LOGINClara, seorang pewaris yang tertekan, terancam kehilangan perusahaan warisan ayahnya karena hutang dan intrik pamannya. Satu-satunya jalan keluar adalah dengan menerima perjodohan paksa dengan pengusaha tua yang serakah, Tuan Hendra. Namun, Clara menolak untuk menyerah. Ia membuat taruhan gila: ia hanya punya satu bulan untuk menemukan calon suami demi membatalkan perjodohan itu. Dalam keputusasaan, ia menemukan Alex, seorang CEO muda yang dingin, arogan, dan kejam. Alex setuju menjadi "suami palsu" Clara, tetapi dengan syarat: pernikahan mereka hanyalah bisnis, tanpa emosi, dan Clara harus tunduk pada setiap kemauannya. Clara pikir ia telah menemukan jalan keluar, tetapi ia tidak sadar bahwa ia telah melompat dari satu neraka ke neraka lainnya. Saat mereka terpaksa berakting mesra di depan keluarga Alex, Clara menemukan bahwa di balik sikap dingin Alex, tersembunyi rahasia kelam dan rencana balas dendam. Keadaan semakin rumit ketika Clara mendapati dirinya menderita sakit, yang ia salah sangka sebagai tanda kehamilan. Hubungan palsu mereka menjadi nyata ketika Clara didiagnosis memiliki tumor dan Alex, secara mengejutkan, mengambil alih perawatannya. Di tengah semua konflik ini, Clara mulai melihat sisi rapuh dari Alex, membuka pintu pada sebuah ikatan yang tak terduga. Namun, apakah hubungan ini akan bertahan saat ancaman dari Tuan Hendra dan mantan kekasih Alex, Elena, terus membayangi, siap untuk membongkar rahasia pernikahan palsu mereka?
View MoreWajah Alex mengeras, matanya memancarkan amarah yang dingin. Setelah melihat Ny. Marissa dan Sofia mendokumentasikan keruntuhan sesaatnya di jalanan (Bab 88), mode Jangkar Alex kembali diaktifkan, tetapi kali ini, untuk melindungi Clara. "Mereka melanggar batas," desis Alex, suaranya rendah dan penuh bahaya. "Mereka menggunakan kelemahanku untuk menyerang fondasi yang baru kita bangun. Mereka akan membayar." Clara dan Alex segera menuju hotel terdekat. Mereka tidak bisa kembali ke kereta. Tempat ini harus menjadi arena baru untuk pertempuran mereka. Mereka berada di Ruang Lounge Hotel Mewah, tempat yang kontras dengan kekacauan di luar. Alex duduk di sofa kulit, mengambil ponselnya. "Mereka ingin bukti ketidakstabilan," ujar Alex, nadanya tajam. "Mereka ingin memicu rapat dewan direksi untuk melucuti kendaliku. Mereka akan menggunakan foto-foto itu sebagai amunisi." "Kita harus membalikkan serangan," kata Clara, lugas
Pagi itu, kereta api berhenti di stasiun kecil di kota tua Eropa. Udara dingin dan segar masuk ke kompartemen. Setelah malam pengakuan yang brutal, Alex masih memeluk Clara, tetapi cengkeramannya kini lebih lembut, lebih membutuhkan daripada mengontrol.Clara tahu, Alex baru saja melewati batas terbesarnya: membagi rasa bersalah masa lalunya.Mereka turun dari kereta. Peron itu ramai, penuh turis, penjual kaki lima, dan pengamen. Alex seketika tegang. Lingkungan ini adalah kekacauan visual dan audio yang tidak bisa dia kontrol."Kita harus segera mencari tempat tinggal," desis Alex, matanya memindai keramaian dengan cepat. "Terlalu banyak variabel di sini."Clara mengabaikan urgensinya. Dia tahu, Alex butuh dipaksa menoleransi kekacauan."Kita tidak terburu-buru, Alex," kata Clara, lugas. "Perjalanan ini bukan tentang efisiensi waktu, tapi efisiensi emosi. Kita akan sarapan di sini."Clara menarik Alex ke salah satu meja kafe kecil di peron. Alex duduk kaku, memancarkan isolasi di ten
