Share

Chapter 2

Penulis: Hana Makaira
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-22 20:00:49

Jangan lupa subscribe sebelum membaca yaa🥳

Aku mendengkus sinis. Ini bisa dijadikan untuk ditunjukkan ke Bang Yudha dan Bang Revan. Selama ini penilaian mereka pada Mas Firman sangat baik sekali. Aku ingin tahu seperti apa reaksi mereka nantinya.

Langkah awal adalah mengganti kedudukan Mas Firman di perusahaan ini. Bila perlu, tendang sekalian dari hidup dan perusahaanku.

Mereka terlalu asyik memadu mesra. Hingga tidak menyadari ada dua pasang mata tengah menyaksikan perbuatan busuk mereka.

"Aku kerja dulu ya, Mas. Kalau kelamaan di sini, takutnya karyawan lain bisa curiga lagi."

"Mas masih pengen berduaan sama kamu," Nyaris ingin muntah rasanya mendengar suara manja Mas Firman. 

Tidak tidak, aku harus sabar. Dengan bertindak kasar dan bar bar, hanya akan menjatuhkan citraku sebagai wanita berkelas. Toh, hanya sampah yang pantas bersanding dengan sampah.

"Nanti sepulang kantor kan bisa sih, Mas. Mumpung Gorilla itu kan nggak ada, kita masih bisa terus puas bercinta."

__

Aku memainkan gawai sambil menyesap ice cappucino dari sedotan. Kebiasaan Bang Yudha iitu, kalau sudah janjian, pasti selalu ngaret.

Tak lama berselang, sosok bertubuh tegap itu muncul celingukan di pintu masuk coffee shop. Aku segera melambaikan tangan.

"Ada apa sih adek bontot abang yang gembul ini tiba-tiba ngajak ketemuan, hum?" ujarnya sambil mengacak pelan rambutku. 

"Ih, abang, apaan sih. Rambutku rusak, tau!" cebikku kesal. Kebiasaan Bang Yudha memang begitu sejak kecil. Sedari dulu, siapa saja yang mengejekku, dia orang terdepan untuk pasang badan. Aku ingin lihat seperti apa reaksinya, jika mengetahui adik bungsunya dihianati oleh orang kepercayaannya.

"Pesan makanan dulu deh, Bang. Biar aku yang traktir."

"Cieee, adik abang mau nraktir nih? Tapi, abang udah makan, tadi Kak Vera masak udang asam manis. Kopi aja,deh."

"Pantesan Zahwa betah di sana. Budenya selalu masak enak ternyata," ujarku sembari melambaikan tangan ke arah waitress yang berdiri di depan meja barista.

"Lagian anak kamu itu juga kalau di rumah kan nggak ada temen. Katanya dia bosen di Singapore. Dia minta sekolah di sini, tinggal sama abang katanya."

"Itu sih urusan nanti lah, Bang. Ada hal yang lebih penting."

Alis tebalnya bertaut di tengah. "Sepertinya serius."

"Sangat serius, Bang. Tentang Mas Firman."

"Kenapa dengan Firman? Kamu bertengkar dengan dia?" tanya pria berkaos navy itu, sembari jemarinya menari mengaduk kopi yang baru saja diantar pelayan wanita tadi.

"Mas lihat dan dengar sendiri aja. Aku punya rekaman video dan suara percakapannya," Kusodorkan ponsel ke hadapan Bang Yudha.

Matanya membelalak menyaksikan adegan yang diputar di video ponselku.

"I-ini Firman?"

Aku mengangguk.

"Kamu dapat dari mana video ini?"

"Aku yang merekamnya sendiri, Bang."

"Gimana ceritanya?"

Aku menarik napas panjang sebelum memulai bicara. Semoga saja aku tidak sampai menangis di sini, di hadapan Bang Yudha.

"Aku balik ke Jakarta tadi pagi, sengaja nggak ngabarin Mas Firman. Maksudku mau ngasih surprise gitu. Jadi,dari bandara aku langsung ke kantor. Begitu Mas Firman datang, aku ngumpet di kolong bawah meja kantor Papa. Sayangnya, tujuan untuk ngasih surprise, malah aku yang terkejut bukan main."

