"Anak adalah harta yang paling berharga bagi orang tua yang baik."
Aira—
***
Ketika membuka mata yang terlihat hanya silau lampu. Yang terdengar suara tetes demi tetes cairan, bahkan saat tangan kiri diangkat rasanya ngilu.
Saat mata sempurna terbuka barulah aku tau ini di mana. Rumah sakit. Apa ini nyata? Selama ini jika sakit mana ada aku dibawa ke rumah sakit.
"Saat air mataku jatuh karena kalian, hatiku sama sekali tak punya dendam."Aira—***Aku tersenyum kecut melihat kedatangan ayah dan ibu. Bukan keinginan mereka melainkan atas permintaan kak Andi yang memaksa. Mereka juga membawa buah tangan untukku. Tapi tatapan mereka seolah-olah tak ingin berada di sini. Kak Andi juga seperti mengerti, namun
"Karena kebodohanku orang yang menganggap pun perlahan mulai merenggang."Aira—***Tertutup sejadah dan terlipatnya mukena putih, adalah saksi di setiap aku meminta kepada sang kuasa. Setelah sholat isya ku rebahkan tubuh lemah ini. Menatap langit kamar. Di sana ada bayangan indah masa kecil dan bayangan pahit masa depan. Terdengar riuh di ruang keluarga. Canda tawa atas kerind
"Sesingkat jam yang bergerak dari angka ke angka. Itulah pertemanan kita."Aira—***Setelah mencuci pakaian aku langsung menyapu rumah dan halaman. Saat menyapu rumah kebetulan bersamaan dengan bangunnya anggota keluarga 5A.Mereka sudah berpakaian rapi ala rumahan. Berbeda dengan aku yang masih memakai piyama lusuh dan bau keringat.
"Ternyata perihal dicintai adalah hal langka bagiku."Aira—Mendengar suara itu aku langsung berlari menghampiri. Sebab, yang berada di dapur adalah kak Andi. Takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.Saat sampai betapa terkejutnya, aku melihat piring yang pecah berserakan di bawah bersama nasi. Sedangkan kak Andi malah terdiam dan memandanginya."Kakak gak pa-pa?" Aku langsung melihat tangan kak Andi, yang ternyata telapak tang
"Sebenarnya aku masih bimbang mengapa aku selalu dibedakan?" Aira—***Kak Andi sangat berani menatap ayah sekarang. "Apa pendidikan tinggi menandakan bahwa etika seseorang itu baik? Apakah pendidikan tinggi itu menandakan bahwa dia jauh lebih baik dibandingkan dengan orang yang tidak berpendidikan?" cercah kak Andi naas membuat napas ayah memburu.Ayah menunjuk dada kak Andi. "Kamu tau apa tentang cara me
"Sebenarnya tidak perlu menjadi pintar untuk bisa jadi orang baik."Andika—***<POV 3>°°°°Malam ini rasanya menjadi malam paling kelam. Hari minggu yang seharusnya menjadi kegembiraan bagi Aira, malah menjadi mala petaka. &
"Sembilu yang tak nyata menyayat qalbu tanpa iba."Aira—***Tepat jam enam pagi suara kunci kamar dibuka. Aira yang sudah siap siaga menerima kelamnya pagi ini. Bahkan deheman ayah telah membuat darah-darah Aira berdasir hebat serta jantungnya berpacu kencang. Menghela napas panjang sambil membawa setumpuk buku dari ayah malam tadi. Seharian penuh Aira menahan lapar dan haus, semalaman pun tak mampu mengerjakan
"Cinta itu tidak abadi, hanya sekedar singgah sebagai pelengkap. Nyaris kasih sayang'lah yang akan abadi, terus menetap sampai raganya mati."Aira—***