Akad Yang Dijanjikan

Akad Yang Dijanjikan

By:  Siti Umuy  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
19Chapters
1.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Tentang seorang gadis yang dijanjikan akad oleh seseorang yang dicintainya, namun justru harus menerima pengkhianatan. Anak perempuan yang dipaksa menelan pahitnya rasa kehilangan sosok ayah sedari kecil, kini jiwanya kembali terkoyak oleh lelaki yang dianggap sebagai pengganti ayah, jiwanya hancur karena rasa sakit, trauma dan stress berat harus dia tanggung akibat rasa kehilangan. Setelahnya dia kembali bangkit, meski jiwanya harus kembali diuji. Lalu seseorang muncul tanpa pernah diduga dan mewujudkan akad yang pernah dijanjikan.

View More
Akad Yang Dijanjikan Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
19 Chapters
mencoba mengakhiri
Duuaaarrrr Petir menyambar dengan keras, sebenarnya aku takut namun hatiku tengah pilu hingga mengabaikan keadaan sekitar.“Maaf.. maafkan aku. Rasa ini memang masih ada, tapi mungkin semuanya akan kuakhiri” lirihku yang hampir tak terdengar karena air hujan.Secepat kilat dia memegang pergelangan tanganku dengan erat, bahkan mungkin terlalu erat karena aku merasa tanganku sakit. Matanya memerah, aku tau dia tengah menahan amarah karena mendengar ucapanku.Aku terkesiap saat sadar bahwa dia telah menyentuh tanganku, satu hal yang tak pernah dia lakukan selama bertahun-tahun. Ya, dia seseorang yang sangat menjagaku.“Astagfirullah,” ucapku sambil melepaskan genggaman tangannya.Dia masih terpaku, mungkin tak menyangka dengan apa yang dia lakukan tadi. Kemudian dia jatuh terduduk, terdengar isakkan lirihnya ditelingaku. Aku terkejut, dia menangis dihadapanku. “Dengar, sampai kapanpun aku tidak pernah ikhlas melihatmu bersama dengan orang lain “ ucapnya
Read more
Luka itu
Tiga tahun sudah aku memegang janji seorang laki-laki, Asraf namanya. Seorang santri yang kukenal dari teman sekolahku. Dia pernah menjanjikan akad suci untukku, namun justru menikah dengan perempuan lain. Dia memberitahuku bahwa akan menikah sehari sebelumnya, dan tentu saja aku terkejut dengan hal itu, meski begitu aku tetap mengiyakan apa yang dia katakan. Hancur? Tentu saja, tapi apa yang bisa kulakukan? Ibu juga terkejut setelah mendengar apa yang kusampaikan, dengan air mata yang berderai dia menasehatiku untuk mengikhlaskannya, yang hanya kubalas dengan anggukan.Beberapa bulan setelah dia menikah, Asraf kembali menghubungiku dan mengatakan bahwa dia tidak bisa jika harus berpisah denganku. Dia memintaku menjadi madu  bagi istrinya yang tentu saja membuatku bertanya apa sebenarnya yang dia inginkan? Jika dia memang benar mencintaiku lalu mengapa menikahi perempuan lain? Ibu marah mengetahui hal ini, dan memintaku untuk tidak lagi berhubungan dengan Asraf.