Tangan Bang Yudha mengepal keras, hingga menonjolkan urat-urat di tangannya, begitu mendengarkan rekaman suara berikutnya.

"Breng*ek!"

Braaak.

Aku terlonjak kaget karena Bang Yudha refleks menggebrak meja.

"Bang, sabar, sabar, tahan emosi. Malu, diliatin orang tuh," Mataku bergerak ke sekeliling. Puluhan pasang mata menatap sinis ke arah kami. 

"Ini nggak bisa dibiarin. Bajin*an itu harus diberi pelajaran."

"Entahlah, Bang. Aku nggak tahu harus berbuat apa. Intinya, abang sebagai komisaris utama pengganti Papa, harus segera bertindak cepat untuk menggeser posisi Mas Firman."

Bang Yudha terdiam sejenak. Sambil terus mengaduk kopi di depannya, ia tertegun berpikir. 

"Kita bicarakan di rumah. Dan masalah dia menghina fisikmu, biar Kak Vera yang bantu mengatasinya."

"Maksud Abang?"

"Nggak usah banyak tanya! Kamu mau membalas perbuatan suamimu nggak?"

Aku mengangguk dengan ekspresi bingung.

"Ya, udah. Yuk, ikut Abang pulang!"

Sepanjang perjalanan, aku hanya duduk diam. Pandangan kulemparkan ke luar jendela, menatap lalu lalang orang-orang yang kebasahan karena hujan yang membasahi mereka.

Satu pemandangan yang mengusikku ketika mobil Bang Yudha berhenti di lampu merah. Sepasang pemulung, duduk di emperan toko kosong. Begitu mesranya ia menyuapkan nasi dengan tangannya, ke mulut sang istri. Setelah itu, nasi tersebut disuapkan ke mulut balita lelaki yang didudukkan begitu saja tanpa alas. 

Tawa mengembang di wajah kedua pasangan itu. Sedangkan balita lelaki itu melonjak-lonjak senang. Ada bahagia terpancar di sana. Meski miskin, tapi tersirat kebahagiaan di wajah mereka. Tak peduli cipratan hujan yang sesekali terlihat menyentuh tubuh mereka. 

Kebahagiaan itu sederhana. Tidak mesti bergelimang harta. Toh, aku memiliki segalanya, tapi rumah tanggaku sudah bisa diramalkan akan berujung ke mana.

"Jane …!" panggil Bang Yudha, pelan.

"Hum," Aku tersentak dari asyiknya menawatap pemandangan yang membuatku iri tadi.

"Kamu liatin apa, sih? Serius banget kayaknya."

"Ah, nggak ada apaapa, kok, Bang."

Meski mimik wajah Bang Yudha menunjukkan rasa tak puas, mau tak mau ia harus menjalankan mobilnya. Karena lampu lalu lintas sudah berubah hijau.

Sesampai di rumah Bang Yudha, kedatanganku disambut Kak Vera-- istri Bang Yudha.

"Apa kabar, Jennifer?" tanyanya sembari memelukku erat.

"Alhamdulillah baik, Kak."

"Langsung makan, yuk! Kakak masak udang asam manis kesukaan kamu dan Zahwa."

Aku tersenyum kecut. Biasanya aku begitu antusias kalau mendengar udang asam manis. Apalagi kalau Kak Vera yang masak. Kakak ipar yang satu ini memang jago sekali memasak. Tak salah, jika usaha kuliner mereka berkembang pesat.

"Kenapa, kamu nggak suka, Jane?" Tersirat kekecewaan di wajah oval Kak Vera.

"Bukan gitu, Kak. Tapi, aku lagi badmood aja."

"Mendingan kita duduk dulu. Biar abang ceritain semua ke kamu," ajak Bang Yudha menengahi.

Bang Yudha menceritakan semuanya kepada Kak Vera. Kak Vera sampai terngaga mendengar penjelasan sang suami.

"Astaghfirullah, kurang aj*r banget sih si Firman itu," ujarnya geram.

"Kamu bisa bantu Jane supaya lebih kurus dan jauh lebih cantik nggak, Sayang?" 

