Share

episode 5

“Apa kamu bilang!"

Deg!

Aji terperanjat ketika mendengar teriakkan yang sangat melengking itu, suara itu seperti sudah tidak asing lagi bagi dirinya.

Dengan perlahan, pria yang memiliki rambut ikal itu langsung melihat ke arah sumber suara yang sudah mengagetkannya.

Benar saja yang di ucapkan oleh Aji, ternyata wanita yang tadi berteriak itu adalah Bu Nesih, dia adalah adik dari Bu Ati. Orangnya memang terkenal sangat tegas dan bertanggung jawab, jadi tidak heran jika dia terlihat akan sangat marah ketika Aji tidak mau untuk bertanggung jawab atas apa yang telah dia buat.

Terlihat wanita yang ditaksir berumur lima puluh tahunan itu sedang berdiri sambil bertolak pinggang.

Matanya menatap tajam ke arah Aji, dia sangat marah ketika mendengar kabar bahwa keponakannya telah menghamili anak orang lain.

“Beraninya kau mau mempermainkan acara yang sangat sakral ini! saya akan memotong burungmu itu, jika kamu dengan beraninya membatalkan pernikahan!” tegas Bu Nesih.

Seketika Aji langsung memegangi burung kesayangannya, ia nampak bergidik ngeri ketika membayangkan benda pusaka yang selama ini ia jaga, akan di potong kembali oleh bibinya itu.

“Astaga...! ngeri amat ya." gumam Aji.

“Heh...! kamu masih berani mau membatalkan pernikahannya hmm?” ujar bi Nesih.

“Ti—tidak Bi, Aku cuma bercanda kok hehe.” seru Aji.

“Awas saja jika kamu mau membatalkan acara ini, bibi tidak akan segan-segan untuk melakukan itu kepada kamu!” ancam Bi Nesih.

Kemudian, Bi Nesih pun pergi meninggalkan Aji yang sejak tadi merasakan ketegangan yang sangat luar biasa.

Dia menghela nafas lega, karena bibinya yang sangat galak itu telah pergi.

“huh...! Akhirnya pergi juga," ujar Aji, “terus Aku harus bagaimana? Masa iya harus menikah dengannya, aargh...!” pekik Aji.

Sementara di lain tempat, Tari telah selesai membicarakan tentang sidang perceraiannya dengan Pak Andre.

“Oke sampai ketemu di Minggu depan ya, Mbak Tari.“ ujar Pak Andre yang berpamitan.

“Iya, Pak. sampai jumpa.“ jawab Tari.

Setelah itu Tari langsung pergi meninggalkan restoran, namun, tepat di depan pintu masuk tiba-tiba kunci motor matic Tari terjatuh ke lantai. Dan bertepatan dengan itu ada seorang pria yang tengah berjalan tergesa sambil melihat ponselnya, tanpa melihat ke arah depan yang di mana ada Tari di sana dan...

Brraaak!

“Aduh...! hati-hati dong Mas kalu jalan." ujar Tari sambil mengaduh.

“So—sorry, saya tidak sengaja." ujar pria itu.

Pria yang belum di ketahui namanya itu langsung menyodorkan tangannya kepada Tari. Akan tetapi Tari tidak menghiraukannya, dia malah berdiri sendiri dan langsung pergi begitu saja.

“Sangat menyebalkan!” cetus Tari.

Pria itu tersenyum manis sambil memandangi Tari yang telah berlalu dari hadapannya.

“Hey Wil, lo lagi ngeliatin apa sih sambil senyum-senyum gitu?” tanya salah satu temannya.

William Abimana, pria tampan, yang memiliki postur tubuh atletik.

Dia adalah pemilik Restoran yang baru saja Tari kunjungi. Pria gagah dan rupawan itu telah banyak di gandrungi oleh sebagian perempuan, akan tetapi, dia tidak sama sekali tertarik untuk menjalin hubungan.

Dia mempunyai trauma yang sangat mendalam saat menjalin hubungan dengan salah satu seorang wanita.

“Enggak, Cuma ada insiden sedikit." ujar William.

“Oh ya udah yuk makan, Gue laper nih.” ujar Andika.

Sementara Tari, dia sudah pergi meninggalkan restoran itu.

Di perjalanan, wanita cantik itu melihat ada pedagang bakso cuangki, itu adalah makanan kesukaannya.

