Akhirnya KumenemukanmuHatiku nelangsa saat beberapa orang yang membantu mengejar ojek itu kembali dengan tangan hampa. Deru kenalpot bus yang keluar masuk pintu terminal tak membuat rasa nelangsaku memudar. Lidahku kelu untuk sekedar meminta pertolongan kepada sesama manusia di sekitar terminal ini. Semuanya sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.Pikiranku buntu untuk sekedar berpikir langkah kedepannya yang harus aku ambil. Yang ada dapam pikiranku hanya kondisi Caca.Di dalam tas itu ada dompet juga ponsel yang merupakan barang yang penting. Jika dua barang itu hilang, bagaimana caraku untuk pulang? Bagaimana caraku untuk mengabari Ibu bahwa aku akan terlambat pulang atas musibah ini? Seandainya saja ada Mas Risky di rumah, mungkin hal ini tidak akan pernah terjadi.Mungkin dia akan memastikanku masuk ke dalam bus sebelum benar-benar pergi meninggalkan terminal ini. Ah lagi-lagi aku berhayal terlalu tinggi. Jika di rumah saja dia abai, bagaimana mungkin mau mengantar apalagi menu
Akhirnya Kumenemukanmu"Bu!" panggilnya lagi dengan nada suara sedikit lebih tinggi tanpa menoleh ke arahku.Aku yang sejak tadi masih tak percaya akhirnya bersuara juga."Iya, Pak. Ditunggu sebentar," jawabku pelan. Aku pun berdiri. Mendadak jantungku berdebar cepat melihat dia ada di sini. Haruskah aku meminta pertolongannya untuk bisa sampai di rumah? Pikiranku berjejalan tanda tanya dan kebimbangan sambil tanganku meracik es teh manis untuknya."Ini Pak, silahkan," ujarku dengan suara sepelan mungkin dan sedikit gemetar. Aku mengulurkan segelas teh manis melalui celah meja dekat etalase."Makasih, Bu," jawabnya. Kepala yang sejak tadi menekuri layar ponsel berujar sambil menoleh ke arahku."Sania? Ngapain kamu di sini? Katanya pulang kampung? Anakmu?" kagetnya. Mata itu menatapku tak percaya. Sementara aku menatap wajah itu dengan tatapan memelas."Saya kecopetan, Mas. Tas berisi uang dan ponsel hilang dibawa tukang ojek. Saya tak tahu garus bagaimana. Lalu pemilik warung ini men
Akhirnya Kumenemukanmu 13.1Desir halus mulai terasa di seluruh aliran darah dalam tubuhku. Rasa yang melumpuhkan logikaku sebagai status perempuan baik-baik. Dinding yang sudah kubangun pun perlahan runtuh karena larutnya rasa dalam hati yang mulai menyatu dengan hangatnya telapak tangan yang tengah menggenggam lembut tanganku.Aku terlena. Aku cinta tapi terhalang status antara kami. Aku ingin tapi aku tak berhak. Aku mau tapi tak dapat. Aku membuang napas kasar. Dinginnya AC mobil tak bisa membantu mendinginkan badanku yang sedang hangat oleh sikapnya. Rasa saling mencinta antara kami tak bisa menembus status yang menghalangi. Beginilah jika takdir belum memberi kesempatan kami untuk bersatu. Rupanya Allah masih memintaku untuk terus bersabar hingga satu hari itu akan tiba. Entahlah, apa boleh aku berharap begini? Mendadak hatiku menjadi layu manakala ponselnya berdering karena sebuah panggilan yang bertuliskan nama Adinda di layar ponselnya. Ah lagi-lagi aku lupa jika lelaki di
Akhirnya Kumenemukanmu 13.2"Seperti yang Mas lihat. Aku baik-baik saja. Tetapi menjadi tidak baik saat Mas mengakuiku sebagai istri di depan bapak dan ibu pemilik warung tadi," jawabku dengan suara sengau.Mas Risky terkekeh pelan. "Seandainya kamu datang sebelum aku memberi jawaban pada Adinda, aku akan benar-benar menjadikanmu istri. Tak peduli jika Mama tak setuju, aku siap diusir dari rumah," jawabnya yakin."Tapi aku tidak akan mau," sengitku. Aku memaku pandanganku ke arahnya."Kamu sungguh tidak ingin hidup bersamaku? Bukannya saat kita masih menjalin kasih dulu kamu punya harapan seperti itu?""Iya. Tapi tidak untuk kawin lari. Bagiku menikah tanpa restu itu seperti rumah tanpa tiang. Agama tanpa ibadah. Dan saat ini, seharusnya aku tak bisa hidup tanpa kamu. Tetapi bagaimana pun keadaannya hidup terus berjalan. Aku harus tetap maju sekalipun tak ada kaki untuk melangkah."Mas Risky menghentikan mobilnya sejenak. Ia memandangku dengan tatapan penuh tanya."Tapi aku ingin hidu