"Tenang, Bang. Aku akan minta bantuan Rossa. Kebetulan dia lagi ada di Jakarta. Bentar ya," Kak Vera meraih gawainya di atas meja. Lalu, menelepon Kak Rossa-- istri Bang Revan.

"Oke, masalah body dan kecantikan, abang serahkan ke kakak kamu ini ya. Soal perusahaan, baru serahkan ke abang. Kita akan membuat benalu itu menyesal atas perbuatannya."

*****

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nova Indriati
tiap berbayar ini mlah double2 kalimat ...g seru buang2 part aja.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu!   38 - Jane Diculik

    Berbagai cara kuupayakan untuk tetap bisa bercerai dari Mas Firman, kendati ia terus menolak. Sudah tidak ada yang bisa diselamatkan lagi. Bagiku, tidak ada penghianatan yang berhak untuk dimaafkan."Bukti-bukti semua sudah lengkap kan, Bu Jane?" tanya pengacara yang biasa menangani permasalahan di keluargaku."Sudah, Pak.""Baik lah, kita bersiap untuk sidang lanjutan perceraian Ibu.""Jane!" Aku pura-pura menatap kertas mendengar suara yang memanggilku. Itu suara Mas Firman."Jane!" panggilnya lagi dengan suara sedikit lebih tinggi.Steve menyikut lenganku. Ia memberi isyarat dengan matanya.Kuhela napas berat. Malas rasanya menanggapi lelaki satu ini."Apa lagi, Mas?""Aku … Aku mohon, Jane, urungkan perceraian kita," Ia menangkupkan tangan di depan dada."Keputusanku sudah bulat. Kamu dan aku sudah tidak bisa bersama. Seharusnya kamu sadar itu, Mas.""Tapi-- ""Sudah cukup! Aku tidak mau dengar apa-apa lagi darimu!""Ayo, Jane, giliran sidangmu," ujar pengacara berkulit putih itu

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu!   37 - Aku Nggak Mau Cerai, Jane!

    "Aku pergi dulu ya, Pa," pamitku sembari mencium dahi dan pipinya, berakhir dengan memeluk tubuh yang dulunya tegap, kini semakin kurus."Ya, Nak. Kamu hati-hati ya di jalan. Kalau sudah sampai, jangan lupa kabarin papa.""Baik, Pa. Aku pergi,ya, assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Entah kenapa, ada yang berbeda kali ini. Seperti berat untuk melepaskan Papa sendiri, kendati ada Suster Lia yang sudah terbiasa menangani Papa dan juga ada Zahwa yang tidak bisa meninggalkan sekolahnya. Aku berangkat menuju bandara, menggunakan taksi yang juga bisa dipesan melalui aplikasi online, sama seperti di Jakarta.Di dalam taksi, pandanganku melayang ke luar jendela. Kenapa dengan perasaanku ya? Berkecamuk tak menentu. Jika bukan karena hari ini sidang pertama perceraianku dengan Mas Firman, tentu tidak mungkin aku meninggalkan lelaki yang paling kusayang itu, untuk ke sekian kalinya.Sesampai di bandara, aku segera check in, dan mengurus barang untuk disimpan di bagasi pesawat. Setelah itu, se

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu!   36 - Terbongkar Kebusukan Firman

    Aku segera merampas kertas di tangan Papa. Membaca isi kertas itu dan dugaanku benar. Pria licik ini membujuk Papa untuk menandatangani surat pengalihan kepemilikan perusahaan, menjadi atas namanya. Kertas itu kusobekkan menjadi serpihan-serpihan kecil yang bertebaran di lantai dan kucampakkan ke atas."Apa-apaan kamu, Jane?" tanya Papa bingung. Matanya menatap kertas yang sudah berubah menjadi serpihan-serpihan kecil yang jatuh ke lantai seperti hujan."Papa jangan mau ditipu sama orang ini. Dia ini jahat, Pa. Dia penipu!" Kudorong bahu Mas Firman hingga terjengkang ke belakang."Penipu? Jahat? Apa sih maksud kamu?""Sebenarnya kami sedang dalam proses cerai, Pa. Dia sudah selingkuh dengan sekretarisnya di belakangku dan dia juga menggelapkan sebagian uang perusahaan."Papa menatapku lalu berpindah ke Mas Firman yang tertunduk lesu di pinggir ranjang."Benar begitu, Firman?" Mas Firman menggeleng cepat. "Nggak, Pa. Itu semua bohong! Aku nggak sejahat itu.""Halah, sudahlah, Mas! Ng

