Share

Kebaikan kecil

Melihatku tetap diam membuatnya bingung, dia menggaruk kepalanya yang kuyakini tidak gatal itu.

Kemudian dia tersenyum, mungkin menyadari sesuatu pikirku.

“Tenang aja mbak, ini nggak ada peletnya kok, belum expired juga,” lanjut dia dengan senyum yang menampilkan deretan giginya.

Aku mengambilnya dengan tetap diam, sebenarnya bukan karena takut jika minuman ini ada peletnya tapi aku masih bingung dengan sikapnya yang cepat berubah, tadi dia sangat menyebalkan, sedetik kemudian dia berubah baik.

“Hari ini kita bertukar minuman, siapa tau suatu saat bertukar tulang,” dia kembali bersuara.

Aku yang mendengarnya menjadi bingung, kemudian melihatnya dengan tatapan bertanya ‘maksudnya?’.

“Iya bertukar tulang, mbak jadi tulang rusuk aku dan tentu saja aku jadi tulang punggungnya mbak,” ucapnya disertai dengan tawa kecil.

Aku hanya memutar bola mata malas mendengar gombalannya, sedangkan dia masih setia dengan senyum menyebalkannya. Aku dan dia kembali diam, sibuk dengan pikiran kami masing-masing. 

“Oh iya mbak, dari tadi kita ngomong, eh maksudnya berantem tapi nggak tau nama masing-masing-masing dari kita,”

Aku melihatnya, dalam hati membenarkan apa yang dia katakan.

“Aku Zidan Ahmad Alfain,” dia memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangan. 

Aku yang melihat hal itu diam sesaat, lalu memperkenalkan diriku.

“Aku Zhia, Zhia Ulfatul Latifah,” jawabku yang hanya menangkupkan tangan didepan dada.

Melihat apa yang aku lakukan, dia menarik kembali uluran tangannya dengan canggung. Aku juga hanya tersenyum tipis melihat tingkahnya.

“Eh, maaf mbak aku lupa kita bukan mahrom ya, eh maksudnya belum. Siapa tau kan besok lusa jadi mahrom,” gombalnya kembali disertai kekehan, aku hanya melotot mendengar apa yang dia ucapkan. Namun justru apa yang aku lakukan membuatnya semakin tertawa.

Aku hanya memandangnya heran, meraba wajah untuk mencari sesuatu yang mungkin bisa membuatnya terus tertawa jika melihatku. Tapi aku merasa tidak ada yang berbeda apalagi sesuatu yang lucu dari wajahku.

“Aku bingung, kenapa kamu dari tadi terus ketawa sih? Aku nggak lagi ngelawak loh,” tanyaku dengan ekspresi bingung.

Dia mencoba menghentikan tawanya, lalu melihatku dengan serius. Aku yang ditatap olehnya merasa risih juga takut, aku baru saja mengenalnya, tidak tau apa dia manusia atau bisa jadi dia alien yang menyamar dan akan menculik manusia dibumi. Aku menepis pikiran konyolku dan kembali melihat dia.

“Kamu itu lucu banget mbak kalo lagi marah sama ngomel, apalagi melotot kaya tadi lucu banget tau hehe,” dia menjawab sambil tertawa kecil.

Aku menghela nafas, jengah dengan jawaban yang dia berikan. Aku tidak bisa memarahinya, karena memang itu hak dia untuk tertawa, terlepas dari apa yang dia tertawakan yang menurutku sedikit aneh. Tapi yasudahlah, aku tidak keberatan dengan hal itu, setidaknya aku menghibur orang lain meskipun aku sendiri tidak terhibur. Tentu saja aku kan sedang marah.

Aku diam, tapi mataku terus mencari sosok Tiara yang sedari tidak juga muncul. Aku menggerutu dalam hati, Tiara sedang apa di dalam kamar mandi, apa dia mengadakan konser disana?.

Melihatku yang terus menoleh kesana kemari, Zidan akhirnya bertanya.

“Cari siapa mbak?”

Aku menoleh ke arahnya, saat hendak menjawab pertanyaan Zidan aku mendengar seseorang memanggil.

“Zhi,” seru suara itu dari arah belakang

Aku dan Zidan serempak melihat ke arah datangnya suara, aku menghela nafas. Hufft akhirnyaa,,,

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status