Saat Tari ingin menghampiri pedagang bakso cuangki tersebut, tiba-tiba ada Dara yang menghampiri dan ingin membeli bakso juga.

“Eh, ada Mbak Tari. Mbak mau beli bakso juga ya?” tanya Dara dengan lemah lembut.

“Ada apa ini? Kok dia tumben banget nyapa aku dengan nada yang lemah lembut,” gumam Tari.

“Iya nih, lagi pengen aja." jawab Tari.

Kemudian Tari memesan bakso dan makan di tempat.

“Bang, baksonya satu yang pedas ya?” ujar Tari.

“Sama bang, Aku juga satu ya makan di sini.” seru Dara.

Dara melangkah dan ikut duduk di samping Tari, dia memperhatikan Tari dengan raut wajah yang sulit untuk diartikan.

“Kamu kenapa melihat saya seperti itu?” tanya Tari penasaran.

“em... sebenarnya Aku mau bilang sesuatu sama Mbak.“ ungkap Dara.

“Bilang saja gak papa!” titah Tari.

Gadis remaja itu langsung membetulkan posisi duduknya agar menjadi lebih nyaman.

“Mbak ingatkan sama janji Mbak yang dulu?” tanya Dara .

“Janji yang mana ya? Maaf saya lupa."

“Janji yang katanya kalau Mbak sama kak Aji menikah, Aku akan di belikan handphone baru.” ujar Dara.

Tari tersenyum tipis, tebakannya kali ini benar. Bahwa mantan adik iparnya mendekati dia hanya untuk menginginkan sesuatu saja.

“Oh yang itu?” ujar Tari.

“Iya Mbak, Mbak mau kan nepati janji itu sekarang?” tanya Dara yang tidak tahu malu.

“Begini Dara, memang benar saya pernah berjanji seperti itu dan saya pun tidak lupa.” ujar Tari.

“Jadi benarkan Mbak mau membelikan Aku handphone? Pokoknya Aku mau handphone yang keluaran terbaru, “ seru Dara dengan antusias.

Wajahnya berbinar, seakan benar Tari akan membelikan handphone keluaran terbaru seperti apa yang Dara inginkan.

“Maaf Dara, tapi saya tidak akan pernah membelikan apa yang kamu mau." ujar Tari tegas.

Daaar!

Semua bayangan handphone terbaru yang ada di kepalanya kini telah musnah, berbarengan dengan ucapan yang calon kakak iparnya itu sebutkan.

Merasa telah di bohongi oleh Tari, Dara naik pitam, ia mengepalkan tangannya dengan erat dan memandang wajah cantik Tari dengan sorot mata yang tajam.

“Maksud Mbak apa? Mbak mau mengingkari janji ha!” pekik Dara.

“Ya kan dulu janjinya kalau saya sama kakakmu sudah menikah, Tapi kan sekarang saya beserta kakakmu itu tidak jadi menikah” ujar Tari, “karena saya dan Mas Aji batal nikah, berarti batal juga buat saya membelikan handphone tersebut.“ sambungnya lagi.

Brak!!

Dara menggebrak meja, semua orang yang sedang membeli bakso di situ pun ikut terkejut. Kebetulan memang hari ini cukup banyak orang yang membeli bakso langganan Tari itu.

Semua pusat perhatian banyak orang tertuju kepada mereka berdua, dan ada pula yang mengambil rekaman ketika Dara yang sedang menggebrak meja.

“Enggak bisa gitu dong Mbak! Kalau sudah janji ya harus di tepati, gak bisa di batalkan gitu saja!” teriak Dara.

Hilang sudah selera makan Tari, dia terlanjur malu dengan apa yang Dara perbuat di kedai itu.

Emosi wanita yang baru saja menginjak umur ke-25 tahun itu semakin membuncah, namun ia tahan agar tidak menimbulkan pertengkaran di tempat umum.

“Ini bang uangnya, kembaliannya ambil saja." titah Tari yang akan meninggalkan kedai itu.

“Heh...! Mbak mau ke mana kamu?” ujar Dara.

Wanita cantik itu tidak menghiraukan ucapan calon adik iparnya. Namun, Dara yang emosinya sudah tidak bisa di kendalikan lagi tiba-tiba, ia berlari dan mendorong tubuhnya dengan kencang.

Beruntung, ada seorang pria yang menangkap tubuh Tari yang akan tersungkur ke tanah, yang tidak menjadikan dia untuk terjatuh.

“Aduh...!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status