Share

Akibat Kencan Buta
Akibat Kencan Buta
Author: Bunga Kcl

1). Pria dingin yang tampan

Malam yang menyongsong kelam bertaburkan ratusan bintang yang bekerlip langit, begitu mempesona dan indah. Seorang gadis muda nan cantik baru saja turun dari taksi online yang mengantarkannya ke sebuah kafe elit di kota besar ini. Gadis cantik itu memiliki mata yang bulat, sebulat wajahnya. Kedua manik mata mengerjap dengan binar yang indah, malam ini ia menerima ajakan makan malam yang direncanakan oleh orangtuanya.

“Selamat datang nona, silahkan...”

Sang gadis tersenyum manis pada orang yang membukakan pintu cafe untuknya. Penampilannya cukup menarik perhatian, dengan gaun selutut berwarna hitam, sangat kontras dengan kulitnya yang seputih susu, membalut tubuhnya yang ramping. Jangan lupa sebuah rambut berbentuk kupu-kupu kecil yang manis rambut sebahunya.

Pandangan gadis itu menyapu seisi ruangan, matanya dengan teliti mencari sebuah nomor meja yang ada di pesan oleh orangtuanya itu. Mereka memang berangkat menuju kafe dengan terpisah, dan orangtuanya sudah lebih dulu tiba di kafe tersebut. Namun gadis muda itu menemukan kejanggalan, ia yakin tidak salah lihat. Enam belas. Itu nomor meja yang sudah dipesan orangtuanya, tapi yang menempati meja tersebut justru bukan kedua orangtua gadis itu, melainkan orang lain. Seorang pria.

“Siapa dia?” gumamnya.

Setelah menimbang-nimbang akhirnya kaki gadis itu melangkah kecil, menghampiri meja yang seharusnya tidak tepat waktu.

“Ekhem…” gadis itu berdehem. “Permisi Om?” sambung lagi. Menatap pria yang sedang duduk dengan gawai ditangan.

Pria yang disebut 'Om' itu mengangkat alisnya tanda bingung. Siapa yang gadis itu sebut dengan panggilan 'Om', pikirnya. Dia melirik ke belakang, mencari sosok Om-om yang dimaksud gadis tersebut. Tidak ada.

Namun setelah beberapa detik kemudian pria itu mengerti, dirinyalah yang disebut 'Om'. Pria itu mengumpat dalam hati. Apa dia terlihat setua itu?

“Ada apa?” pria itu melirik gadis yang berdiri didepannya.

Gadis muda itu menampilkan senyum yang manis. “Meja ini sudah dibooking oleh orangtuaku” katanya.

“Anda salah, meja ini sudah menjadi milikku.” ucap pria itu dengan dingin.

“Apa?”

Kedua mata bulatnya mengerjap bingung, lalu gadis itu mengutak-atik ponselnya, mencoba menghubungi orangtuanya yang merencanakan makan malam antah-berantah ini. Beberapa kali melakukan panggilan namun tidak mendapatkan jawaban membuat gadis muda itu membuang napas kasar.

“Tapi Om, meja ini memang sudah dipesan Mami aku. Ini buktinya!” dia menyodorkan ponselnya pada lelaki asing itu, menunjukkan bukti chatting dengan mami beberapa saat lalu.

Tidak ingin kalah, lelaki dewasa itu ikut menyodorkan ponsel miliknya yang menunjukkan bukti pesan dari sang Papa. Membuat gadis itu melotot tak mengerti.

“Lagi pula saya yang lebih dulu duduk disini, jadi meja ini milik saya, silahkan anda mencari meja lain.” ucap pria itu dengan ketus.

Dia tak suka orang asing. Bukan tanpa alasan itu mempertahankan mempertahankan meja tersebut, sebenarnya dia sedang menunggu seseorang yang sama sekali tidak diketahuinya.

Pria itu hanya tahu namanya saja, itupun kedua orangtuanya yang memerintahkan— tidak— mereka bukan memerintah tapi memaksa untuk menemui seseorang yang dimaksud. Membuat pria jengkel.

Saat keduanya ingin mengalah dan mempromosikan menjadi, seorang pria setengahbaya menghampiri mereka setelah ada sedikit yang melaporkan salah satu pelayannya.

“Malam Tuan dan Nona, ada yang bisa kami bantu?” pria yang belakangan diketahui sebagai manajer kafe tersebut untuk mencoba menengahi diantara kedua pengunjungnya.

“Oh, kebetulan sekali. Begini Pak, meja ini 'kan sudah di booking oleh orangtua saya, dan saya ada buktinya. Lalu Om ini mengaku kalau dia juga membooking meja ini. Hal seperti ini seharusnya tidak akan terjadi 'kan jika cafe ini memiliki pelayanan terbaik.” ucap gadis muda itu dengan menggebu. Kedua kaki mulai pegal dibuat berdiri sejak tadi.

Manajer itu mengangguk tanda mengerti, “Apa Tuan dan Nona bernama Sagara dan Sahara?”

Gadis itu menggangguk mengiyakan, namun lelaki yang diketahui bernama Sagara itu terdiam di benak yang terkejut.

