae. Mau ikut gak keluar ama kita?" tanya Aditia.

  "Lo gak laper gitu? Biar kita temenin ke kantin kalo lo laper," tawar Reynal.

  "Nggak," jawab singkat Leo.


Sedikit tentang Reynal dan Aditia, keduanya adalah orang yang mampu berteman dengan Leo. Berawal dari ketiganya yang selalu bertemu di rooftop sekolah dan sering tidur berbarengan disana, hal itulah yang lama kelamaan membuat ketiganya menjalin persahabatan dan sulit terpisahkan.


Bukan hanya itu, Reynal dan Aditia tidak kalah dalam segi ketampanan mereka --meskipun Leo lebih unggul dari mereka. Jika mereka terlihat berjalan atau beraktivitas bertiga, sering kaum hawa menyebut mereka dengan sebutan "Trio Handsome"


Keduanya keheranan saat Leo terus termenung sambil menonton kegiatan latihan club voli.

  "Lo liatin apa sih?" Reynal mengikuti arah tontonan Leo keluar jendela.

  "Eh, itu kan cewek yang kemarin futsal. Si Key kan?" tunjuk Reynal pada salah seorang anggota club voli yang mengenakan kerudung.

  "Mana?" Aditia mengikuti arahan yang Reynal tunjukan. "O ya bener. Itu kan cewek yang cetak 4 gol pas pelatihan futsal tim Elang," sambung Aditia. "Gila, talenta olahraganya mantep banget. Jago voli ama futsal juga." lanjutnya lagi sambil menggelengkan kepala.

  "Lo baru tau? Tu cewek hampir nguasai semua peran di voli. Dulu sempet jadi setter, tapi karena refleks spikenya ngefly banget, coach Reno ama coach Karina tunjuk dia jadi wings spiker inti," jelas Reynal.

  "Katanya tu cewek jago tenis meja ama beladiri silat juga ya?" Aditia memastikan.

  "Ho'oh, makanya banyak yang nyebut si Key 'Sang Atlet'."

  "Widih. Parah parah parah," Aditia geleng kepala.

  "Tapi ya, tu cewek orangnya tomboy, mana jarang ngomong lagi, agak tertutup juga orangnya," sela Reynal.

  "Ya sama aja kayak orang ini." Bola mata Aditia melirik Leo yang dari tadi hanya menyimak dan menjadi pendengar setia keduanya. "Jodoh kali ya," kekehnya lagi.

  "Lo cocok deh sama tu cewek." Renal berdalih pada Leo.

  "Maksud?" Leo tidak faham.

  "Tuh liat!" Aditia memutar bahu Leo hingga mengarah memandangi perempuan tadi. "Dia itu sama kayak elo. Takeran ngomongnya, muka datarnya, talentanya, misteriusnya, sama deh pokoknya. Ada niatan lo buat gebet gak?"

Leo kembali menoleh ke depan.   "Jangan membahas wanita, aku tidak tertarik." Leo menekankan jawabannya.

  "Lo beneran vakum ama cewek? Lo normal gak sih? Masa otak encer kayak lo seleranya guy?" Reynal pun beralih duduk di meja depan Leo.

  "Aku masih memiliki akal sehat," tukas Leo.

  "Seterah lo. Tapi gue saranin nih ya. Lo kan punya selera cewek yang tinggi, kenapa gak deketin si Key aja? Dia lain dari cewek biasanya," tawar Aditia.

  "Ah masa? Napa lo berargumen Key itu 'beda dari yang lain'?"

  "Rega si gitaris band yang suka gonta-ganti cewek juga, malah insaf kan gara-gara terus dicampakin si Key," ujar Aditia sambil mengeluarkan permen karet dari saku bajunya dan berakhir menguyahnya.

  "Wahaha, si Rega parah banget nekatnya. Pake boy kayak dia mah gak selevel ama si Key. Yang jadi levelnya itu si Leo."

  "Kalo si Leo ama si Key jadian, pasti perang dingin ama gencatan senjata yang ada. Eh apa malah jungir balik uwwu-uwwuan kali ya?"

  "Kemungkinan besar kaku sih," celetuk Reynal.


Keduanya kemudian cekikikan menertawakan Leo yang dari tadi hanya diam menyimak perbincangan keduanya.


  "Lucu sekali," balas Leo dengan muka datarnya.


Karena Reynal dan Aditia susah berhenti tertawa, ia pun menghela nafas pelan kemudia berbicara kembali, "Kalian kemari hanya untuk mengejek dan menertawakanku?"


"O tentu tidak!" sahut Aditia. "Kasih tau Rey," suruhnya lagi.


  "Kita mau kabarin elo, kalo pulang nanti lo ikut kita latihan buat tanding basket lawan anak IIS yang diadain club Basket. Hadiahnya gak main-main oy, ngecamp di rute club pencita alam full gratis biaya makan tiga hari. Lo jangan nolak, kita udah masukin lo ke daftar!" paksa Reynal.


  "Aku malas." Leo menolak ajakan sahabatnya itu.

  "Ya gak bisa gitu dong! Lo harus ikut. Atau kita kasih tau para guru-guru kalo lo pernah juara di Ajang Kompetensi Matematika Sains di Singapura, biar elo jadi repot ikut macem-acem ajang olimpiade disini," ancam Aditia yang tentu saja membuat Leo berfikir dua kali.


