Edward mengemudikan mobilnya dengan santai, bibirnya tidak berhenti tersenyum. Sesekali dia melirik gadis di sampingnya.Dia menyukai Sahara sejak lama, dan mengagumi kecantikannya. Gadis berambut sebahu itu menunjuk suatu arah.“Ed, kita berhenti di resto depan sana, ya.” ucap Sahara, suaranya terdengar seperti gemerincing lonceng di telinga Edward. Sangat lembut dan merdu.“Oh, kau mau makan disana?” tanya Edward menoleh sejenak.“Tidak, aku ingin membungkusnya untuk dibawa pulang.” jawab gadis itu tersenyum.“Kenapa tidak makan disana, saja. Aku bisa menemani.” tawar Edward balas tersenyum.Sahara menoleh dan menggeleng sungkan. “Aku harus pulang cepat.”“Oh, ada sesuatu yang mendesak?” alis Edward terangkat sebelah.Sahara berpikir mencari alasan, yang muncul secara spontan dibenaknya adalah isi kamar Sagara. Jadi dia mengangguk pelan. “Ada sesuatu yang mendesak.”“Baiklah”Mobil akhirnya berhenti tepat di depan restoran cepat saji. Mereka berdua turun dari mobil dan melangkah mas
“Aman bagaimana?” Sahara balik bertanya.“Kau tidak merasakan getaran-getaran apalah itu, kau tidak cemburu, tidak terluka?” Selly mencecar setengah menggoda. “Yang benar saja...”Sahara tersenyum kecut. “Apa aku selemah itu, akan cemburu atau terluka hanya karena melihat dia bersama wanita dan makan bersama?”Selly terkekeh, “Yah, kau kan sudah jadi istrinya. Barang kali kau akan jadi istri-istri yang mudah bawa perasaan.”“Tentu saja tidak, bodoh...” sahut Sahara tertawa miris.“Syukurlah kalau kau sekuat itu.” ucap Selly terkekeh kecil.Entah apa yang Sahara rasakan, gadis itu tidak mengerti dengan perasaannya sendiri. Dia memang merasakan sesuatu yang mencelos di jantungnya, sesuatu yang berdenyut. Sesuatu seperti kecewa, sedih dan marah bercampur aduk, dia merasakan suatu perasaan seperti pengkhianatan, mungkin. Dan dia membohongi Selly.“Hei, kau masih disana atau tidak, hallo?” Selly kembali menyahut saat tidak lagi mendengar suara temannya.“Sahara!” sahut Selly sedikit teriak
“Oh, ya. Siapa dia?” tanya Sahara dengan pelan, gadis itu sudah tidak bernafsu untuk menghabiskan makan malamnya.Sagara melirik istrinya lalu tersenyum mengejek, “Kenapa kau kepo sekali...”Sahara mendengus pelan, lantas meletakan sendok dan garpu di sisi piringnya.“Aku sudah kenyang” ucap gadis itu mulai menegak minumnya.Sagara melihat piring istrinya yang masih penuh dengan makanan, Sahara bahkan belum sempat menyentuh menu lainnya.“Kau baru makan sedikit” kata pria itu heran. Lebih heran lagi saat menatap wajah Sahara yang cemberut.“Aku sudah kenyang” ulang gadis itu lagi, mulai bangkit dan melangkah menuju kamar mengunci pintunya dari dalam.Sahara belum pernah merasa sekesal ini ketika mendengar orang lain menceritakan tentang pasangannya. Dia kesal, kesal pada dirinya sendiri.Sikap aneh yang ditunjukkan sang gadis membuat Sagara terdiam di meja makan, pria itu sungguh merasa bingung dengan tingkah laku Sahara yang berubah-ubah.‘Apa yang merasukinya?’ batinnya bertanya-ta
“Masuklah...” titah Sagara dengan suara lembut, tangannya turut membukakan pintu mobil untuk istri kecilnya.Sahara terdiam sejenak menatap wajah Sagara yang tidak sedatar biasanya. Kini pria dingin itu bukan cuma suaranya yang melembut namun sorot matanya pun ikut meneduh, tidak ada lagi kilatan tajam dimanik legamnya.“Ayo” Sagara mengucap heran saat Sahara hanya terdiam menelisik wajahnya.Sahara mengerjap sebelum akhirnya masuk dan mendudukkan diri di jok mobil, gadis itu memandang Sagara yang mulai mengitari mobil guna duduk dibelakang kemudi. Pria itu mulai memasangkan seatbelt ke tubuh istrinya, membuat Sahara menahan napas sebab wajah mereka begitu dekat.“Maaf, aku tidak berniat mesum” ucap Sagara diiringi senyum menawannya.Sahara memalingkan wajah, jantungnya berdetak lebih cepat. Kedua telapak tangannya mendingin, pipinya memanas. Bisa-bisanya diaa terpesona dengan senyum pria dingin itu.Sagara melirik sang istri yang sejak tadi tidak mengeluarkan sepatah kata pun, tidak