Akhirnya Kumenemukanmu Adakalanya sesuatu itu harus direlakan karena keadaan yang tak memungkinkan. Adakalanya juga mereka dengan teguh memperjuangkan apa yang diinginkannya dengan sekuat tenaga. Pun sama denganku yang harus merelakan rasa ini untuknya tetap tersimpan dalam dada. Jangan bilang aku munafik, karena aku hanya berusaha menjaga diri dari sesuatu hal yang bisa berujung dengan penyesalan. Ada banyak hati yang harus kujaga sebelum aku melangkah. Ada masa depan yang sedang kupertaruhkan saat aku hendak melangkah. Aku bukan lagi wanita yang bebas memilih jalan hidup sesuka hati. Kini aku adalah seorang ibu dengan satu putri yang berstatus janda. Tanpa aku memilih hal yang buruk pun, cap buruk identik dengan status janda yang kusandang. Tidak semua memang. Tetapi status janda cukup rawan menjadi bahan perbincangan atau menjadi salah satu yang disebut namanya ketika ada sesuatu hal yang terjadi dengan rumah tangga orang lain. Apalagi aku masih tinggal di kampung yang ketika ap
Akhirnya KumenemukanmuAku yang masih sibuk memotong sayur segera menoleh, kemudian tersenyum malu."Ngga kenapa-kenapa, Bu.""Sudah jangan mikir yang enggak-enggak. Lanjutin masak dulu biar Caca sarapan," titah Ibu.Aku mengangguk dan kemudian melanjutkan pekerjaan ini. Ibu pun sama. Kami berdua membagi tugas rumah tangga agar cepat selesai. Melihat semua masakan yang ada di atas meja makan, seketika hatiku tergerak untuk segera mencari pekerjaan. Ibu dengan mesin jahitnya hanya cukup untuk membiayai hidupnya sendiri. Sedangkan aku? Tak mungkin aku bergantung padanya."Bu, Sania izin keluar hari ini," ucapku membuka obrolan. Ibu yang tengah memegang jarum dan benang segera menoleh ke arahku. Kaca mata baca itu ia turunkan untuk bisa melihat diriku dengan mata telan jangnya."Kemana? Caca baru aja sembuh, masak sudah ditinggal?" Perhatiannya terpusat padaku sejenak. Mendapati Ibu seperti itu aku semakin sungkan untuk melanjutkan ucapanku. Serba riweh kalau hanya ada aku dan ibu mert
Akhirnya KumenemukanmuWanita yang kuhormati dengan sepenuh jiwa dan raga ini tengah terbaring lelap di atas pembaringan di kamarnya. Aku yang sedang membersihkan kamar tidurnya menyempatkan diri menikmati wajah renta tetapi masih semangat bekerja untuk menyambung hidup. Wajah lelah wanita yang penuh dengan perjuangan membesarkan Mas Yudha dengan tangannya sendiri tetapi Allah berkehendak lain. Usia manusia siapa yang tahu? Anak yang ia besarkan dengan harapan saat tua nanti menjadi pangayom hidupnya, nyatanya malah Allah ambil lebih dulu sebelum keinginannya terwujud.Tegakah aku untuk meninggalkannya seorang diri?Sayangnya aku masih punya hati untuk membalas kebaikan Mas Yudha dengan kasih yang kumiliki. "San," panggilnya saat aku sedang menyapu kotoran keluar rumah. Bergegas aku kembali ke kamarnya."Iya, Ibu? Ada apa?" tanyaku sambil memperhatikan tubuhnya yang tetap terpejam saat aku datang."Kepala Ibu pusing sekali. Sakit kayak ditusuk-tusuk. Sejak semalam juga ngga bisa tid
Akhirnya Kumenemukanmu 15.2Petugas rumah sakit dibantu Pakde Satyo memindahkan tubuh ibu melalui tandu yang bisa dilepas menjadi dua bagian panjang. Badan ibu dimiringkan sejenak dan alat itu diletakkan dibawah punggung ibu. Begitupun di sisi yang satunya. Setelah badan ibu berada di atas tandu itu, ujung besi pengaitnya direkatkan hingga tubuh ibu tertahan sempurna. Barulah tandu itu dipindahkan ke bed yang berada di dalam ruang perawatan."Kalau butuh sesuatu, Bapak bisa tekan tombol ini untuk memanggil petugas medis," ucapnya sebelum pergi."Terima kasih, Pak," jawab Pakde sebelum petugas itu pergi."Terus ini siapa yang jaga? Aku harus jemput anak sekolah nanti siang. Juga harus masak buat makannya anak-anak," ucap Bulek Fida lantang."Kamu itu belum apa-apa sudah begitu nada bicaranya! Kalau kamu ngga mau rawat ya sudah biar kami yang jaga di rumah sakit! Kamu pulang aja!" sengit Bude Sri."Ya kan jaga di rumah sakit harus orang yang punya waktu luang banyak! Aku ngga bisa kalau