Read more
Seorang pelindung
[Zhi, jangan lupa ya hari ini ada rapat.][ok bang.] balasku cepat“Dari siapa Zhi,”“Bang ikhsan,”“Ciee, ada yang diam-diam perhatian juga nih,” ledeknya padaku.“Aih apa sih biasa aja kali,” sahutku tak peduli, Tiara justru terkekeh mendengar jawabanku.“Luar biasa juga boleh kok Zhi,” dia tertawa “Sore rapat buat pengkaderan anggota baru bisa kan?”“Sip,” jawabnya ditengah mengunyah bakso.Kelas terakhir sudah selesai, kami berdua bergegas menuju bascamp untuk mengikuti rapat. Sesampainya disana terlihat sudah banyak orang yang hadir. Aku melihat bang Ikhsan melambaikan tangannya, dan bergegas menghampirinya.“Assalamualaikum,” ucapku dan Tiara berbarengan pada bang Ikhsan.“Wa’alaikum salam,” jawabnya sambil tersenyum.Setelahnya aku dan bang Ikhsan berbincang banyak hal tentang pengkaderan yang akan
Read more
Tentang rasa
Lantas aku menoleh ke samping, terlihat bang Ikhsan yang berdiri dan kemudian ikut duduk bersama kami. “Eh ketua umum nih, silahkan-silahkan bang,” ujar bang Arfan mempersilahkan duduk dan bergeser untuk memberi ruang pada bang Ikhsan.Aku mengulas senyum lalu kemudian diam karena canggung. Entah tapi aku merasa ada yang berbeda dengan sikap bang Ikhsan, namun langsung kutepis perasaan itu.“Sepertinya pengkaderan tahun ini lebih meriah nih bang,” bang Arfan  memulai obrolan.“Iya Fan, Alhamdulillah tahun ini banyak yang mau bergabung dengan organisasi kita, jadi persiapannya juga lebih ekstra,”Mereka berdua larut dalam obrolan tentang persiapan pengkaderan nanti, sementara aku hanya menyimak sambil sesekali menyahut. Bang Ikhsan sesekali menatapku sambil tersenyum, hal itu membuatku bingung. Kurasa bang Arfan menyadari hal itu juga.“Zhi, sudah sore. Pulanglah nanti ibumu khawatir,” ucap bang
Read more
Rapuhku
Dahiku terbentur pintu yang tertutup.Aku mengaduh merasakan sakit didahi sebelah kiriku. Sontak hal itu membuat Azka tertawa sampai terbatuk-batuk. Aku memegangi dahiku yang terasa berdenyut sambil menatap Azka dengan cemberut. Ibu menatapku seolah bertanya ‘apa kamu baik-baik saja’. Aku hanya menggeleng pertanda baik, lalu aku bergegas membuka pintu dan langsung masuk ke kamar. Aku menggantung tas dibelakang pintu, lalu duduk dipinggir ranjang. Lalu mengambil cermin untuk melihat dahiku yang tadi terbentur pintu. ‘huuuff’ beruntung hanya merah sedikit, ini semua gara-gara Azka, aku menggerutu dalam hati.Aku bangkit mengambil handuk dan berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Rampung dari membersihkan diri aku melaksanakan shalat. Aku merebahkan diri diatas ranjang sambil melamun, tiba-tiba terdengar notifikasi dari ponsel yang ada disampingku. Lantas aku meraih benda pipih itu dan membuka room chat.Tertera nama bang Ikhsa
Read more
Siapa dia?
Ibu  memiliki warteg yang berada tidak jauh dari rumah, sebenarnya sudah ada karyawan yang menghandle semuanya yang tentu saja resep masakan tetap dari ibu, tapi ibu selalu ikut membantu. Ibu bilang bosan jika hanya memantau. Aku hanya bisa menyetujui permintaan ibu dan berpesan agar sampai jangan terlalu capek.Aku berjalan menuju jalan raya untuk menunggu angkutan kota. Ya, aku memang berangkat ke kampus menggunakan angkutan kota, sebenarnya Tiara selalu menyuruhku menunggu saja dirumah dan dia yang akan menjemputku, namun aku terkadang selalu berangkat sebelum dia datang karena tidak ingin merepotkan dia.Tidak lama kemudian angkutan kota datang, aku langsung melambaikan tangan meminta angkutan itu berhenti. Setelah berhenti aku langsung naik dan duduk dekat jendela.Untuk bisa sampai ke kampus aku harus naik angkutan umum dua kali, jelas lebih lama dibandingkan mengendarai motor.45 menit kemudian aku telah sampai, langsung kulangkahkan kaki ini menuju k
Read more
Ternyata Dia
