Tentang seorang gadis yang dijanjikan akad oleh seseorang yang dicintainya, namun justru harus menerima pengkhianatan. Anak perempuan yang dipaksa menelan pahitnya rasa kehilangan sosok ayah sedari kecil, kini jiwanya kembali terkoyak oleh lelaki yang dianggap sebagai pengganti ayah, jiwanya hancur karena rasa sakit, trauma dan stress berat harus dia tanggung akibat rasa kehilangan. Setelahnya dia kembali bangkit, meski jiwanya harus kembali diuji. Lalu seseorang muncul tanpa pernah diduga dan mewujudkan akad yang pernah dijanjikan.
더 보기Duuaaarrrr
Petir menyambar dengan keras, sebenarnya aku takut namun hatiku tengah pilu hingga mengabaikan keadaan sekitar.“Maaf.. maafkan aku. Rasa ini memang masih ada, tapi mungkin semuanya akan kuakhiri” lirihku yang hampir tak terdengar karena air hujan.Secepat kilat dia memegang pergelangan tanganku dengan erat, bahkan mungkin terlalu erat karena aku merasa tanganku sakit. Matanya memerah, aku tau dia tengah menahan amarah karena mendengar ucapanku.Aku terkesiap saat sadar bahwa dia telah menyentuh tanganku, satu hal yang tak pernah dia lakukan selama bertahun-tahun. Ya, dia seseorang yang sangat menjagaku.“Astagfirullah,” ucapku sambil melepaskan genggaman tangannya.Dia masih terpaku, mungkin tak menyangka dengan apa yang dia lakukan tadi. Kemudian dia jatuh terduduk, terdengar isakkan lirihnya ditelingaku. Aku terkejut, dia menangis dihadapanku. “Dengar, sampai kapanpun aku tidak pernah ikhlas melihatmu bersama dengan orang lain “ ucapnya penuh dengan penekanan.Aku terdiam, tak terkejut dengan apa yang dia ucapkan karena memang ini bukan pertama kalinya aku berkata untuk mengakhiri segalanya.Aku menghela nafas, merasa lelah dengan semua ini. Dia bangkit, kemudian menatapku dengan penuh luka. Lama dia menatap, akhirnya pertahananku hancur juga, aku menangis pilu meratapi takdir yang tak kunjung berdamai dengan hati.
“kenapa kamu sangat egois? Aku sudah cukup hancur karena kehilanganmu, lalu sekarang kamu tak membiarkanku mencari kebahagaiaan lain! Kenapa kamu tak membunuhku sekalian?” cercaku dengan emosi yang meluap. Air mataku terus mengalir menyatu dengan air hujan.Dia tetap diam tak menanggapi perkataanku. Lalu tiba-tiba,Brusssh...
Sebuah mobil melaju dengan kencang mengakibatkan air yang menggenang dijalanan terciprat ke arahku. Ya, aku memang bertemu dengannya dipinggir jalan. Entah apa yang direncanakan tuhan tapi aku tak sengaja bertemu dengannya.
Aku terkejut kemudian melihat ke arah mobil yang berhenti tak jauh dari tempat kami berdiri, lalu kaca mobil itu turun menampilkan sosok lelaki yang ku taksir seumuran denganku. “Astaga, maaf mbak saya sengaja. Eh, maksud saya tidak sengaja. Lagian mbak sama masnya kalo mau drama jangan dipinggir jalan dong, mana sambil hujan-hujanan udah kaya difilm aja,” cerocosnya tanpa jeda. Aku makin terkejut, karena dia justru menyalahkanku untuk kecerobohan yang dia lakukan. Aku beristigfar dalam hati, dongkol dengan kelakuan manusia yang ada didalam mobil itu.“Kakak, mas, abang, pak atau siapapun itu, kenapa malah menyalahkan saya? Jelas-jelas anda sendiri yang ceroboh disini. Kenapa mengendarai mobil dengan kecepatan yang tinggi? Apa anda tidak melihat ada genangan air disana? “ omelku dengan kecepatan tinggi pula.Tapi dia hanya nyengir tanpa merasa bersalah“Hehehe jangan ngomel begitulah mbak, nanti cepet tua,” jawabnya dengan cepat dan buru-buru melajukan mobilnya kembali.“Ya Allah kenapa ada mahluk seperti itu dimuka bumi ini?” omelku sendiri dengan emosi yang tertahan. Aku bahkan lupa jika sedang berbicara dengan seseorang sebelumnya. Aku kemudian berbalik menghadapnya yang sedari tadi diam.