Akhirnya Kumenemukanmu 13.2"Seperti yang Mas lihat. Aku baik-baik saja. Tetapi menjadi tidak baik saat Mas mengakuiku sebagai istri di depan bapak dan ibu pemilik warung tadi," jawabku dengan suara sengau.Mas Risky terkekeh pelan. "Seandainya kamu datang sebelum aku memberi jawaban pada Adinda, aku akan benar-benar menjadikanmu istri. Tak peduli jika Mama tak setuju, aku siap diusir dari rumah," jawabnya yakin."Tapi aku tidak akan mau," sengitku. Aku memaku pandanganku ke arahnya."Kamu sungguh tidak ingin hidup bersamaku? Bukannya saat kita masih menjalin kasih dulu kamu punya harapan seperti itu?""Iya. Tapi tidak untuk kawin lari. Bagiku menikah tanpa restu itu seperti rumah tanpa tiang. Agama tanpa ibadah. Dan saat ini, seharusnya aku tak bisa hidup tanpa kamu. Tetapi bagaimana pun keadaannya hidup terus berjalan. Aku harus tetap maju sekalipun tak ada kaki untuk melangkah."Mas Risky menghentikan mobilnya sejenak. Ia memandangku dengan tatapan penuh tanya."Tapi aku ingin hidu
Akhirnya Kumenemukanmu Adakalanya sesuatu itu harus direlakan karena keadaan yang tak memungkinkan. Adakalanya juga mereka dengan teguh memperjuangkan apa yang diinginkannya dengan sekuat tenaga. Pun sama denganku yang harus merelakan rasa ini untuknya tetap tersimpan dalam dada. Jangan bilang aku munafik, karena aku hanya berusaha menjaga diri dari sesuatu hal yang bisa berujung dengan penyesalan. Ada banyak hati yang harus kujaga sebelum aku melangkah. Ada masa depan yang sedang kupertaruhkan saat aku hendak melangkah. Aku bukan lagi wanita yang bebas memilih jalan hidup sesuka hati. Kini aku adalah seorang ibu dengan satu putri yang berstatus janda. Tanpa aku memilih hal yang buruk pun, cap buruk identik dengan status janda yang kusandang. Tidak semua memang. Tetapi status janda cukup rawan menjadi bahan perbincangan atau menjadi salah satu yang disebut namanya ketika ada sesuatu hal yang terjadi dengan rumah tangga orang lain. Apalagi aku masih tinggal di kampung yang ketika ap
Akhirnya KumenemukanmuAku yang masih sibuk memotong sayur segera menoleh, kemudian tersenyum malu."Ngga kenapa-kenapa, Bu.""Sudah jangan mikir yang enggak-enggak. Lanjutin masak dulu biar Caca sarapan," titah Ibu.Aku mengangguk dan kemudian melanjutkan pekerjaan ini. Ibu pun sama. Kami berdua membagi tugas rumah tangga agar cepat selesai. Melihat semua masakan yang ada di atas meja makan, seketika hatiku tergerak untuk segera mencari pekerjaan. Ibu dengan mesin jahitnya hanya cukup untuk membiayai hidupnya sendiri. Sedangkan aku? Tak mungkin aku bergantung padanya."Bu, Sania izin keluar hari ini," ucapku membuka obrolan. Ibu yang tengah memegang jarum dan benang segera menoleh ke arahku. Kaca mata baca itu ia turunkan untuk bisa melihat diriku dengan mata telan jangnya."Kemana? Caca baru aja sembuh, masak sudah ditinggal?" Perhatiannya terpusat padaku sejenak. Mendapati Ibu seperti itu aku semakin sungkan untuk melanjutkan ucapanku. Serba riweh kalau hanya ada aku dan ibu mert
Akhirnya KumenemukanmuWanita yang kuhormati dengan sepenuh jiwa dan raga ini tengah terbaring lelap di atas pembaringan di kamarnya. Aku yang sedang membersihkan kamar tidurnya menyempatkan diri menikmati wajah renta tetapi masih semangat bekerja untuk menyambung hidup. Wajah lelah wanita yang penuh dengan perjuangan membesarkan Mas Yudha dengan tangannya sendiri tetapi Allah berkehendak lain. Usia manusia siapa yang tahu? Anak yang ia besarkan dengan harapan saat tua nanti menjadi pangayom hidupnya, nyatanya malah Allah ambil lebih dulu sebelum keinginannya terwujud.Tegakah aku untuk meninggalkannya seorang diri?Sayangnya aku masih punya hati untuk membalas kebaikan Mas Yudha dengan kasih yang kumiliki. "San," panggilnya saat aku sedang menyapu kotoran keluar rumah. Bergegas aku kembali ke kamarnya."Iya, Ibu? Ada apa?" tanyaku sambil memperhatikan tubuhnya yang tetap terpejam saat aku datang."Kepala Ibu pusing sekali. Sakit kayak ditusuk-tusuk. Sejak semalam juga ngga bisa tid