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu!   35 - Akhir Sandiwara

    KUBALAS PENGHIANATANMU, MAS!💜💜"Jadi, nggak usah macam-macam, Jane. Hidup papa kamu ada di tanganku sekarang," tukasnya pongah. "Jangan sombong kamu jadi orang, selagi hidupmu pun bergantung padaku dan keluargaku, Mas. Budayakan punya malu dikit, dong," Kudorong tubuhnya hingga mundur selangkah.Dengan kesal, aku masuk ke kamar dan membanting pintu. Kuhempaskan tubuh ke atas ranjang dengan hati yang membatu marah. Tak kuduga, Mas Firman menyusulku masuk ke dalam kamar yang lupa untuk dikunci. Aku terperangah melihat pria itu berdiri dengan senyum yang entah."Ngapain kamu ke sini, Mas?""Memangnya kenapa? Kamu masih sah istriku. Itu artinya, aku masih berhak penuh atas dirimu," tukasnya penuh percaya diri.Aku mendengus sinis. "Pede banget jadi orang. Kamu dan aku itu sudah selesai, Mas. Hanya tinggal menunggu ketuk palu aja. Kalau bukan karena Papa, aku sudah nggak mau berurusan denganmu lagi."Mas Firman diam. Ia berjalan pelan ke arah ranjang tanpa sepatah kata."Kamu mau apa,

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu!   34 - Sandiwara Di depan Papa

    KUBALAS PENGHIANATANMU, MAS!"Omong kosong! Telepon dia sekarang, biar Papa yang ngomong!""Tapi, Pa-- ""Telepon Firman, Jane! Se-ka-rang!"Mau tidak mau kubuka daftar kontak di aplikasi whatsapp, menekan tombol panggil. Terdengar suara nada sambung dari panggilan video tersebut."Halo, assalamualaikum, Jane.""Wa'alaikumsalam, Mas. Kamu lagi apa? Aku kangen," ujarku."Ka-kangen?" Pasti Mas Firman kebingungan dengan ucapanku barusan.Aku melirik ke arah Papa. Ia tengah menatap dengan mata sendunya. Semoga aja Mas Firman bisa mengerti dengan maksudku barusan."Iya, Mas. Aku kangen. Oh ya, ini Papa mau ngomong sama kamu," Kualihkan panggilan video itu ke Papa."Halo, Firman, assalamualaikum," sapa Papa dengan suara serak dan pelan."Halo, Pa. Wa'alaikumsalam. Papa gimana keadaannya, udah sehat?"Papa terbatuk kecil. "Ya, seperti yang kamu lihat. Masih sering ngedrop. Kamu kok nggak ikut ke mari bareng Jane dan Zahwa?"Aku memejamkan mata seraya meneguk ludah. Semoga saja Mas Firman tid

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu!   33 - Dilema Buah Simalakama

    KUBALAS PENGHIANATANMU, MAS! "Kalau begitu, suruh Firman besok datang ke mari. Papa kangen sama dia." "Tapi, Pa-- " "Nggak ada tapi-tapian! Suruh Firman datang ke sini besok, titik!" Aku dan Zahwa kembali saling pandang. Papa merupakan sosok yang tegas dan sulit untuk dibantah perintahnya. Tapi, bagaimana mungkin aku membawa Mas Firman ke sini. "Eyang, aku mau ke kamar dulu ya. Gerah, pengen mandi. Sekalian beresin barang-barang," pamit Zahwa. Papa mengangguk. Sebelum ke luar, Zahwa mendaratkan sebuah kecupan hangat di dahi kakeknya. "Eyang, cepat sembuh ya. Aku kangen jalan-jalan lagi sama Eyang." "Doain eyang ya, Nak." Zahwa mengangguk tersenyum, lalu beranjak ke luar. "Papa udah makan?" "Udah tadi sama suster." Kuraih tangannya dalam dekapan. Kemudian mencium punggung tangan itu. Lagi-lagi ada sesuatu yang berdenyut di dada. "Kamu pasti lagi ada masalah 'kan, Jane?" tebak Papa tepat. Aku menggeleng. "Nggak ada, Pa. Aku cuma kangen Papa. Aku terlalu sibuk dengan uru

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu!   32 - Suamimu Mana, Jane?