“Aku harus pulang,” ucapku padanya.Kemudian berbalik dan dengan pelan melangkah, namun baru beberapa langkah dia berucap“Tidak ada yang berakhir diantara kita, tunggulah aku akan menepati janjiku,”Aku berhenti sejenak mendengar ucapannya, dengan air mata yang makin deras aku terus berlalu meninggalkannya. “Ya Allah, maafkan aku,” batinku memohon.********Sesampainya dirumah, aku disambut oleh wajah ibu yang begitu cemas karena melihatku yang basah kuyup disertai wajah yang pucat. Ibu langsung menyediakan air hangat dan memintaku untuk mandi.“Nak, lekas mandi yah. Nanti kamu bisa demam,” ucap ibu dengan raut khawatirnya.“Iya bu,” jawabku sekenanya, tak ingin membuatnya bertambah khawatir aku bergegas mandi.Selepas mandi aku langsung masuk ke kamar dan melaksanakan shalat maghrib. Ya, aku memang bertemu dengan dia saat senja, dan baru pulang ke rumah waktu maghrib. Aku menghadap-Nya dengan raga yang rapuh, bahkan air mata tak kunjung reda hingga salam aku ucapkan. Selesai shalat aku tak langsung beranjak dari atas sajadah, aku berulang kali beristigfar dan berdzikir untuk menetralkan hati yang begitu kalut. Lalu ku tadahkan tangan mengiba pada sang pemilik alam“Ya Allah, engkau sang pemilik hati, begitu banyak yang terjadi dalam hidupku namun aku tau takdirmu tak pernah salah. Jika janji yang dia ucapkan tak pernah engkau ridhoi maka hadirkanlah ikhlas dalam hati ini. kuserahkan segalanya pada-MU, atur saja apa yang terbaik menurut-MU.” lirihku beriringan dengan air mata yang membasahi pipi.Rampung shalat aku keluar kamar menuju dapur, dimeja makan telah tersedia makanan yang ibu masak. Terlihat ibu yang tengah membuat teh, lalu aku duduk dimeja makan sambil terus memperhatikan ibu. Kemudian ibu berbalik menuju ke arahku sambil membawa teh dan langsung menyuguhkannya padaku, aku tersenyum dan meminum teh yang ibu buat. Mata ibu terus memperhatikanku, aku sadar hal itu namun aku berusaha untuk tidak gugup dihadapannya. Aku tau, setelah ini ibu akan bertanya sesuatu.“Zhia,” panggilnya dengan lembut.“Iya bu,” jawabku sambil melihat wajah teduhnya.“Kenapa kamu tadi hujan-hujanan nak?” tanyanya.Aku terdiam, berpikir keras untuk menjawab pertanyaan ibu. Aku tak mungkin menjawab jujur bahwa aku bertemu dengan Asraf tadi sore dan karena dia pula aku kehujanan. “Oh itu bu tadi aku sengaja soalnya rindu main hujan-hujanan hehe,” kilahku berbohong. Dalam hati aku berkali-kali merutuki diri yang berani berbohong pada ibu. ‘maafkan Zhia bu’ batinku mengiba.“Benar begitu,?” ucap ibu memastikan.“Iya bu,” jawabku sambil tersenyum menutupi kegugupan.“Yasudah, kamu makan lalu istirahat ya.” Ucapnya yang hanya kubalas dengan anggukan kecil pertanda akan melakukan apa yang ibu perintahkan, kemudian ibu beranjak menuju kamar.Aku terpaku memikirkan hal ini, jika ibu tau aku masih berhubungan dengan Asraf entah apa yang akan terjadi. Mungkin ibu akan marah dan kecewa terhadapku.Aku menarik nafas untuk menghilangkan kegugupan, ‘kamu bisa Zhi’ ucapku dalam hati. Saat sampai aku langsung meletakkan piring miliknya di atas meja, begitu juga dengan milikku.“Aku temani ya bang, kebetulan aku juga belum makan,” ucapku padanya.Dia tersenyum lalu mengangguk menanggapi perkataanku.Lalu aku duduk tidak jauh darinya, menarik piring agar lebih dekat lalu perlahan mulai menyendokkan nasi ke dalam mulut.Hatiku berdegup tidak seperti biasanya, kegugupan menguasaiku sampai-sampai aku tidak tahu apa rasa dari makanan yang ada di mulutku.Bang Ikhsan juga mulai makan, aku terus memperhatikannya, caranya makan terlihat sangat berwibawa.Pandangan kami bertemu, ah aku ketahuan jika sedari tadi memperhatikannya. Cepat-cepat aku mengalihkan pandanganku, wajahku memanas menahan malu. Dalam hati aku merutuki kebodohanku kali ini.Dia tersenyum melihat tingkahku, lalu kemudian kembali fokus untuk makan.Untuk perta
