Mama dan papa begitu antusias bermain bersama Yumna dan Zikri. Kedua orang tuaku itu baru saja datang ke rumah ibu, rumah besannya. Dua hari lagi, Nisa akan menikah jadi mama dan papa juga datang kesini. Orang tuaku itu sudah berbaikkan kembali dengan sahabatnya yang juga besannya. Hubungan mereka kembali membaik saat aku melahirkan dulu dan ibu mertuaku berusaha menjagaku dengan baik. Ibu dan bapak benar-benar menyesal dan meminta maaf pada mama juga papa, memohon agar aku di ijinkan kembali pulang ke kampung dan dirawat oleh mereka. "Pulang ke kota yuk, ke rumah nenek," ucap mama pada kedua cucunya.Secara refleks, Yumna dan Zikri menatap kearahku. Seolah-olah meminta persetujuan. "Nanti bilang papa dulu ya," jawabku sambil tersenyum."Lebih baik kamu kembali ke kota saja, Amel. Rumah yang di kota kan belum di jual juga, peternakan katanya juga sudah berjalan dengan baik. Biar suaminya Nisa saja nanti yang mengurusinya disini, Damar biar seperti dulu mendistribusikan hasilnya di
"Apa kamu masih akan jadi pemberani jika aku memperkos* dirimu?" ucapnya sambil tersenyum mengejekku. "Dasar tidak waras, lepaskan!" pekikku kencang. "Berteriaklah di tempat tidur," desisnya sambil mendekatkan wajahnya padaku. Aku segera menahan wajahnya dengan telapak tanganku sekuat tenaga. Jijik sekali rasanya melihat kelakuannya sepupu suamiku ini. Aku tidak peduli meskipun akan kalah melawannya. Mataku terpejam saat bibir lelaki itu hampir menyentuh pipiku. Namun yang aku rasakan tubuhnya tertarik menjauhiku lalu terdengar suara pukulan. "Beraninya kau!" teriak Bisma lantang. Aku segera membuka mataku, terlihat olehku Farid datang dengan buku-buku yang sudah berserakan tidak jauh darinya. "Kamu yang berani-berani menyentuh wanita yang harusnya kamu hormati," sahut Farid dengan suara tenang. "Jangan ikut campur, kamu hanya menantu dirumah ini.""Benar, dan aku mempunyai kewajiban untuk melindungi kehormatan semua orang yang ada dirumah ini," ujar Farid. Bisma sepertinya t
"Mas ...." Aku ikutan berteriak saat melihat benda kaca itu melayang menuju ke arah suamiku. Bisa berbahaya juga jika benda itu membentur kepalanya. "Prangg!" Kaca itu menghantam dinding karena mas Damar menghindarinya. "Saya tidak akan berubah pikiran kali ini. Bulek tahu apa yang dia lakukan selama ini, anakmu itu dengan sengaja menyuruh orang untuk mencelakai Amelia saat dia hamil dulu. Dan belum lama ini dia juga menyuruh orang untuk meracuni ayam-ayam kami. Sampai kapan dia akan sadar kalau tidak diberi pelajaran," ujar mas Damar menghentikan langkahnya. Aku cukup kaget mendengar perkataan suamiku, jadi sebenarnya dia yang melakukannya bukan Alesha. Pantesan saja mereka bisa bersekongkol dengan sangat rapi. "Kamu bilang apa tadi? dia meracuni ayam kita?" tanya ibu. Mas Damar hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut. "Lalu barusan dia ingin berbuat buruk pada istriku, dia itu punya kelainan atau apa sih!" seru mas Damar kencang."Dia memang ha
Jeritan tawa bergema memenuhi ruangan keluarga, si kembar sedang asyik bermain bersama Risma, putrinya Rivani. Begitu mendengar aku kembali ke rumah ini Rivani dan Ziva langsung saja datang ke rumah ini. Kedua sahabatku itu tetap seperti dulu meskipun kami lama tidak berjumpa dan mereka tahu tentang masa laluku. Begitu kami menyelesaikan urusan di kampung, kami segera kembali ke kota. Mas Damar menahan Bisma hampir lima hari di kantor polisi. Dan setiap harinya bulek maupun paklek datang kerumah dan memohon. Apalagi ibu dari Bisma, dia hampir rela melakukan apa saja untuk membujuk suamiku untuk mencabut laporannya. Bahkan Maya juga memohon padaku dan mas Damar sambil membawa anak-anak, ketiga anak perempuan dengan usia yang saling berdekatan itu merengek-rengek dan menangis ingin bertemu dengan ayahnya. Pada akhirnya suamiku luluh juga, dan mencabut laporannya. Karena memang niat awalnya hanya memberikan efek jera pada sepupunya itu, yang aku tahu mas Damar sampai membuat suara per
