Share

Ternyata Dia

Aku rasa pernah melihat wajah dia sebelumnya. Aku menatapnya sambil mencoba mengingat.

“Sebentar,” lirihku sambil terus mengingat. 

Dia bingung dengan sikapku yang tiba-tiba diam, kerutan didahinya menunjukkan bahwa dia tidak mengerti dengan apa yang aku lakukan. Aku menunduk, kemudian ingatan itu berputar di otakku. Aku menatapnya, kemudian menunduk lagi. Hal itu aku lakukan berulang kali. 

Sepertinya dia juga menyadari sesuatu, terlihat dari telunjuknya yang diarhakan padaku. Mulutnya terbuka seperti hendak mengatakan sesuatu, tapi suaranya tak kunjung keluar.

Aku menatapnya, dia juga melakukan hal yang sama. Kemudian..

“Kamu!” seru kami berdua serempak.

Aku terpaku menyadari hal ini, ternyata dia adalah seseorang yang waktu itu melajukan mobil dengan cepat sehingga menyebabkan wajahku terkena cipratan air yang tergenang dijalanan. Jelas hatiku bertambah sebal mengetahui hal itu, sikapnya memang sangat menyebalkan. 

Aku menatapnya yang masih memasang ekspresi terkejut, kemudian melengos mengalihkan pandangan kea rah lain. Dia tersadar kemudian membenarkan posisi duduknya.

“Eh, mbak yang waktu itu ya. Kita ketemu lagi nih hehe,” ucapnya dengan kikuk, aku tau dia mencairkan suasana namun hanya aku tanggapi dengan wajah sebal.

“Kamu lagi ternyata, kenapa sih kamu itu nyebelin banget.” Sinisku padanya.

Dia justru terkekeh geli melihatku yang marah, aku mengernyit melihatnya bersikap seperti itu. Apa aku terlihat sedang melawak sehingga dia tertawa seperti itu? Aku sangat kesal dengan apa yang dia lakukan.

“Hey! Apa yang lucu? Kamu ini aneh banget ya, nggak ada inisiatif buat minta maaf? Udah tahu salah masih saja mengelak, dasar menyebalkan!” omelku dengan kecepatan tinggi.

Lagi-lagi dia tertawa, malah kali ini lebih kencang dari sebelumnya. Aku yang melihatnya menjadi takut, apa dia sudah tidak sehat? Atau jangan-jangan kerasukan penunggu pohon ini? Aku bergidik ngeri membayangkannya. 

“ Hey, apa kamu masih sehat? Atau kamu kerasukan jin ya?” tanyaku spontan, lalu aku tersadar jika memang dia tidak sehat atau kerasukan mana bisa dia menjawab pertanyaanku. Aku merutuki kebodohanku kali ini.

Dia terlihat mengusap air disudut matanya, aku mulai melihat keadaan sekitar, mencari sesuatu yang bisa saja terlihat lucu sehingga membuatnya terus tertawa. Tapi nihil, menurutku tidak ada yang lucu disini, keadaan sekitar juga lengang hanya terlihat beberapa mahasiswa yang sedang duduk sekedar membaca buku atau memainkan gawainya.

Aku mulai takut, lalu menggeser duduk agar lebih berjarak dengannya. Aku harus waspada, berhati-hati jika tiba-tiba dia melakukan sesuatu yang buruk terhadapku.

Dia mulai berhenti tertawa, dia melihatku yang duduk menjauh darinya.

“Eh mbak, nggak usah takut saya masih sehat kok, saya juga nggak kerasukan jin, saya udah berteman baik sama jin penunggu disini,” ucapnya yang cukup membuatku tenang tapi juga bingung.

‘berteman dengan jin? Apa bisa?’ gumamku dalam hati. Setelah dia berucap seperti itu aku tidak lagi takut, setidaknya dia masih sehat untuk bisa memahami apa yang aku ucapkan.

“Lalu kenapa kamu ketawa tadi?” tanyaku padanya.

“Lagian mbak lucu kalo marah, apalagi tadi waktu ngomel, wiiih kecepatannya melebihi pembalap hehehe,” jawabnya yang diiringi kekehan kecil. 

Aku tertegun mendengar ucapannya, apa yang lucu pikirku. Aku menghela nafas, meredam emosi yang sempat hadir. Aku berpikir kenapa ada mahluk seperti dia dimuka bumi ini, tapi yasudahlah toh dia juga ciptaan Allah, setidaknya ada nilai plus karena wajahnya lumayan tampan, ups. lagipula berdosa jika akhirnya aku menghina ciptaan-Nya.

Kami sama-sama diam setelahnya, lalu kemudian dia berdiri dan melangkah menuju tempat dimana minuman miliknya berada. Dia kembali duduk tidak jauh dariku, menyodorkan minuman miliknya ke hadapanku.

“Emm, ini ambil minum punyaku saja ya mbak, maaf atas kecerobohanku yang ini dan waktu itu,” ucapnya dengan pelan, aku hanya diam memandang apa yang dia lakukan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status