“Sebenarnya meja ini disiapkan untuk kalian berdua” sang manajer yang membuat keduanya tercengang.

“Apa?!” Sahara membelalakkan matanya tidak percaya.

Sedangkan Sagara masih terdiam, wajahnya mulai menggelap, tidak menduga bahwa gadis didepannya adalah orang yang sedang pria itu tunggu. Seseorang yang Papanya rekomendasikan, seseorang bernama Sahara.

Lelaki itu berdecih, mengapa nama mereka hampir sama, pikirnya. Untuk saling melirik, saling membocorkan, sebelum Sagara memutuskan kontak dan mengabaikan pandangan.

****

Sahara hanya membocorkan makanan mewah yang dihidangkan, di hadapkan dengan pria matang itu membuat jengkel setengah mati.

Benaknya menyesali ajakan sang Mami untuk makan malam diluar, jika tahu akan lebih baik gadis itu memilih makan di rumah walau hanya dengan semangkuk mie instan.

Suara sendok dan garpu yang beradu di atas piring Sagara, mengganggu ketenangannya. Bagaimana bisa pria itu makan dengan sesantai itu bersama orang asing, pikirnya.

Jika Sahara perhatikan, lelaki didepannya ini memiliki garis wajah yang tampan, rahang yang tegas, alis yang tebal dan mata setajam elang. Jangan lupa dengan hidungnya yang mancung.

Gadis itu terheran-heran, bagaimana bisa ada makhluk sesempurna itu. Sagara adalah pria tertampan yang pernah dia lihat di depan matanya sendiri. Kalau dia tidak salah mengira pasti usia pria itu hampir tiga, itulah yang membuat spontan menyebut 'Om'.

“Berhenti melihat, cepat makan makananmu atau aku akan memakannya!” Suara lelaki itu mengejutkan gadis di depannya. matanya melirik tajam.

Sagara sudah cukup kesal saat orangtuanya memaksa pria pernah mengetahui tentang buta dengan gadis yang tidak seperti sebelumnya. Kini dia bertambah kesal, saat mengetahui bahwa gadis yang menjadi dirinya adalah seorang bocah!

Mungkin gadis itu tidak sampai dua puluh tahun, tebakannya.

Sahara yang memang sedang menelisik wajahnya terlonjak kaget.

“Om, bisa tidak, bicara lembut sedikit? Apalagi dengan gadis cantik sepertiku” katanya dengan penuh percaya diri.

“Berhenti memanggilku dengan sebutan itu, aku bukan Om-mu!” Sagara berkata tajam. matanya mendelik tak suka.

“Terus aku harus memanggil apa?” tanyanya.

“Oh, apa sebaiknya kita berkenalan ulang? Berkenalan dengan layaknya orang asing yang berkenalan?” lanjut gadis muda itu, tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya. Menggoda lelaki yang memasang wajah datar di tersedia, membuat Sahara geli sendiri.

****

Sahara melangkah cepat memasuki rumahnya, gadis itu tak-hentinya menyumpahi lelaki yang baru saja tiba buta dengannya. Dia kutukan Sagara yang dingin dan irit bicara itu.

“Bagaimana kencannya, sayang?” tanya Liana— Mami Sahara, saat melihat putrinya yang tersungut-sungut menuju kamarnya.

Sontak saja Sahara membalik badan, mengungkapkan sang Mami dengan kerlingan tajam. Sejak awal Maminya yang mengajak untuk makan malam diluar, namun gadis itu tidak pernah berpikir bahwa semua ini hanyalah akal-akalan orangtuanya saja. Dia merasa terjebak.

“Mami, apa maksudnya kencan?” Sahara berkata begitu ketus, seraya melipat kedua di atas perut.

Mami Liana tertawa kecil.

“Bagaimana pria tadi, tampan 'kan?” tanyanya pada putri semata wayangnya dengan nada yang menggoda.

“Tampan apanya, dingin begitu!” sahut Sahara dengan jengkel saat mengingat kencan tadi.

Dia bahkan belum pernah menikmati makanan yang dipesan ketika meninggalkan dirinya sendiri, karena tidak berhenti mengoceh hanya untuk mencairkan suasana. Dan sialnya justru membuat pria itu kesal lalu pergi tanpa sepatah katapun.

'Lelaki aneh!' kutuknya dalam hati.

“Tapi kalian tetap berkenalan 'kan?”

Sahara goyang.

“Masa tidak?” Kata Mami Liana keheranan.

“Jangankan berkenalan, dia bahkan menjaga jarak denganku. Seolah aku ini kuman saja” Sahara mencebik sebal.

Mami Liana tertawa. “Tapi setidaknya kau tahu namanya 'kan, sayang?” wanita menjawil dagu putrinya, yang dijawab dengan anggukan kecil.

“Nah, karena kalian sudah kencan bersama, jadi minggu depan adalah pernikahan kalian.” ucap Mami Liana dengan gamblang.

“APA?!” Sahara berteriak tak percaya.

Gadis itu terkejut bukan main-main. Pernikahan? Menikah? Dengan om-om itu?

'Yang benar saja, aku masih sekolah!' jeritnya dalam hati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status