  Pemaksaan teman-temannya itu tidak bisa membuatnya menolak. Keduanya terkenal aktif di berbagai kegiatan sekolah dan sudah tersorot di kalangan para guru. Leo tahu, Reynal dan Aditia sengaja memaksanya untuk aktif seperti mereka di berbagai kegiatan sekolah. Bisa dikatakan keduanya risih dengan kelakuan Leo yang keterlaluan pemalas.


  "Lo pikir kita kagak tau apa? Kita udah fotoin semua penghargaan plus sertifikat tes IQ lo yang hasilnya hampir mencapai jenius. Tinggal klik tombol share aja, auto lo bakalan repot dan banjir ajakan lomba sama perekrutan calon anggota club terpilih," sambung Aditia. "Qamu seriuz mazih mau nolack?"

Leo mendengus kasar, "Kalian ini! Merepotkan!"

  "Repotin mana sama lo yang kebanjiran olimpiade? Tinggal ikutan basket aja susah lo!" omel Reynal.


Leo menggerutu dalam hatinya. Ia benar-benar enggan dan malas untuk menguras tenaganya hanya karena ikut kedua temannya latihan untuk bertanding basket. Di sisi lain, ia lebih enggan jikalau para guru dan murid lainnya tahu rahasianya itu. Bisa-bisa ia direpotkan dengan berbagai lomba, kegiatan, pelajaran dan hal lainnya yang memusingkan baginya.

  "Ikut yah, soalnya senjata rahasia tim sebelas MIA kan elo." Reynal menepuk bahu Leo sambil terkekeh.

Leo masih terdiam, belum ada jawaban yang dilontarkan dari mulutnya.

  "Fix, kalo lo diem berarti setuju sama mau ikut tanding!" Aditia menyela sebelum Leo menjawabnya. Tentu saja Leo keheranan dan sempat ingin menegur temannya itu.

  "Hey, aku belum jawab!" ketus Leo.

  "Heran gue, padahal lo punya skill di dribbling loh. Kayak yang udah belajar banyak ampe nguasai tekhnik-tekhnik Basket. Hari itu juga shooting lo masuk di jarak lima meter, itu udah nunjukin lo itu handal. Gue gedek banget ama sifat pemalas elo!" komentar Reynal.

  "Bener tuh. Kalo gue liatin ya, lo punya trik tipuan khusus buat ngecoh lawan. Keliatan banget kalo lo lagi ngebounce pass bolanya. Gue yakin kalo lo masuk club basket, auto jadi kapten dah lo," sambung Aditia.

  "Kalian saja yang ikut, jangan paksa aku." Leo menekankan perkataannya.

  "Mana bisa bro, kita udah masuk anggota inti Dewan Ambalan di ekstra. Kalo di intra kita udah masuk anggota MPK, kita gak sempet ikutan club basket soalnya sering outdoor dua-duanya. Cape kalo kita sambet semua," kekeh Reynal.

Mendengar hal itu Leo langsung membeliakkan bola matanya. "Kalian? Anggota MPK?"

  "Napa? Lo gak percaya? Inget Leo, bar-barnya kita cuma depan lo doang. Depan guru ama murid yang lain, kita itu punya jabatan ama image sendiri. Ye kan Rey?"

  "Yoi." Keduanya pun melakukan tos kebiasaanya sembari merapikan rambutnya berlagak sebagai most wanted umat hawa.


Leo hanya memutar bola matanya, menanggapi malas perkataan kedua temannya itu.

  "Fix, lo ikut kan?"

Tak bisa menolak, Leo hanya mengangguk pasrah menuruti kemauan keduanya. Lagi pula, namanya sudah terlanjur tenar.

  "Ya."

  "Yosh, gitu dong! Jangan lupa latihan hari ini," peringat Aditia.

  "Kita mau ke pos PKS nongkrong ama yang lainnya nih, lo mau ikut gak?"

Leo menggeleng. "Kalian saja."

  "Yaudah. Kayaknya lo masih pengen terus fokus liatin 'Sang Atlet' nih. Haha, kalo lo penasaran ajak duel aja tu cewek." Reynal bicara dengan nada agak menyinyir.

  "Ati-ati Leo, dari mata turun ke hati bro!"


Keduanya tertawa sambil meninggalkan Leo yang masih diam sendiri di bangkunya. Menanggapi kelakuan Reynal dan Aditia, ia hanya menghela nafas panjang.

  "Two trouble," gumam Leo.


Saat Leo hendak mengambil buku bacaannya di kolong meja, ia pun tak sengaja menemukan sebuah coklat dengan sepucuk surat. Dari gaya suratnya, Leo tahu itu adalah pemberian dari seorang perempuan.


Leo sadar, kini namanya mulai populer. Ia hanya merutuki dirinya sendiri karena sudah kelewatan menunjukan kelebihannya.

  "Andai aku tidak menjawab keseluruhan soal PAS, mungkin nilaiku tidak akan sempurna," gerutu Leo.


Kemudian lelaki itu menghela nafas. Reynal dan Adit, seandainya mereka tidak memaksaku basket hari itu. Mungkin anak yang lain tidak akan penasaran denganku,  benak Leo juga ikut menggerutu.


Tapi apa boleh buat, namanya sudah terlanjur naik daun di SMA Aryabina. Ia tidak bisa menyembunyikan lagi bakat dan talentanya. Leo pun pasrah dan mengikuti saja alurnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status