Akhirnya Kumenemukanmu 15.2Petugas rumah sakit dibantu Pakde Satyo memindahkan tubuh ibu melalui tandu yang bisa dilepas menjadi dua bagian panjang. Badan ibu dimiringkan sejenak dan alat itu diletakkan dibawah punggung ibu. Begitupun di sisi yang satunya. Setelah badan ibu berada di atas tandu itu, ujung besi pengaitnya direkatkan hingga tubuh ibu tertahan sempurna. Barulah tandu itu dipindahkan ke bed yang berada di dalam ruang perawatan."Kalau butuh sesuatu, Bapak bisa tekan tombol ini untuk memanggil petugas medis," ucapnya sebelum pergi."Terima kasih, Pak," jawab Pakde sebelum petugas itu pergi."Terus ini siapa yang jaga? Aku harus jemput anak sekolah nanti siang. Juga harus masak buat makannya anak-anak," ucap Bulek Fida lantang."Kamu itu belum apa-apa sudah begitu nada bicaranya! Kalau kamu ngga mau rawat ya sudah biar kami yang jaga di rumah sakit! Kamu pulang aja!" sengit Bude Sri."Ya kan jaga di rumah sakit harus orang yang punya waktu luang banyak! Aku ngga bisa kalau
Akhirnya KumenemukanmuSatu box berukuran besar yang aku tak tahu isinya tergeletak begitu saja di depan teras rumah. Mataku mengamati box itu tetapi aku tak berani membukanya karena tak ada pesan khusus saat benda itu diletakkan disitu. Kuputuskan untuk membiarkannya begitu saja di dalam ruang tamu sampai ada yang memberitahu siapa pemberi barang itu.Aku dan Caca segera membersihkan diri setelah seharian berada di rumah sakit. Ada perasaan bersalah yang menggelayutiku saat melihat wajah Caca tampak letih. Seharusnya anak seusianya bebas bermain, tetapi ia malah kuajak wira-wiri ke rumah sakit seperti ini. Semoga musibah ini segera berlalu.Bahan-bahan kue sudah tersedia di atas meja yang berada di ruang tengah. Ruangan favorit keluarga untuk berkumpul bersama. Tempat yang lebar dan bebas untuk bermain karena tak banyak barang atau perabotan berserakan. Bagian tengah rumah sederhana yang disulap menjadi tempat nyaman dan mengasyikkan untuk berkumpul bersama keluarga.Sayangnya rumah
Akhirnya Kumenemukanmu"Waah bolu pandan? Tante suka kue bolu. Boleh dilihat?" tanya Mbak berkerudung itu dengan mata berbinar.Dengan cekatan aku membantu Caca membuka box kue yang dipangku oleh Caca. Perlahan tapi pasti kue-kue yang sudah kupotong dan kumasukkan ke dalam plastik bening itu terbuka sempurna. Mata gadis berkerudung itu makin terlihat bersinar."Waah ini pasti enak, berapaan, Sayang?" tanyanya ramah. Ia mengambil satu kue untuk dipegangnya."Boleh dimakan, Kak. Silahkan dibuka. Ini jual per biji bisa. Per loyang juga bisa, sesuai pesanan saja," sahutku. Kulihat wajah gadis yang tidak berkerudung itu melirik kue di tangan rekannya sambil mencebik. Ia memandang kue buatanku dengan tatapan jijik dan bibir tersungging miring."Makanan apaan itu! Di toko kue lebih enak!" selorohnya dengan tangan memainkan ujung rambut sedang tangan yang lainnya ia lipat di depan dada.Namun reaksi gadis berambut panjang itu sungguh berbeda dengan temannya yang berkerudung. Gadis berkerudun
Akhirnya Kumenemukanmu Ada rasa yang sebaiknya disimpan sendiri dalam sanubari. Ada pula rasa yang terkadang dengan sendirinya memberikan respon dengan memperlihatkan semu merah karena luapan rasa yang telah disembunyikan. Seperti rasaku padanya yang tak bisa kututupi saat dia menyebut namanya."Saya sudah memutuskan untuk tidak lagi bekerja di sana, Mas. Anak saya sakit," ucapku menjeda kalimat sambil mengusap pucuk kepala Caca. "Waktuku terlalu berharga untuk tidak membersamai tumbuh kembangnya. Kupikir dengan mencari uang untuk masa depannya aku bisa membahagiakan dia, tapi ternyata tubuhnya memberikan respon yang berbeda," sambungku lagi.Aku tersenyum melihat peninggalan Mas Yudha ini. Hadiah darinya yang akan membersamai hari-hariku setelah ini."Anakmu cantik," ucapnya sambil turut memandnagi tingkah Caca."Makasih," jawabku. Aku mendongak, mengitari pandangan ke sekeliling. Sekilas aku melihat badan Pakde Satyo tengah berjalan sedikit cepat menuju arah tempatku berbincang de