Yasudahlah, berbicara dengan dia membuatku lelah juga ternyata. Tapi lumayan juga untuk melatih kesabaran, secara sifat dia menyebalkan sudah berada di tingkat paling atas.“Mbak kita ini tetangga kelas tapi kenapa baru kenal kemarin-kemarin ya?” tanyanya mengalihkan topik.“Memang kenapa kalo baru kenal?” Aku balik bertanya.“Tak kenal maka tak sayang mbak, kan kalo aku kenalnya udah lama berarti sayangnya juga udah lama,” gombalnya dengan wajah santai.Sungguh tidak habis pikir siapa sebenarnya yang ada di hadapanku saat ini, bisa-bisanya dia melempar gombalan seperti itu padaku. Aku langsun memeriksa sekitar, untunglah di sini tidak ada siapa-siapa, jika tidak aku akan menanggung malu nantinya.Tidak ada tanggapan yang aku berikan untuk ucapannya tadi, lagipula mau menanggapi seperti apa aku juga bingung.Perbincangan kami berlanjut meski hanya sekitar mata kuliah ataupun dosen galak tapi cara dia menyampaikan membuatku tidak jenuh, sekali-kali dia melayangkang
Dia terus tertawa sementara aku masih bingung untuk memahami yang terjadi.“Sebenarnya dari awal aku udah tahu kamu bilang apa, cuma pura-pura nggak denger aja,” ucapnya yang tentu saja membuatku terkejut.Bisa-bisanya dia mengerjaiku, membuatku teriak-teriak di jalan. Aku teringat bagaimana jika pengendara lain mendengar teriakanku tadi, apa yang mereka pikirkan tentangku nanti. Ah, aku malu sendiri mengingat hal tadi, Zidan memang benar-benar menyebalkan.“Ih kamu nyebelin sih banget Zidan,” Kataku kemudian.“Iya maaf-maaf, tapi nyebelin juga tetap ganteng kan?” ucapnya dengan percaya diri.Aku yang mendengarnya hanya melengos sambil menggerutu pelan, tapi memang iya juga sih dia tampan walaupun menyebalkan, eh. Tidak-tidak, apa yang aku pikirkan ini, aku merutuki diri sendiri.Dia masih terkekeh pelan, bisa aku lihat ada air di sudut matanya akibat tertawa sedari tadi.Tapi setelah itu obrolan terus meng
“Nggak papa kok biar aku saja, ini berat nanti tangan mbak berotot kalo harus angkat yang berat-berat,” dia berucap sambil terkekeh.Bibirku mengerucut mendengar hal itu, aku melihat tanganku yang masih sama seperti sebelumnya.Dia berjalan, lalu aku mengikutinya dari belakang. Tapi tiba-tiba dia berhenti, aku heran apa mungkin dia salah mengambil jalan juga pikirku.“Jalan di sampingku saja mbak, biar romantis,” ujarnya disertai cengiran.Aku yang mendengar hal itu langsung melotot ke arahnya, dia justru tertawa.“Bercanda aja mbak, aku cuma takut nanti mbak tertinngal nanti nyasar lagi,”Dia ada benarnya juga sih, bagaimana jika aku tertinggal jauh di belakangnya dan tersesat lagi. Akhirnya aku mendekat padanya untuk mensejajarkan langkah.Tidak ada kata yang aku ucapkan selama berjalan di sampingnya, hanya terus melangkah dan mendengar beberapa instruksi darinya tentang jalan yang harus kami ambil.Cukup
Cukup lama mencari akhirnya aku menemukan toko yang menjual barang tadi.Kemudian aku menghampiri toko itu dan menyebutkan apa yang akan ku beli. Menunggu sesaat sambil mengistirahatkan kaki yang mulai pegal akibat berkeliling. Tidak lama pedagang itu memberikan apa yang aku cari.Belanjaanku bertambah banyak, dua liter minyak dan dua kilogram terigu membuatnya semakin berat.Aku mengecek daftar belanjaan tadi, ternyata semuanya telah aku beli. Uang tadi tersisa sedikit, aku ingat tadi melihat jajanan pasar, sepertinya enak pikirku.Akhirnya aku kembali berjalan mencari jajanan pasar yang aku lihat tadi., tidak berapa lama aku melihat seorang Ibu yang menjajakan aneka jajanan pasar, gegas aku menghampirinya.Terlihat berbagai makanan yang menarik menurutku, kue-kue tradisional yang sudah jarang ditemukan. Aku memilih beberapa jajanan lalu Ibu tadi dengan sigap memasukannya ke dalam plastik.Huufft,, aku menghela nafas. Akhirnya selesai juga, setel
