Share

Tanggung jawab

Setelah keributan yang terjadi tadi malam, pagi itu Dirga sudah menunggu Gilang di ruang makan. Gilang yang tidak mengerti kejadian itu langsung duduk menghampiri papanya dengan santai.

"Tadi malam kamu dari mana?" tanya Dirga mulai menginterogasi putranya.

"Biasa," jawab Gilang tanpa beban.

"Tadi malam ada wanita mabok nyariin kamu!" suara Dirga mulai meninggi, Gilang terkejut tak biasanya sepagi ini papanya marah-marah.

"Apa, siapa?" Gilang mengeryit bingung.

"Lihat di kamar tamu, wanita itu tidur sedang di sana!" Dirga menatap tajam putranya yang masih kebingungan.

Mendengar ucapan papanya, Gilang bangkit dan memeriksa kamar tamu, betapa terkejutnya saat melihat Mia tengah tidur di kamar itu.

"Hah, Mia?" Gilang semakin bingung, dia kembali ke ruang makan dengan wajah tak berdosa.

"Pacarmu?" tanya Dirga sinis.

"Bukan, anu ...." Gilang semakin bingung menjelaskan tentang siapa Mia sebenarnya.

"Dia bilang kamu tinggalin dia di hotel, habis kamu apain? Kamu jangan ngerusak anak orang deh!" hardik Dirga kesal.

"Bu-bukan, Pa. Gilang nggak ngapa-ngapain kok!" Pemuda itu membela diri karena dia merasa tak berbuat macam-macam.

Pria tua itu menggebrak meja, dia menceramahi putranya cukup lama. Gilang hanya menunduk tak berani melawan, kalau dia berani menjawab papanya akan semakin emosi dan semakin marah besar.

Dirga sebenarnya bukan tipe pemarah, dia akan marah jika kesalahan putranya sudah sangat fatal. Kali ini dia mengganggap Gilang telah keterlaluan karena mempermainkan anak orang.

"Selesaikan masalahmu!" Dirga pergi meninggalkan Gilang, dan bergegas ke kantor.

Selera makan Gilang mendadak hilang, dia merasa sangat kesal dengan ulah Mia. Ditambah lagi perempuan itu malah datang ke rumahnya.

Gilang ke kamar tamu membangunkan wanita itu, dia ingin Mia segera pergi dari rumah. Namun wanita itu malah tertidur dengan sangat nyenyak, ia tak menyadari ada seorang pria yang menatap dengan kesal.

"Ini cewek apa badak sih, heran. Jam segini nggak bangun-bangun, kusiram juga pakai air lama-lama ini anak. Mia!" bentak Gilang sudah hilang kesabaran.

Wanita itu hanya menggeliat tak membuka mata, Gilang semakin jengkel dan menepuk kaki Mia agar bangun.

"Mia, sudah siang nih, molor aja!" Beberapa kali tepukan wanita itu baru mengerjapkan mata.

"Duh, apaan sih masih ngantuk nih," rengek Mia mengucek matanya yang masih terasa sangat berat.

"Heh, sudah siang ni, pulang sana!" seru Gilang gusar.

"Aku ngantuk tau nggak, kepalaku sakit nih!" bentak Mia tak kalah sengit.

"Siapa suruh kamu mabok, lagian perempuan kok mabok!" hardik Gilang, ingin rasanya dia menyeret wanita itu keluar dari rumahnya saat itu juga.

"Bodo!" Mia menutup wajahnya dengan bantal lalu melanjutkan tidur.

Merasa kesal akhirnya Gilang memilih keluar sambil membanting pintu, dia bergegas pergi dari rumah dan berharap saat pulang wanita itu sudah tidak ada lagi di rumahnya.

"Enak aja mau ngusir aku, pokoknya kamu harus nikahi aku, Gilang!" Mia membuka bantal yang menutup wajahnya sambil tersenyum penuh kemenangan.

Dia sangat menikmati berada di rumah mewah, bagaimanapun caranya dia harus menjadi nyonya di rumah ini. Sebuah rencana telah tersusun rapi di kepalanya. Kapan lagi dia akan menjadi istri orang kaya, pikiran liciknya mulai beraksi.

Sementara itu Gilang pergi menemui Robi, dia akan membuat perhitungan dengan temannya itu. Mobil yang dikendarai Gilang melaju pesat membelah jalanan kota, kemudian berhenti di sebuah rumah mewah bergaya klasik.

Gilang melangkah masuk ke rumah dengan santai, langsung ke kamar Robi. Dia sudah terbiasa bebas masuk ke rumah sahabatnya dari dulu demikian juga Robi kalau datang ke rumah Gilang bebas seperti di rumah sendiri.

"Heh breng*ek kamu Rob!" tegur Gilang kesal.

Robi yang tengah bersantai mendengarkan musik, terkejut melihat kedatangan sahabatnya dengan wajah kesal.

"Apaan datang-datang langsung marah?" Robi mempersilahkan temannya duduk.

"Lu apain sih si Mia? tau nggak dia datang dan sekarang tidur di rumahku!" geram Gilang.

"Hah, serius?" Robi terkekeh.

"Ketawa lagi, gue pusing Rob!" bentak Gilang memukul lengan sahabatnya.

"Tenang-tenang, Sob," hibur Robi.

"Bagaimana bisa tenang, mana Bokap marah lagi tadi pagi," gerutu Gilang.

Robi menghibur sahabatnya yang sedang gusar, seharian mereka berbincang di kamar sambil bermain game, mereka hanya keluar untuk makan dan kembali lagi ke kamar.

