Home / Romansa / Akad Yang Dijanjikan / Seorang pelindung

Share

Seorang pelindung

Author: Siti Umuy
last update Last Updated: 2021-09-06 17:28:22

[Zhi, jangan lupa ya hari ini ada rapat.]

[ok bang.] balasku cepat

“Dari siapa Zhi,”

“Bang ikhsan,”

“Ciee, ada yang diam-diam perhatian juga nih,” ledeknya padaku.

“Aih apa sih biasa aja kali,” sahutku tak peduli, Tiara justru terkekeh mendengar jawabanku.

“Luar biasa juga boleh kok Zhi,” dia tertawa 

“Sore rapat buat pengkaderan anggota baru bisa kan?”

“Sip,” jawabnya ditengah mengunyah bakso.

Kelas terakhir sudah selesai, kami berdua bergegas menuju bascamp untuk mengikuti rapat. Sesampainya disana terlihat sudah banyak orang yang hadir. Aku melihat bang Ikhsan melambaikan tangannya, dan bergegas menghampirinya.

“Assalamualaikum,” ucapku dan Tiara berbarengan pada bang Ikhsan.

“Wa’alaikum salam,” jawabnya sambil tersenyum.

Setelahnya aku dan bang Ikhsan berbincang banyak hal tentang pengkaderan yang akan dilaksanakan, sementara Tiara berbincang dengan anggota lain Setelah seluruh anggota berkumpul rapat dimulai, yang sebelumnya diisi dengan sambutan bang Ikhsan sebagai ketua umum di organisasi lalu dilanjutkan dengan membahas persiapan untuk pelaksanaan pengkaderan. 

Setelah rapat selesai para anggota ada yang langsung pulang, ada pula yang masih berbincang di bascamp. Mataku melihat kesana kemari mencari seseorang

Tiara menghampiriku yang sedang celingak celinguk mencari sesuatu, dia menatapku dengan ekspresi bingung lalu akhirnya dia juga mengikuti arah mataku yang tidak mau diam.

“Zhi, cari apa sih kamu?” 

Aku berhenti mencari lalu melihat Tiara, dahinya mengernyit menandakan kebingungan. Lalu dagunya terangkat bertanya.

“Bang Arfan mana ya, kamu liat nggak?” tanyaku pada Tiara.

Tiara juga langsung mencari seseorang yang namanya baru saja kusebut, kepalanya menengok ke kiri ke kanan. Aku juga melakukan hal yang sama dengannya, namun tidak kunjung melihat batang hidung bang Arfan. Entah dimana manusia itu bersembunyi, tapi tadi aku melihatnya disekitar sini.

Tiara menatapku lalu menggelengkan kepalanya pertanda tak menemukan tanda-tanda keberadaan bang Arfan, aku hanya menghela nafas pelan. Sebenarnya kemana dia pergi, hatiku bertanya-tanya.

Tiara meninggalkanku untuk bergabung kembali bersama yang lain, sementara aku terus mencari. Berharap bang Arfan muncul ke permukaan, eh dikira dia ikan?

Huuffft, aku menghela nafas pelan, lama-lama kesal juga mencari dia.

“Mana sih, tadi kan disini,” gumamku sambil terus mencari.

sampai akhirnya tiba-tiba ada yang memanggil namaku dari belakang.

“Zhi,” 

Aku berbalik menatap seseorang yang amat kukenal suaranya, dia tersenyum.

Dia berjalan mendekat ke arahku sambil terus tersenyum

“Nyariin abang ya?” Tanya dia dengan nada meledek, aku mencebik mendengarnya berkata seperti itu.

“Ih geer banget abang,” ujarku dengan meledek pula. Dia justru tertawa mendengar ucapanku, ya dia tau jika aku memang mencarinya.

“Bilang aja sih kalo rindu mah, nggak perlu malu-malu gitu,” ujarnya yang membuatku mendelikkan mata, dia terkekeh geli melihatku sementara aku cemberut karena dia terus menggodaku.

“Duduk disana yu,” ajaknya yang aku jawab dengan anggukan kecil.

Setelahnya aku mulai bercerita tentang banyak hal padanya, bahkan mungkin segalanya. Ya, dia Arfan Ibrahim sosok laki-laki yang saat ini aku percaya, dia tahu segalanya tentangku. Aku nyaman berada didekatnya, sikapnya yang bijak juga melindungiku membuatku merasakan kembali hadirnya sosok ayah dalam hidup.

Aku memang telah kehilangan ayah semenjak kecil, kedekatanku dengan ayah membuatku sangat terpukul. Bagai kehilangan separuh jiwa aku menjadi sosok pendiam. Kehilangan sosok pelindung membuatku harus kuat menghadapi apapun sendirian. Tak ada lagi tempat mengadu untukku selain ibu sekarang.

“Bang, aku kemarin bertemu Asraf,” ucapku memulai cerita.