Kenapa?” Sagara bertanya dan menatap sang istri penuh kebingungan, alis tebal pria itu terangkat dengan tinggi.Sahara memalingkan wajah dan terdiam, gadis itu menutup mulutnya rapat-rapat. Dia sudah cukup kecewa mendengar pengakuan suaminya. Sahara ingin melampiaskan kekecewaannya pada pria itu, tapi dia kembali mengingat bahwa pernikahan ini tidak seperti pernikahan pada umumnya. Sahara tidak memiliki hak apapun meskipun menyandang status istri, Sagara bukan suami sungguhan. Pria itu bukan miliknya.Sahara ingin menjauh saja, sebelum dia mengatakan hal bodoh dan memalukan. Dia perlu menata perasaannya, dia ingin pulang dan menyendiri.Tidak mendapat respon dari gadis remaja itu membuat Sagara menghembuskan napas berat. Dia mencoba mengerti, mungkin Sahara memang sedang tidak baik-baik saja, mungkin dia sedang di rundung masalah pribadi.“Ayo” ajaknya menggedikan kepala seraya menenteng semua barang belanjaan. Sahara mengikuti dari belakang, pandangan gadis itu gamang, sibuk menyela
Hari yang melelahkan bagi Sahara adalah ketika dia mulai menjalani ujian di penghujung semester. Dia sudah menguras otaknya habis-habisan beberapa hari ini. Sahara sudah tidak sabar ingin cepat-cepat menamatkan masa SMAnya.“Ujian sudah usai. Sekarang saatnya kita merefresh otak.” ucap Yuri kala itu, dia menyodorkan kertas kecil berwarna magenta pada teman-temannya.“Jangan lupa datang, ya. Tiga hari lagi.” tambah Yuri lagi setelah menyebarkan kertas yang ternyata undangan pesta ulang tahunnya.“Tidak terasa, ya. Kau kembali bertambah umur tahun ini.” Selly menerima undangan tersebut.“Ya, aku bersyukur untuk itu. Nah ini undangan untuk Edward. Tapi mana dia, ya, aku belum melihatnya hari ini.” Yuri mengedarkan pandangannya ke sekeliling koridor sekolah.“Kenapa pesta ulang tahunmu diadakan pesta dansa segala?” Selly berdecak ketika membaca rangkaian kata yang tertulis di undangan itu.“Aku ingin sesuatu yang berbeda kali ini. Lagi pula sepertinya akan seru kalau ada rangkaian acara m
“Akhirnya kau datang kemari...”Sagara merasa heran dan senang secara bersamaan, begitu mendapati perempuan yang berdiri tepat di depan pintu apartemennya. Baru saja dia menghubungi sang mertua menanyakan kabar istri kecilnya itu, kini Sagara dikejutkan dengan kedatangan Maria tanpa pria itu duga.“Ya, kurasa, aku merindukanmu!” ucap Maria, berjalan menuju sofa empuk diapartemen kekasihnya.“Tumben sekali tidak menghubungiku dulu.” Sagara mengikuti langkah sang kekasih.“Haruskah begitu?” Maria menautkan alisnya dan mendudukkan diri disofa.“Ya tidak juga. Kau membawa apa?” tanya Sagara lagi menatap paper bag berukuran sedang dan berwarna hitam.Maria ikut melihat paper bag ditangannya, dia membuka dan mengeluarkan benda dari paper bag tersebut. Dua botol wine yang mengkilap begitu tertimpa cahaya lampu.Alis Sagara bergelombang, “Wine?”Dia menatap kekasihnya yang tengah tersenyum lebar, menambah kecantikan diwajahnya. Membuat Maria begitu pantas dielu-elukan sebagai model cantik.“U
Sagara meraih pakaian miliknya yang berserakan dilantai, lekas keluar dari kamarnya. Dia lebih memilih untuk membersihkan diri dikamar mandi sang istri.“Sahara.” gumam pria itu tanpa sadar, dadanya sedikit merasa sesak saat mengingat istri kecilnya dan kejadian semalam. “Apa yang sudah aku lakukan...”Jari-jemari pria itu meremas rambut hitamnya dengan kasar, dan berdecak kesal. Mengapa dirinya bisa lengah dan lepas kendali, ini bukan masalah kecil.‘Wanita itu benar-benar lancang!’ rutuknya dalam hati.Sagara berjalan dengan gontai menuju meja belajar istri kecilnya, menumpu kening diatas meja, dan memejamkan kedua matanya dengan rapat. Sagara sudah melakukan suatu kesalahan besar, dia marah pada dirinya sendiri yang tidak berdaya.Selepas kepalanya terasa ringan, Sagara mulai membersihkan diri. Dia merasa marah dan benci akan tubuhnya yang kotor sebab disentuh secara menjijikan. Walau pria itu begitu mencintai sang model, namun Sagara tidak berniat untuk menyentuh wanita itu sebe