Share

Istri Rasa Selingkuhan 2

Lalu lintas menuju kantor Ivan macet. Bisa-bisa aku telat tiba di sana.

"Pak, Pak. Bisa nyalip, nggak? Saya  sudah telat, nih!"

"Maaf, Mbak. Kita  lewat jalan kampung aja gimana?" usul supir taksi.

"Boleh, Pak. Cepetan ya, pak!"

Pak supir itu mengangguk, kemudian berbelok ke salah satu jalan kampung. Beruntung pak supir itu sangat memahami jalan. Hingga perjalanan kami kembali lancar.

Mulai besok aku harus berangkat lebih pagi. Aku harus lebih disiplin dan profesional.

Taksi yang aku tumpangi berhenti di depan  sebuah gedung yang menjulang tinggi. Menurut Ivan, kantornya berada di lantai dua belas. Setelah turun dari taksi, gegas aku melangkah masuk dan menuju lift. Ternyata di depan dua lift yang saling  berhadapan ini penuh oleh karyawan yang sedang mengantri hendak menuju kantornya masing-masing. Gedung ini memang terdiri dari beberapa perusahaan yang berbeda di setiap lantainya.

Sesaat melirik arloji ditanganku, ternyata waktuku tinggal sepuluh menit lagi. Berdecak kesal, karena hari pertama saja aku sudah tidak disiplin. Alasan apa yang harus aku katakan pada Ivan nanti. Walaupun aku  kenal baik dengan laki-laki itu yang aku dengar juga sebagai pemilik dari perusahaan ini, namun aku tetap harus profesional

Dua pintu lift terbuka secara berbarengan. Para karyawan masuk saling ingin mendahului. Sementara aku yang belum paham situasi di sini, hanya bisa memandang mereka.

Lift kembali penuh. Terpaksa aku mengalah, menunggu lift berikutnya terbuka kembali. Aku menoleh ke belakang, ternyata sudah sepi. Hanya ada aku dan seorang pria berjas abu tua. Pria itu mengangguk ramah padaku. Sebagai orang baru, aku pun membalas anggukannya.

Setelah cukup lama menunggu,  pintu lift kembali terbuka. Aku dan pria itu masuk bersamaan. Kemudian Pria itu menekan angka dua belas.

"Lantai berapa?" Suara bariton pria itu mengejutkanku.

"Kebetulan sama, dua belas juga," sahutku.

Pria itu mengernyitkan dahinya. Mungkin dia bertanya-tanya karena kami akan menuju ke perusahaan yang sama.

Pintu lift terbuka dan langsung berada di depan sebuah pintu kaca bertuliskan PT Fortune Pharma.

"Silakan, Nona!" Pria itu memintaku untuk keluar dari lift lebih dulu.

"Terima kasih," sahutku dengan sedikit menunduk.

Aku melangkah keluar dan hendak menghampiri meja reseptionis yang berada tidak jauh dari pintu kaca. Namun saat kami baru saja keluar dari lift, semua orang yang berada di sana sontak berdiri dan mengangguk hormat pada pria yang bersamaku ini.

"Pagi Pak Devan ..."

"Selamat datang Pak Devan."

Spontan aku menoleh padanya. Pria itu kembali mengangguk dan tersenyum pada mereka.

"Selamat pagi!" Kembali suara bariton itu menggema di telingaku.

Siapa pria ini sebenarnya? Aku terus memandang punggung tegapnya hingga menghilang melewati pintu kaca kantor ini.

Komen (16)
goodnovel comment avatar
Evi Azza
cerita nya menarik
goodnovel comment avatar
Nengah Juniasih
keren ceritnya
goodnovel comment avatar
Dissa Patania
bagus bgt ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status