    Steve mengantarkanku dan Zahwa sampai ke bandara. Bang Yudha tidak bisa mengantar, karena ia sibuk mengurus perusahaan dan mengurus perceraianku dan Mas Firman. "Kamu diantar sama Steve aja ya. Abang sibuk ngurusin perusahaan abang yang di Surabaya. Besok ada meeting, ditambah persoalan pengalihan aset Firman menjadi milikmu dan perceraianmu juga. Diantar sama Steve aja ya," Begitu kata Bang Yudha tadi. Beruntung ada Steve yang selalu siap membantu. Meski entah ada apa di balik kebaikannya. 'Ah, tidak tidak', Cepat kutepis perasaan. Baru saja hati terluka. Mana mungkin sudah semudah itu aku membuka hati. Harusnya aku lebih hati-hati dalam menata perasaan ini. "Kamu hati-hati ya, Jane. Sampai sana kabarin aku langsung, ya?" Aku mengangguk. "Terima kasih banyak ya, Steve. Kamu udah baik banget selama ini. Aku nggak bisa balas." Steve terbahak. "Apaan sih kamu? Lebay deh!" Pria blasteran Inggris-Indonesia itu menghampiri Zahwa. "Hai, Cantik. Nanti sampai sana, kamu wajib langsung

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu!   31 - Aku Cemburu

    Steve tidak mau menyerah begitu saja. Ia bangkit dan membalas memukul orang asing yang menggunakan masker yang menutupi separuh wajahnya, jaket hoodie dan bertopi. Hanya dengan sekali sentak pukul saja, orang tersebut terjerembab ke belakang. Ia mengaduh sembari memegang perutnya yang dihantam bogem Steve tadi. Sontak jeritan pengunjung restoran terutama wanita, semakin riuh ketika orang asing tersebut terjatuh menghantam kursi. Steve berjongkok lalu membuka topi dan menarik paksa masker yang menutupi wajah orang asing tersebut. Astaga, Mas Firman! "Mas Firman?" "Papa?" Ia menundukkan kepala, sembari masih mengaduh kesakitan. "Ada apa ini?" Dua orang security menghampiri. "Orang ini tiba-tiba datang dan langsung memukul saya, ketika saya lagi makan," jelas Steve. "Ayo, ikut kami ke kantor untuk diproses." "Eng, sudah, tidak usah, Pak. Saya kenal orang ini. Biar saya selesaikan secara kekeluargaan," tukasku. "Mbak yakin?" "Ya, saya yakin sekali. Biar saya urus. Sekali lag

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu!   30 - Pemukulan Steve

    "Ini semua akibat keserakahanmu, Jane!" "Apa maksud Ibu?""Seandainya kamu tidak merebut villa dan empat kontrakan Firman, kami tidak sampai terlantar seperti ini. Bahkan bisa-bisanya Firman sampai tidak mengantongi sepeser uang pun. Karena deposito dan tabungannya juga ludes dirampas oleh abangmu.""Itu emang sudah semestinya. Karena anak Ibu sudah menggelapkan uang perusahaanku. Itu pun masih kurang jika harus menutupi semua yang diambil oleh anak Ibu itu," tandasku tak mau kalah.Ibu sontak terdiam. Sedangkan Bapak sejak tadi hanya diam, sibuk menghisap rokok kreteknya. Sehingga ruangan penuh dengan kepulan-kepulan asap."Masih untung anak Ibu itu nggak aku laporkan ke polisi. Atau nggak, mungkin saat ini dia sudah mendekam di balik jeruji besi.""Lagipula, ke mana hasil grosir dan warung jamu Ibu? Aku pikir, jika hanya untuk biaya sekolah Lastri dan kehidupan sehari-hari kalian, rasanya cukup. Kecuali ….""Kecuali apa, Jane?" tukas Ibu ketus."Kecuali, jika untuk kebutuhan gaya

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status