“Hah, mau apa dia? Kamu nggak papa kan Zhi? Dia bilang apa aja sama kamu?” tanyanya bertubi-tubi.

Aku justru tertawa geli mendengarnya melontarkan berbagai pertanyaan tanpa memberiku waktu untuk menjawab. Sedangkan dia malah bingung melihatku tertawa.

“Zhi, hey kenapa kamu ketawa? Jawab dong pertanyaan abang,” dengkusnya merasa aku abaikan.

Aku berhenti tertawa dan kembali melihatnya

“Lagian abang ngasih pertanyaan banyak banget, satu-satu kali bang. Kaya ibu-ibu berebut baju diskon aja,” ucapku sambil sesekali terkekeh kecil.

“Ya abang khawatir Zhi, takut kamu kenapa-kenapa.”

Aku tersenyum mendengarnya, dia begitu perhatian padaku. 

“Zhi nggak papa bang,”

“Jadi?”

“Kemarin aku nggak sengaja ketemu sama dia, biasalah bang dia bahas soal perasaan dia. Terus aku bilang kalo udah nggak bisa melanjutkan apapun lagi sama dia, karena memang apa yang aku lakukan salah. Tapi dia tetep maksa bang, bahkan dia lagi-lagi mengancam buat melukai orang-orang disekitar aku.”Ujarku padanya dengan sendu.

Dia tersenyum mendengar apa yang aku ceritakan, kemudian dia membenarkan posisi duduknya.

“Apa yang kamu lakukan udah tepat Zhi, jangan takut dengan ancaman dia, abang ada disini buat melindungi kamu,” ucapnya lembut sambil tetap tersenyum menatapku.

Bibirku otomatis mengulas senyum mendengar apa yang dia katakan, haru menyeruak dalam hatiku. Sungguh aku bersyukur dipertemukan dengan orang baik seperti bang Arfan. ‘semoga Allah juga selalu melindungimu bang” batinku berharap.

Waktu terus berlalu tanpa terasa, banyak nasihat yang kudapatkan dari bang Arfan. Tentang mengapa perempuan harus kuat juga tentang bagaimana menyembuhkan luka yang lama kubiarkan. Ditengah perbincanganku dengan bang Arfan tiba-tiba,

“Ekhem, boleh bergabung?” Tanya seseorang yang membuatku terkejut. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Akad Yang Dijanjikan   Kegugupanku

    Aku menarik nafas untuk menghilangkan kegugupan, ‘kamu bisa Zhi’ ucapku dalam hati. Saat sampai aku langsung meletakkan piring miliknya di atas meja, begitu juga dengan milikku.“Aku temani ya bang, kebetulan aku juga belum makan,” ucapku padanya.Dia tersenyum lalu mengangguk menanggapi perkataanku.Lalu aku duduk tidak jauh darinya, menarik piring agar lebih dekat lalu perlahan mulai menyendokkan nasi ke dalam mulut.Hatiku berdegup tidak seperti biasanya, kegugupan menguasaiku sampai-sampai aku tidak tahu apa rasa dari makanan yang ada di mulutku.Bang Ikhsan juga mulai makan, aku terus memperhatikannya, caranya makan terlihat sangat berwibawa.Pandangan kami bertemu, ah aku ketahuan jika sedari tadi memperhatikannya. Cepat-cepat aku mengalihkan pandanganku, wajahku memanas menahan malu. Dalam hati aku merutuki kebodohanku kali ini.Dia tersenyum melihat tingkahku, lalu kemudian kembali fokus untuk makan.Untuk perta

  • Akad Yang Dijanjikan   Mencoba dekat

    Yasudahlah, berbicara dengan dia membuatku lelah juga ternyata. Tapi lumayan juga untuk melatih kesabaran, secara sifat dia menyebalkan sudah berada di tingkat paling atas.“Mbak kita ini tetangga kelas tapi kenapa baru kenal kemarin-kemarin ya?” tanyanya mengalihkan topik.“Memang kenapa kalo baru kenal?” Aku balik bertanya.“Tak kenal maka tak sayang mbak, kan kalo aku kenalnya udah lama berarti sayangnya juga udah lama,” gombalnya dengan wajah santai.Sungguh tidak habis pikir siapa sebenarnya yang ada di hadapanku saat ini, bisa-bisanya dia melempar gombalan seperti itu padaku. Aku langsun memeriksa sekitar, untunglah di sini tidak ada siapa-siapa, jika tidak aku akan menanggung malu nantinya.Tidak ada tanggapan yang aku berikan untuk ucapannya tadi, lagipula mau menanggapi seperti apa aku juga bingung.Perbincangan kami berlanjut meski hanya sekitar mata kuliah ataupun dosen galak tapi cara dia menyampaikan membuatku tidak jenuh, sekali-kali dia melayangkang