Seharian itu Mia tidur di rumah Gilang, dia merasa sangat nyaman berada di rumah itu. Sore harinya dia bangun dan mandi, berendam dengan air hangat di bath up seperti artis-artis di TV.

Di luar rumah mobil Dirga baru saja tiba, pria itu melangkah masuk ke dalam rumah, setelah meletakkan tas di ruang kerja, ia bergegas ke kamar membersihkan diri dan berganti baju. Setelah tubuhnya bersih dan merasa segar, pria itu pergi ke dapur.

"Bi, itu wanita yang semalam jam berapa pergi?" Dirga penasaran.

"Belum pergi Pak, Mas Gilang yang pergi," jawab Bibi polos.

Dahi Dirga seketika mengkerut, dia melangkah ke kamar tamu menemui Mia. Dua kali dia mengetuk sebelum membuka pintu, wanita itu tak ada di sana. Dirga melangkah masuk bertepatan dengan Mia keluar dari kamar mandi yang hanya mengenakan handuk.

"Oh, maaf!" seru Dirga langsung membalikkan badan.

"Maaf, Om." Mia juga tak kalah terkejut melihat papanya Gilang tiba-tiba berada di sana.

"Pakai bajumu setelah itu mari kita bicara di luar!" Dirga meninggalkan kamar menunggu di ruang keluarga.

Mia tersenyum senang, dengan cepat dia mengeringkan tubuh dan rambutnya menggunakan handuk. Setelah memakai baju dia bergegas keluar menemui Dirga.

Dirga sedang duduk santai di ruang keluarga, telah tersedia dua cangkir minuman di meja, cangkir berisi kopi untuk Dirga, dan satunya berisi teh untuk Mia.

Wanita itu mengangguk hormat lalu duduk di depan Dirga, sekilas Dirga menatap wajah Mia yang lumayan cantik. Namun pria itu segera memalingkan pandangan, pakaiannya terlalu seksi hingga membuatnya sedikit terganggu kalau memandang terlalu lama.

"Kamu pacarnya, Gilang?" Dirga memulai pembicaraan.

"Ya ... begitu lah, Om. Kami sudah ...." Mia menundukkan wajah pura-pura bersedih.

"Sudah apa?" Dirga semakin curiga.

"Ya, kami sudah begituan," ucap Mia dengan nada serius.

"Maksudnya, tolong diperjelas?" Dirga mulai gusar dengan teka-teki yang diucapkan wanita muda di hadapannya.

"Malam itu Gilang mabok berat, lalu dia melakukan itu sama Mia. Mia stres Om, makanya tadi malam sampai mabok." Mia mulai berakting menangis.

"Jadi kalian sudah ---" Dirga menatap tajam, wanita itu mengangguk pelan.

Bersamaan itu Gilang datang dan masuk ke rumah, dia terkejut melihat Mia masih blum pergi dari rumahnya. Dirga menatap Gilang dengan tajam, napasnya naik turun menahan amarah, kemudian ia menyuruh putranya duduk.

"Benar kamu sama Mia sudah melakukan itu?" Dirga meminta penjelasan pada Gilang.

Gilang menatap Mia yang menunduk sambil menangis, dia tak menyangka wanita itu sudah mengatakan hal itu pada papanya.

"Gilang, jawab Papa!" bentak Dirga matanya kini memerah.

"Gilang nggak inget ...." jawab Gilang gugup.

"Apa?" Dirga mulai kalap, dia bangkit lalu menarik kerah baju anaknya hingga berdiri.

"Om, jangan pukul Gilang, saya cuma mau Gilang bertanggung jawab!" Mia melerai ke dua pria yang sedang bertengkar di depannya.

"Tanggung jawab apa?" Gilang syok dan bingung.

"Ya, kamu harus nikahin aku!" sahut Mia ketus.

Dirga menghempaskan putranya ke sofa, dia kembali duduk sambil merengut kesal. Setelah sedikit tenang, pria itu kembali berbicara.

"Kamu sebagai laki-laki harus bertanggung jawab, jangan jadi pengecut!" geram Dirga.

"Tapi, Pah?" Gilang sebenarnya ingin menolak karena dia tidak yakin mereka telah melakukan hubungan suami istri.

"Gilang, aku anak satu-satunya, ibuku janda aku harapan orang tuaku dan kamu sudah menghancurkan masa depanku!" Mia mengeluarkan air mata palsunya.

Gilang mencengkeram kain sofa menahan amarah, akan tetapi dia tidak berdaya, posisinya memang salah, andai saja dia tidak mabuk malam itu dan tidak pergi ke hotel tentu semua ini tidak akan terjadi.

"Bagaimana kuliah kita?" Gilang mulai pasrah.

"Kalian bisa sambil kuliah, lagian tinggal satu semester lagi 'kan?" sahut Dirga.

Gilang mengangguk, kali ini dia terpojok, dan tak bisa melawan lagi. Mia tertawa senang di dalam hati, selangkah lagi dia akan menjadi nyonya di rumah ini.

Gilang, ternyata mudah juga mendapatkan kamu. Oh ATMku ... batin Mia tertawa girang.

Setelah pembicaraan selesai, Dirga menyuruh Gilang mengantar Mia pulang menemui orang tuanya. Dia meminta putranya mengatakan sendiri pada orang tua Mia akan niatnya untuk menikahi Mia.

Meski kesal Gilang tetap mengantarkan Mia pulang. Sepanjang jalan pria itu hanya diam membayangkan masa lajangnya sudah berakhir, sementara Mia tersenyum senang karena menang.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status