Aku rasa pernah melihat wajah dia sebelumnya. Aku menatapnya sambil mencoba mengingat.“Sebentar,” lirihku sambil terus mengingat. Dia bingung dengan sikapku yang tiba-tiba diam, kerutan didahinya menunjukkan bahwa dia tidak mengerti dengan apa yang aku lakukan. Aku menunduk, kemudian ingatan itu berputar di otakku. Aku menatapnya, kemudian menunduk lagi. Hal itu aku lakukan berulang kali. Sepertinya dia juga menyadari sesuatu, terlihat dari telunjuknya yang diarhakan padaku. Mulutnya terbuka seperti hendak mengatakan sesuatu, tapi suaranya tak kunjung keluar.Aku menatapnya, dia juga melakukan hal yang sama. Kemudian..“Kamu!” seru kami berdua serempak.Aku terpaku menyadari hal ini, ternyata dia adalah seseorang yang waktu itu melajukan mobil dengan cepat sehingga menyebabkan wajahku terkena cipratan air yang tergenang dijalanan. Jelas hatiku bertambah sebal mengetahui hal itu, sikapnya memang sangat menyebalkan.&nb
Read more
Kebaikan kecil
Melihatku tetap diam membuatnya bingung, dia menggaruk kepalanya yang kuyakini tidak gatal itu.Kemudian dia tersenyum, mungkin menyadari sesuatu pikirku.“Tenang aja mbak, ini nggak ada peletnya kok, belum expired juga,” lanjut dia dengan senyum yang menampilkan deretan giginya.Aku mengambilnya dengan tetap diam, sebenarnya bukan karena takut jika minuman ini ada peletnya tapi aku masih bingung dengan sikapnya yang cepat berubah, tadi dia sangat menyebalkan, sedetik kemudian dia berubah baik.“Hari ini kita bertukar minuman, siapa tau suatu saat bertukar tulang,” dia kembali bersuara.Aku yang mendengarnya menjadi bingung, kemudian melihatnya dengan tatapan bertanya ‘maksudnya?’.“Iya bertukar tulang, mbak jadi tulang rusuk aku dan tentu saja aku jadi tulang punggungnya mbak,” ucapnya disertai dengan tawa kecil.Aku hanya memutar bola mata malas mendengar gombalannya, sedangkan dia masih setia den
Read more
Teman baru
Aku menghela nafas panjang, akhirnya orang yang aku tunggu muncul juga.Tiara berjalan mendekat padaku dan Zidan, terlihat santai tanpa merasa bersalah, padahal aku telah menunggu lama, beruntung tidak sampai berlumut. “ Kamu ngapain aja di toilet sih? Ngadain konser? Atau bertapa buat ilmu pesugihan?” gerutuku padanya sesaat setelah dia sampai di hadapanku. Sementara Tiara justru hanya terkekeh mendengar kekesalanku.“Kamu udah lama nunggu Zhi? Maaf ya hehe,” jawabnya dengan cengiran kuda.“Lumayanlah, bisa keliling Eropa dulu buat liburan,” sungutku dengan cemberut.Zidan tergelak mendengar jawabanku, hal itu membuat Tiara menoleh ke arahnya, aku melihat Tiara tampak terkejut melihat Zidan.“Zidan! Eh kamu ada di sini ternyata,” serunya pada Zidan.Sementara lelaki yang ada di sampingnya juga tersenyum melihat kehadiran Tiara. Aku yang baru tahu bahwa mereka saling mengenal hanya diam memperha
Read more
Kejutan tentang rasa
beruntung suaraku tidak keras.Aku terkejut karena setelah aku menggeser buku aku melihat wajah seseorang tepat di rak buku sebelah sana. ‘dasar Zidan’ gerutuku dalam hati. Dia masih berada disebelah sana dengan cengiran khasnya, sementara aku sedikit mundur lalu mengambil buku yang aku maksud. Aku berjalan ke arah meja yang di sediakan untuk mahasiswa yang ingin membaca buku di perpustakaan, aku menarik kursi dan mulai membuka buku yang aku bawa tadi. Aku membaca buku tadi dengan serius dari lembar pertama hingga terakhir, namun tidak ada materi yang aku butuhkan untuk tugasku. Helaan nafas terasa berat, ini sudah buku kesekian yang aku buka, namun belum juga terlihat keberadaan sesuatu yang aku cari. Memejamkan mata, lalu menarik nafas panjang, aku berusaha melepas lelah. Jam di pergelangan tanganku menunjukkan bahwa hanya tersisa waktu sedikit sebelum kelas dimulai. Tiba-tiba“Apa ini yang kamu butuhkan?&rdqu
Read more
DMCA.com Protection Status