  • Akad Yang Dijanjikan   Makhluk tengil

    Dia terus tertawa sementara aku masih bingung untuk memahami yang terjadi.“Sebenarnya dari awal aku udah tahu kamu bilang apa, cuma pura-pura nggak denger aja,” ucapnya yang tentu saja membuatku terkejut.Bisa-bisanya dia mengerjaiku, membuatku teriak-teriak di jalan. Aku teringat bagaimana jika pengendara lain mendengar teriakanku tadi, apa yang mereka pikirkan tentangku nanti. Ah, aku malu sendiri mengingat hal tadi, Zidan memang benar-benar menyebalkan.“Ih kamu nyebelin sih banget Zidan,” Kataku kemudian.“Iya maaf-maaf, tapi nyebelin juga tetap ganteng kan?” ucapnya dengan percaya diri.Aku yang mendengarnya hanya melengos sambil menggerutu pelan, tapi memang iya juga sih dia tampan walaupun menyebalkan, eh. Tidak-tidak, apa yang aku pikirkan ini, aku merutuki diri sendiri.Dia masih terkekeh pelan, bisa aku lihat ada air di sudut matanya akibat tertawa sedari tadi.Tapi setelah itu obrolan terus meng

  • Akad Yang Dijanjikan   Penolong

    “Nggak papa kok biar aku saja, ini berat nanti tangan mbak berotot kalo harus angkat yang berat-berat,” dia berucap sambil terkekeh.Bibirku mengerucut mendengar hal itu, aku melihat tanganku yang masih sama seperti sebelumnya.Dia berjalan, lalu aku mengikutinya dari belakang. Tapi tiba-tiba dia berhenti, aku heran apa mungkin dia salah mengambil jalan juga pikirku.“Jalan di sampingku saja mbak, biar romantis,” ujarnya disertai cengiran.Aku yang mendengar hal itu langsung melotot ke arahnya, dia justru tertawa.“Bercanda aja mbak, aku cuma takut nanti mbak tertinngal nanti nyasar lagi,”Dia ada benarnya juga sih, bagaimana jika aku tertinggal jauh di belakangnya dan tersesat lagi. Akhirnya aku mendekat padanya untuk mensejajarkan langkah.Tidak ada kata yang aku ucapkan selama berjalan di sampingnya, hanya terus melangkah dan mendengar beberapa instruksi darinya tentang jalan yang harus kami ambil.Cukup

  • Akad Yang Dijanjikan   Tersesat

    Cukup lama mencari akhirnya aku menemukan toko yang menjual barang tadi.Kemudian aku menghampiri toko itu dan menyebutkan apa yang akan ku beli. Menunggu sesaat sambil mengistirahatkan kaki yang mulai pegal akibat berkeliling. Tidak lama pedagang itu memberikan apa yang aku cari.Belanjaanku bertambah banyak, dua liter minyak dan dua kilogram terigu membuatnya semakin berat.Aku mengecek daftar belanjaan tadi, ternyata semuanya telah aku beli. Uang tadi tersisa sedikit, aku ingat tadi melihat jajanan pasar, sepertinya enak pikirku.Akhirnya aku kembali berjalan mencari jajanan pasar yang aku lihat tadi., tidak berapa lama aku melihat seorang Ibu yang menjajakan aneka jajanan pasar, gegas aku menghampirinya.Terlihat berbagai makanan yang menarik menurutku, kue-kue tradisional yang sudah jarang ditemukan. Aku memilih beberapa jajanan lalu Ibu tadi dengan sigap memasukannya ke dalam plastik.Huufft,, aku menghela nafas. Akhirnya selesai juga, setel

  • Akad Yang Dijanjikan   Rindu

    [Terimakasih telah memberikan kesempatan padaku Zhi, akan aku usahakan kebahagiaanmu][Iya sama-sama]. Balasku singkat.Aku meletakkan kembali benda itu disampingku, lalu diam menatap langit-langit kamar.Pikiranku tertuju pada keputusan yang tadi ku berikan padanya, benarkah apa yang aku lakukan? Aku takut jika pada akhirnya semua terulang, rasanya tak sanggup jika harus kembali menanggung perih karena kehilangan.Kehilangan sosok Ayah sejak kecil membuat jiwaku rapuh, terlebih setelah kehilangan Asraf yang membuatku makin terluka.Apa aku mampu menyuguhkan hati padanya? Pertanyaan itu berkeliaran dipikiranku.Aku menarik nafas pelan, mengingat kembali apa yang telah Tiara sampaikan padaku. Ini tidak mudah, tapi aku harus bisa keluar dari kungkungan masa lalu, sudah saatnya aku mencari bahagiaku karena tidak mungkin selamanya aku seperti ini.Aku berbalik ke sebelah kanan, tidur dengan posisi miring. Foto ayah juga diriku terpampang di bingkai kec

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status