Akhirnya Kumenemukanmu 15.2Petugas rumah sakit dibantu Pakde Satyo memindahkan tubuh ibu melalui tandu yang bisa dilepas menjadi dua bagian panjang. Badan ibu dimiringkan sejenak dan alat itu diletakkan dibawah punggung ibu. Begitupun di sisi yang satunya. Setelah badan ibu berada di atas tandu itu, ujung besi pengaitnya direkatkan hingga tubuh ibu tertahan sempurna. Barulah tandu itu dipindahkan ke bed yang berada di dalam ruang perawatan."Kalau butuh sesuatu, Bapak bisa tekan tombol ini untuk memanggil petugas medis," ucapnya sebelum pergi."Terima kasih, Pak," jawab Pakde sebelum petugas itu pergi."Terus ini siapa yang jaga? Aku harus jemput anak sekolah nanti siang. Juga harus masak buat makannya anak-anak," ucap Bulek Fida lantang."Kamu itu belum apa-apa sudah begitu nada bicaranya! Kalau kamu ngga mau rawat ya sudah biar kami yang jaga di rumah sakit! Kamu pulang aja!" sengit Bude Sri."Ya kan jaga di rumah sakit harus orang yang punya waktu luang banyak! Aku ngga bisa kalau
Akhirnya KumenemukanmuSatu box berukuran besar yang aku tak tahu isinya tergeletak begitu saja di depan teras rumah. Mataku mengamati box itu tetapi aku tak berani membukanya karena tak ada pesan khusus saat benda itu diletakkan disitu. Kuputuskan untuk membiarkannya begitu saja di dalam ruang tamu sampai ada yang memberitahu siapa pemberi barang itu.Aku dan Caca segera membersihkan diri setelah seharian berada di rumah sakit. Ada perasaan bersalah yang menggelayutiku saat melihat wajah Caca tampak letih. Seharusnya anak seusianya bebas bermain, tetapi ia malah kuajak wira-wiri ke rumah sakit seperti ini. Semoga musibah ini segera berlalu.Bahan-bahan kue sudah tersedia di atas meja yang berada di ruang tengah. Ruangan favorit keluarga untuk berkumpul bersama. Tempat yang lebar dan bebas untuk bermain karena tak banyak barang atau perabotan berserakan. Bagian tengah rumah sederhana yang disulap menjadi tempat nyaman dan mengasyikkan untuk berkumpul bersama keluarga.Sayangnya rumah
Akhirnya Kumenemukanmu"Waah bolu pandan? Tante suka kue bolu. Boleh dilihat?" tanya Mbak berkerudung itu dengan mata berbinar.Dengan cekatan aku membantu Caca membuka box kue yang dipangku oleh Caca. Perlahan tapi pasti kue-kue yang sudah kupotong dan kumasukkan ke dalam plastik bening itu terbuka sempurna. Mata gadis berkerudung itu makin terlihat bersinar."Waah ini pasti enak, berapaan, Sayang?" tanyanya ramah. Ia mengambil satu kue untuk dipegangnya."Boleh dimakan, Kak. Silahkan dibuka. Ini jual per biji bisa. Per loyang juga bisa, sesuai pesanan saja," sahutku. Kulihat wajah gadis yang tidak berkerudung itu melirik kue di tangan rekannya sambil mencebik. Ia memandang kue buatanku dengan tatapan jijik dan bibir tersungging miring."Makanan apaan itu! Di toko kue lebih enak!" selorohnya dengan tangan memainkan ujung rambut sedang tangan yang lainnya ia lipat di depan dada.Namun reaksi gadis berambut panjang itu sungguh berbeda dengan temannya yang berkerudung. Gadis berkerudun
Akhirnya Kumenemukanmu Ada rasa yang sebaiknya disimpan sendiri dalam sanubari. Ada pula rasa yang terkadang dengan sendirinya memberikan respon dengan memperlihatkan semu merah karena luapan rasa yang telah disembunyikan. Seperti rasaku padanya yang tak bisa kututupi saat dia menyebut namanya."Saya sudah memutuskan untuk tidak lagi bekerja di sana, Mas. Anak saya sakit," ucapku menjeda kalimat sambil mengusap pucuk kepala Caca. "Waktuku terlalu berharga untuk tidak membersamai tumbuh kembangnya. Kupikir dengan mencari uang untuk masa depannya aku bisa membahagiakan dia, tapi ternyata tubuhnya memberikan respon yang berbeda," sambungku lagi.Aku tersenyum melihat peninggalan Mas Yudha ini. Hadiah darinya yang akan membersamai hari-hariku setelah ini."Anakmu cantik," ucapnya sambil turut memandnagi tingkah Caca."Makasih," jawabku. Aku mendongak, mengitari pandangan ke sekeliling. Sekilas aku melihat badan Pakde Satyo tengah berjalan sedikit cepat menuju arah tempatku berbincang de