[Terimakasih telah memberikan kesempatan padaku Zhi, akan aku usahakan kebahagiaanmu][Iya sama-sama]. Balasku singkat.Aku meletakkan kembali benda itu disampingku, lalu diam menatap langit-langit kamar.Pikiranku tertuju pada keputusan yang tadi ku berikan padanya, benarkah apa yang aku lakukan? Aku takut jika pada akhirnya semua terulang, rasanya tak sanggup jika harus kembali menanggung perih karena kehilangan.Kehilangan sosok Ayah sejak kecil membuat jiwaku rapuh, terlebih setelah kehilangan Asraf yang membuatku makin terluka.Apa aku mampu menyuguhkan hati padanya? Pertanyaan itu berkeliaran dipikiranku.Aku menarik nafas pelan, mengingat kembali apa yang telah Tiara sampaikan padaku. Ini tidak mudah, tapi aku harus bisa keluar dari kungkungan masa lalu, sudah saatnya aku mencari bahagiaku karena tidak mungkin selamanya aku seperti ini.Aku berbalik ke sebelah kanan, tidur dengan posisi miring. Foto ayah juga diriku terpampang di bingkai kec
Aku dan Tiara bergegas meninggalkan tempat itu, masih bisa kulihat Asraf belum beranjak dari sana dan terus menatap kepergianku.Tidak ada sedikitpun perbincangan antara aku dan Tiara, sepanjang jalan keheningan menyelimuti kami berdua, kami sibuk dengan pikiran masing-masing.Situasi tersebut berlangsung hingga kami sampai di rumahku. Aku turun dan berdiri di samping Tiara, dapat aku lihat sisa emosi yang masih tertinggal diwajahnya.Sesaat kami hanya diam, Tiara mengehela nafas panjang, mungkin dia sedang menetralkan perasaannya pikirku.“Kamu jangan goyah, tetap pada pendirian kamu ya Zhi, nggak usah takut juga sama dia, anggap aja apa yang terjadi hari ini cuma sebatas angin lewat,” nasihatnya padaku dengan lembut.Aku tersenyum lalu mengangguk pertanda paham dengan apa yang dia ucapkan.Dia mengambil makanan yang tadi dibeli kemudian menyerahkannya padaku, lalu tanganku meraihnya.“Aku langsung pulang ya Zhi, bada
‘Asraf ‘ aku membatin.Aku terkejut sambil terus menatapnya, sementara dia juga hanya diam melihatku.Dia kemudian melangkah perlahan untuk menghampiriku, aku hanya terdiam tanpa bisa melangkah pergi dari tempat itu, seolah ada yang menahan kaki ini untuk bergerak.Ketakutan mulai menyelimutiku, jantungku berdegup dua kali lebih cepat saat dia sudah sampai di hadapanku. Aku masih saja terdiam, juga mataku yang tidak lepas menatapnya.“Zhia,” panggilnya lirih.Aku tidak mampu menjawab panggilannya, hatiku masih saja diliputi ketakutan. Aku takut dia berbuat nekat dan melukaiku.“Zhi, aku merindukanmu,” ucapnya lagi.Aku tersadar, berusaha menetralkan perasaanku. Ada yang terasa perih di sudut hati ini ketika dia berucap rindu, dia mengucapkannya seolah lupa jika pernah melukaiku.Dadaku bergemuruh menatapnya, entah tapi aku melihat ada sesal dimatanya. Mataku mulai berembun, sebentar lagi air mata ini akan lu
Aku kira dia akan menghampiriku, tapi ternyata dia justru berlalu menuju motornya. Tidak lama kemudian dia pergi meninggalkan bascampe.Hatiku bertanya-tanya tentang sikap anehnya, dia bahkan belum menyapaku hari ini. Apa yang salah denganku, otakku berpikir keras untuk mendapatkan jawaban, tapi aku rasa kami baik-baik saja.“Zhia,” panggil bang Ikhsan, mungkin heran melihatku tiba-tiba diam.Aku kemudian melihatnya.“Ada apa?” tanyanya. Aku hanya menggeleng sambil tersenyum.Tidak lama kemudian Tiara datang menghampiri kami, dengan senyum menggodanya dia terus menatapku.‘habislah aku’ lirih batinku.Aku yang melihat itu langsung merasa cemas, takut dia berbicara yang aneh-aneh dan membuatku mati kutu.“Ekhem, berdua aja nih,” ucapnya saat sampai lalu kemudian duduk disebelahku.Aku yang mendengar dia berbicara justru bingung mau menanggapi apa, Tiara benar-benar membuatku canggung.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
댓글