Rivani sudah menungguku di lobby hotel saat aku datang, begitu melihatku dia langsung mendatangiku dan mengajakku langsung menuju ke ballroom. Tempat dimana akan diadakan acara tersebut, kami mengisi daftar hadir lalu masuk ke dalam ruangan. Begitu masuk kedalam ruangan ballroom yang cukup luas itu, suasana sudah sangat meriah. Di ruangan tersebut berjejer banyak meja berbentuk bundar dengan empat kursi yang mengelilinginya. Meja yang di bungkus dengan taplak meja berwarna putih, serta kursinya juga di tutup dengan sarung yang berwarna senada. Konsep ruangan ini seperti dibuat seperti sedang mengadakan gala diner. Meja-meja dan kursi tersebut di tata rapi dengan menyisakan jalan dari arah pintu masuk hingga ke arah depan panggung. Terlihat mewah dan berkelas."Ayo duduk disebelah sana," ajak Rivani sambil menunjuk pada meja kosong yang cukup dekat dengan panggung. "Apa tidak terlalu kedepan, enak dibelakang aja sih," tolakku cepat. Aku merasa sedikit tidak nyaman saat aibku terbuk
"Maafkan aku Amel," ucap Alesha sambil menatap ke arahku. Suara ribut dari semua orang yang ada di ruangan itu mendadak senyap seketika. Seperti menantikan apa yang selanjutnya akan di ucapkan oleh seorang yang sedang berdiri diatas panggung. "Aku memang pantas disebut pelakor, karena mencintai laki-laki yang telah beristri kemudian berusaha dengan segala cara untuk memilikinya. Tapi satu hal yang harus kalian tahu, aku hanya mencintainya, aku tidak silau oleh harta kekayaan yang dimiliki oleh suami Amel. Aku hanya butuh kasih sayang dan cintanya saja," ucap Alesha tertahan. "Teman-teman dekatku pasti tahu jika aku sudah lama kehilangan ayahku, beliau sudah lebih dahulu menghadap yang kuasa. Lalu aku melihat sosok ayahku ada dalam diri mas Damar, suaminya Amel. Laki-laki itu begitu penyayang dan perhatian, aku tahu jika awalnya Amel tidak mencintai suaminya, tapi suaminya tetap memberinya banyak cinta. Siapa yang tidak iri dengan hal itu, kasih sayang yang begitu aku dambakan disia
Aku bergegas berpamitan kepada mama Amel setelah menyerahkan amplop coklat berisi surat gugatan perceraian, serta surat untuk Amelia dan Mas Damar. Aku memang sengaja sudah menyiapkannya karena yakin Amelia tidak akan bisa bertemu denganku saat ini.Aku harus segera pergi dari kota ini sebelum hari beranjak siang karena aku akan pergi ke luar kota. Tempat di mana dulu Amelia seharusnya pergi saat diusir oleh papanya, jika tidak tersesat dia harusnya pergi ke tempat itu. Namun karena dia tersesat dia pergi ke pesantren lain. Di daerah itu memang ada beberapa pesantren.Aku meninggalkan Raka bersama dengan Bunda, aku tidak bisa bersama dengan bayi itu. Setiap kali melihat wajah bayi itu ingatanku menerawang kepada Bisma, ayah dari bayi tersebut, laki-laki yang sudah membuatku semakin terpuruk. Aku tak ingin bayi itu tidak mendapat kasih sayangku dan malah mendapatkan kemarahanku. Bersama Bunda sepertinya akan membuatnya lebih baik dan aku akan memperbaiki diriku di tempat ini seperti A
"Maafkan umi ya Alesha, jika umi tidak menyuruhnya untuk menjemput kamu maka hal ini tidak akan terjadi. Umi sudah berpesan padanya untuk membawamu ke pesantren bukan membawa ke rumah ini," ucap wanita yang sudah melahirkan Mas Farhan itu sambil memelukku dengan erat. "Umi tadinya berpikir kamu tak jadi datang karena tak kunjung sampai. ternyata malah dibawa ke rumah oleh Farhan dan diperlakukan seperti ini," lanjutnya berkata. Umi Rukayah sudah membawaku pergi dari kamar Mas Farhan berpindah masuk ke dalam kamar tamu. Barusan aku sudah menceritakan semua yang terjadi pada beliau sejak dari awal aku ketemu Mas Farhan di terminal hingga aku terbangun dalam keadaan tanpa sehelai pakaian."Menikahlah dengan Farhan, Alesha. mungkin ini udah jalan dari Yang Kuasa agar kamu bisa merubah putra umi menjadi lebih baik lagi. Bukan umi tidak pernah berusaha merubahnya, umi sudah berusaha merubahnya dengan menasehatinya juga mendoakannya tapi sepertinya semuanya masih belum ada hasilnya. Umi be