Akhirnya Kumenemukanmu"Astagfirullah, Bude kenapa bisa bicara seperti itu?" pekikku kaget. Aku tak menyangka jika Bude bisa memiliki pikiran seperti itu.Seketika otakku berkerja dengan cepat. Pakde. Ya, Pakde Satyo."Apa ini Pakde yang bilang?" balasku setelah aku mengingat kejadian saat bertemu dengan Mas Dimas tadi pagi.Bude mengangguk lemah. Kurasakan ada tatapan tidak percaya dari mata sembab milik Bude."Dia Mas Dimas, Bude. Anak majikan saya saat berkerja di Surabaya kemarin. Kami hanya mengobrol sebentar karena tak sengaja bertemu di rumah sakit. Sania hanya bertanya sedang apa disini. Itu saja tidak lebih," jawabku apa adanya.Aku meraih jemari Bude yang ia letakkan di atas meja makan. Kugenggam jemari itu lantas aku berlutut di bawah kursinya. "Sania tak ada hubungan apapun dengan Mas Dimas, Bude. Kami tak sengaja bertemu. Itu pun tak lama. Setelah Sania melihat Pakde Satyo, Sania langsung pergi. Jangan menuduhku atas sesuatu hal yang tak pernah kulakukan, Bude," isakku.K
Akhirnya KumenemukanmuTak ada yang bisa kulakukan selain berdoa memohon jalan pada Allah. Meminta kemudahan dan pertolonganNya disetiap sujudku. Hanya ini yang bisa kilakukan setelah aku berusaha berjuang dengan kedua tangan yang kumiliki.Bukankah tugas manusia hanya bersabar dan sholat sambil menunggu pertolongan dari Allah setelah kita berusaha?Selain itu usaha yang dapat kutempauh jika pertolongan Allah tak kunjung datang aku harus berhutang diwarung Mbak Ani untuk modal usaha. Hutang bahan utama untuk membuat pesanan kue. Tapi aku masih ingin menunggu pertolongan Allah datang padaku. Aku tak mau gegabah memilih jalan keluar yang kiranya akan membebani diriku sendiri nantinya.Puas berdzikir dan berdoa aku melipat kembali mukena pemberian Mas Yudha saat kami baru menikah dulu. Bakda Magrib ini seharusnya aku menghadiri acara pengajian di rumah Ibu. Tetapi karena musibah tadi, sungguh, ini diluar dugaanku. Biar kukirim doa untuk Ibu dari rumahku sendiri saja.Setelah itu, aku dud
Akhirnya Kumenemukanmu 18.2"Harus, Bu. Ada anak yang butuh dibesarkan dengan hasil tangan saya sendiri," jawbaku legowo.Legowo melepas segala hal yang diharapkan untuk hidup bahagia hanya bersama gadis kecilku. Ah takdir, terkadang menyesakkan."Besok nambah sepuluh biji lagi ya, Mbak? Ini uangnya yang kemarin," ujar Ibu penjual sambil menyerahkan beberapa lembar uang puluhan."Alhamdulillah, makasih ya, Bu?" ujarku dengan mata berbinar. Aku mendekap uang itu di dada. Ada rasa haru dan bangga ketika aku bisa menghasilkan uang sendiri setelah sekian tahun hanya mengandalkan pemberian dari suami. Kini dengan tanganku sendiri aku bisa menghasilkan rupiah tanpa bekerja ikut orang lain. Ada kebanggaan tersendiri yang terselip dalam dada."Eh ngapain di sini? Nitip dagangan disini? Ngga dikasih sama pacarmu yang kemarin?" Suara Bulik Fida tiba-tiba saja mengagetkanku. Ia datang dengan motornya sambil membawa beberapa kantong plastik. Entah apa isinya.Seketika aku memasukkan uang dalam s
Akhirnya Kumenemukanmu 19.1Cinta, terkadang membuat kita menjadi lemah. Dia bisa menghancurkan semangat hidup yang seharusnya berkobar dengan indah. Adakalanya dia juga membuat kita kehilangan kesadaran sebagai makhluk ciptaan Tuhan.. Namun tak jarang cinta datang membawa kehidupan. Kehidupan yang indah meskipun dia tak dapat diraih. Dia akan selalu menjadi warna dalam hidup meskipun hanya menjadi perasa. Bisa dirasa tapi tak tergapai.Pengorbanan untuk membuat cinta tetap menjadi suci harus dibayar dengan senyum indah dari bibirnya. Tak akan kubiarkan senyum itu hilang dari pandangan mata agar siapapun bisa merasakan betapa indahnya cinta itu.Namun aku tak terima jika cinta yang kukorbankan dinodai oleh penghianatan. Ada rasa sakit melihat dia berjalan dengan mesranya bersama dia yang menjadi duri. Semudah itukah?Lagi-lagi aku hanya bisa menangis. Menangisinya dalam setiap sujudku. Bibirku pun tak bosan menyebut dia dalam setiap doaku. Terlebih ketika aku melihat cinta yang kukor