Stasiun kereta api tua di Eropa terasa ramai dan kacau. Alex tampak kaku, wajahnya tegang. Dia membenci tempat ini. Kereta api, orang banyak, dan jadwal yang tidak bisa dia ubah adalah antitesis dari kontrol yang ia pegang.Alex dan Clara menaiki kereta, memasuki kompartemen pribadi mereka. Ruangan itu sempit, berpanel kayu kuno, dan memancarkan suasana keintiman yang dipaksakan. Ini adalah jebakan sempurna yang Alex siapkan untuk dirinya sendiri.Kereta mulai bergerak, menyentak. Alex duduk kaku di kursi beludru, memandang keluar jendela ke lanskap yang bergerak cepat, tetapi matanya memancarkan kegelisahan."Kau melanggar protokol kenyamanan," desis Alex, suaranya tajam, tidak ditujukan pada Clara, tetapi pada situasi. "Ruangan ini sempit. Aku tidak bisa bergerak. Aku tidak bisa mengontrol suara."Clara tersenyum dingin. Dia menyadari, Alex kini mengakui kelemahan terbesarnya tanpa dipaksa."Tidak ada lagi protokol, Alex," balas Clara, lugas. "Hanya ada kita. Kau memilih arena yang
Beberapa hari berlalu sejak konferensi pers. Suasana di penthouse telah berubah total. Tidak ada lagi ketegangan hukuman. Alex dan Clara sekarang berbagi ruang dengan keintiman konstan dan posesif yang jujur. Alex menepati janjinya: dia memeluk Clara kapan pun dia mau, tanpa menjadikannya hukuman, tetapi sebagai penegasan kepemilikan yang tulus. Namun, kedamaian itu terasa rapuh. Alex masih menyimpan trauma masa lalunya—ketakutan akan kehancuran akibat cinta. Clara tahu, untuk mengokohkan fondasi mereka, dia harus menghancurkan bayangan masa lalu itu. Siang itu, Alex membawa Clara ke luar kota, ke tempat yang belum pernah Clara datangi: Panti Asuhan yang Dikelola Rahasia oleh A&A Group. Panti Asuhan itu adalah bangunan sederhana tetapi terawat, jauh dari kemewahan kota. Itu adalah simbol sisi tersembunyi Alex yang penuh tanggung jawab, tetapi juga penuh rasa takut. Mereka disambut oleh kepala panti. Anak-anak panti segera mengenali Alex, tetapi mereka memanggilnya Tuan Agung, buk
. Pagi itu terasa berbeda. Alex dan Clara tiba di Ruang Konferensi Pers A&A Group. Ruangan itu dipenuhi kilatan lampu kamera, puluhan wartawan, dan meja-meja yang diduduki para investor—termasuk Ny. Marissa dan Sofia, yang duduk di barisan depan dengan tatapan tajam dan menghakimi. Alex dan Clara berjalan bersama menuju podium. Mereka melangkah dalam keintiman fisik yang dipaksakan sebagai strategi, tetapi terasa aneh. Alex tidak memegang tangan Clara dengan posesif; dia memegangnya dengan kepercayaan dan kebutuhan yang baru. Mereka berdiri di podium. Alex, sang Jangkar, terlihat tenang, tetapi Clara tahu, ini adalah ujian terberatnya: menampilkan cinta di depan umum yang menuntut kontrol absolut. Alex memulai dengan pengumuman akuisisi. Suaranya kuat, lugas, dan profesional, mengumumkan pengambilalihan aset inti Proyek K dari Devano. Pasar segera bereaksi; saham A&A mulai menunjukkan pemulihan di layar monitor. "Akuisisi ini," ujar Alex, menatap kamera dengan tegas. "Adalah bukt
Suasana di restoran dengan desain modern dan minimalis itu terasa netral, tetapi ketegangan di meja Clara terasa dingin dan nyata. Siang itu, Clara duduk sendirian, menunggu. Alex telah membiarkannya datang sendiri, sebuah ujian kepercayaan yang besar dalam fase Aturan Tanpa Aturan.Devano tiba, mengenakan setelan kasual, memancarkan kepercayaan diri yang dibuat-buat. Matanya memancarkan rasa ingin tahu dan kepuasan tersembunyi."Clara," sapa Devano, suaranya hangat. "Aku senang kau memintaku bertemu. Apakah jadwal suamimu akhirnya menghancurkanmu hingga kau kembali mencariku?"Clara menatapnya, tanpa emosi. Dia tidak menunjukkan kelemahan atau simpati. Dia memancarkan kekuatan dingin yang baru."Aku di sini untuk berbisnis, Devano," jawab Clara, nadanya lugas. "Tidak ada hubungan emosional yang tersisa. Aku di sini sebagai partner Alex Anggara."Devano tertawa sinis. "Partner? Alex mengirim istrinya, asetnya yang paling berharga, untuk negosiasi? Ini menunjukkan dia putus asa, Clara.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments